NIK Sebagai NPWP, Menuju Single Identification Number (SIN) di Indonesia

Oleh: Eka Ardi Handoko, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Setiap individu Warga Negara Indonesia (WNI) terdaftar resmi secara hukum karena memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai penanda warga yang terikat aturan, memiliki kewajiban dan hak, di mana di dalamnya terdiri dari 16 digit nomor, bersifat unik, tunggal dan menjadi database administrasi pelayanan kependudukan di Indonesia.
Di samping itu, setiap WNI yang yang sudah memenuhi syarat secara subjektif dan objektif sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku juga memiliki satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas sebagai wajib pajak yang memiliki kewajiban dan hak perpajakan sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cika).
NPWP memiliki 15 digit nomor yang terdiri sembilan digit pertama merupakan kode dari WP itu sendiri, tiga digit berikutnya merupakan kode administrasi KPP di mana WP tersebut terdaftar dan tiga digit terakhir merupakan kode status WP, yaitu pusat atau cabang.
Jika dilihat dari fungsi, keduanya memiliki kesamaan, yaitu sebagai data dasar administrasi yang melekat pada tiap individu WNI. Namun di sisi lain, NPWP dan NIK memiliki perbedaan dalam pemberlakuan. NIK akan diperoleh sejak individu WNI tersebut didaftarkan setelah kelahirannya, sementara NPWP diperoleh ketika yang bersangkutan mendaftarkan diri sebagai WP. Hal tersebutlah yang mengakibatkan tidak semua WNI memiliki NPWP meskipun bersifat melekat, sehingga menjadi bias.
Oleh karena itu, untuk menekan risiko tersebut dan menciptakan tata tertib administrasi serta wujud dari reformasi perpajakan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah. Ketentuan ini juga mengatur penggunaan NIK sebagai pengganti NPWP dan akan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2024 secara menyeluruh bagi layanan administrasi perpajakan dengan menggunakan format baru, walaupun sebenarnya sejak 14 Juli 2022 hingga 31 Desember 2023, NIK telah dapat digunakan sebagai NPWP bagi wajib pajak orang pribadi penduduk dan NIK dengan format 16 digit bagi wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan serta wajib pajak instansi pemerintah secara terbatas.
Penerapan kebijakan tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mengintegrasikan semua data dalam satu wadah atau yang lebih dikenal dengan istilah Single Identification Number (SIN) melalui NIK.
Melalui kebijakan tersebut, semua wajib pajak diminta untuk memvalidasi atau memadankan NIK masing-masing lebih dahulu sebelum ketentuan baru tersebut diterapkan secara menyeluruh melalui proses yang dapat dilakukan secara online pada laman DJP Online atau melalui bantuan contact center DJP dan secara offline dengan mendatangi KPP tempat WP terdaftar agar bisa digunakan sebagai NPWP dan menikmati semua kemudahan dan kenyamanan akses atas semua layanan perpajakan dari DJP melalui situs pajak.go.id.
Upaya penerapan SIN merupakan langkah yang strategis dari pemerintah menyinergikan data-data serta memudahkan keperluan administrasi perpajakan serta membantu instansi perpajakan memberikan pelayanan yang lebih baik. Dimulai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di mana di dalamnya terkait kebijakan SIN yang berkaitan perihal integrasi data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan sebagai langkah awal dalam upaya meningkatkan pertumbuhan perekonomian berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi.
Latar belakang penggunaan NIK dalam penerapan SIN adalah untuk meningkatkan rasio pajak (tax ratio) Indonesia yang masih rendah (9,1% pada tahun 2021). Tujuan yang ingin dicapai dari diterapkannya kebijakan tersebut adalah untuk memberikan keadilan, kepastian hukum, kesetaraan serta mewujudkan administrasi perpajakan yang efektif dan efisen di samping mendukung kebijakan satu data Indonesia.
Beberapa negara asing telah terlebih dahulu menerapkan SIN. Seperti Singapura contohnya, di mana pemerintahnya menerbitkan NPWP menggunakan nomor kependudukan. Negara Belanda bahkan lebih maju lagi, menerbitkan NPWP melalui administrasi kependudukan sejak warganegaranya lahir.
Manfaat yang dapat diperoleh tidak hanya dirasakan oleh pemerintah, namun juga oleh masyarakat karena nomor identifikasi yang harus diingat semakin sedikit. Pemerintah dapat mengambil keputusan karena memiliki database yang baik, penerimaan negara dari sektor pajak dapat ditingkatkan serta meminimalisir kemungkinan terjadinya penyalahgunaan. Basis pemajakan dapat diperluas dengan data yang terintegrasi dan pengawasan lebih mudah dilakukan. Masyarakat akan semakin mudah memenuhi kewajiban perpajakannya. Pihak terkait lainnya tidak memerlukan field data perpajakan yang terpisah.
Terkait dengan konteks peningkatan penerimaan negara dari sektor perpajakan, penerapan SIN sejalan dengan strategi pemerintah dengan mengumpulkan data dari instansi, lembaga dan asosiasi (ILAP) di mana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data Dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data Dan Informasi Yang Berkaitan Dengan Perpajakan, terdapat 69 ILAP yang wajib menyetorkan data terkait perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dengan pemberlakuan NIK menjadi NPWP, data berbasis NIK akan terintegrasi sehingga dapat diperoleh informasi secara akurat terkait adanya penambahan dan pelepasan harta dan memudahkan petugas pajak menyandingkan data dengan Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah dilaporkan baik melalui penelitian maupun pemeriksaan, sehingga dapat meminimalisir potensial loss atas penerimaan pajak.
Data yang telah tergabung dalam satu identitas mengakibatkan tidak ada celah lagi bagi WP untuk menyembunyikan hartanya dan nilai pajak yang harus dibayarkan dapat diketahui dengan lebih mudah sehingga diharapkan menjadi pendorong bagi WP untuk patuh dan jujur memenuhi kewajiban perpajakannya.
Peluang yang dapat dimanfaatkan dari penerapan SIN antara lain dapat menciptakan big data kependudukan mengingat NIK yang telah terhimpun dari kurang lebih 270 juta penduduk Indonesia, menciptakan payung hukum untuk memberikan kepastian dan keadilan dalam kewajiban perpajakan.
Dari uraian penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan SIN akan membantu optimalisasi penerimaan pajak demi mewujudkan kemandirian fiskal Indonesia. Penggunaan NIK sebagai NPWP merupakan sebuah keniscayaan demi perbaikan layanan kepada masyarakat dan peningkatan tax ratio Indonesia yang merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang sedang digulirkan oleh DJP.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 2514 kali dilihat