Menyelami Aspek Perpajakan atas Mata Uang Kripto di Indonesia

Oleh: Vallerino Ananta Mahardhika, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Di tengah laju perkembangan teknologi, cryptocurrency, sebagai inovasi finansial yang revolusioner, telah memasuki panggung dunia keuangan. Di Indonesia, seperti di banyak negara lain, pemerintah berusaha menghadapi kompleksitas dan dinamika perpajakan yang muncul seiring dengan pertumbuhan ekosistem cryptocurrency. Belakangan ini, sedang marak berita mengenai potensi mata urang kripto yang masih besar. Hal ini karena akan terjadi halving bitcoin yang mengurangi supply atas cryptocurrency tersebut sehingga besar kemungkinan akan meningkatkan harga penjualan nantinya.
Mata uang kripto, adalah bentuk mata uang digital yang beroperasi di dalam lingkungan terdesentralisasi menggunakan teknologi kriptografi. Ini menciptakan sistem keuangan yang tidak tergantung pada bank atau lembaga keuangan tradisional dan bekerja di atas teknologi terkini yang disebut blockchain. Blockchain adalah ledger terdistribusi yang mencatat seluruh transaksi dalam jaringan secara terbuka dan aman. Setiap transaksi dicatat dalam blok dan dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan kriptografi. Hal ini menciptakan rantai blok yang tidak dapat diubah dan memberikan keamanan tingkat tinggi terhadap manipulasi atau perubahan data transaksi.
Keunikan utama cryptocurrency adalah sifatnya yang terdesentralisasi. Tidak ada entitas tunggal atau otoritas sentral yang mengendalikan atau mengawasi cryptocurrency. Sebaliknya, transaksi dan keamanan jaringan diawasi oleh jaringan pengguna atau "node" yang tersebar di seluruh dunia. Ini menghasilkan sistem yang lebih transparan, tanpa perlu bergantung pada pihak ketiga untuk memverifikasi atau menangani transaksi.
Penciptaan dan kontrol cryptocurrency dilakukan melalui proses yang dikenal sebagai "mining" atau penambangan. Proses ini melibatkan pemecahan masalah matematika kompleks yang memverifikasi transaksi dan menambahkannya ke dalam blockchain. Sebagai imbalannya, penambang diberikan unit cryptocurrency baru, menciptakan sirkulasi dan distribusi yang lebih luas.
Penggunaan utama cryptocurrency melibatkan transaksi keuangan, seperti pembelian barang dan jasa secara daring atau pertukaran antar pengguna. Cryptocurrency juga menjadi alternatif investasi dengan nilai tukar yang fluktuatif. Selain itu, beberapa cryptocurrency seperti Ethereum memungkinkan eksekusi kontrak pintar atau smart contracts, yaitu perjanjian yang diprogram untuk dieksekusi secara otomatis ketika syarat tertentu terpenuhi.
Namun, meskipun keuntungan dan inovasinya, cryptocurrency juga dihadapkan pada berbagai tantangan dan kekhawatiran. Volatilitas nilai, ketidakpastian regulasi, dan potensial penggunaan dalam aktivitas ilegal adalah beberapa isu yang sering kali menjadi fokus perbincangan.
Sebagai teknologi yang terus berkembang, cryptocurrency dan blockchain membuka pintu untuk transformasi besar dalam cara kita memandang keuangan dan teknologi. Di tengah perkembangan ini, tantangan dan peluang terus muncul, mendorong perbincangan dan eksplorasi lebih lanjut tentang potensi dan dampaknya di berbagai aspek kehidupan kita. Tetapi hingga saat ini cryptocurrency bukanlah alat pembayaran yang sah, dan tidak boleh digunakan sebagai alat pembayaran karena bertentangan dengan Undang-Undanng Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa rupiah adalah satu satunya mata uang yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI. Karena itulah cryptocurrency tidak bisa memenuhi persyaratan yang diatur dalam undang-undang ini.
Namun, cryptocurrency diperlakukan sebagai salah satu aset komoditas yang bisa diperdagangkan seperti emas dan perak yang diawasi langsung oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Bahkan Ketua Bappebti Sidharta Utama mengatakan akan mendirikan bursa "mata uang" kripto di Indonesia. Sehingga sebagai komoditas tersebut, pada tahun 2018, Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengeluarkan peraturan yang mengatur perpajakan atas transaksi menggunakan cryptocurrency. Pada dasarnya, cryptocurrency dianggap sebagai objek pajak yang wajib dikenakan pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Atas transaksi jual-beli cryptocurrency tersebut berdasarkan undang-undang dianggap sebagai objek Pajak Penghasilan (PPh) final dengan tarif 0,1% yang dikenakan pada penjual. Namun, harus dicatat bahwa transaksi di bursa yang disetujui oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dapat dikenakan tarif yang lebih rendah. Aktivitas penambangan cryptocurrency juga tunduk pada PPh. Penambang cryptocurrency wajib melaporkan penghasilan mereka dan membayar pajak yang sesuai. Bagi perusahaan yang melakukan penambangan, PPh dapat diterapkan sesuai dengan ketentuan tarif perusahaan. PPh juga dikenakan pada kegiatan ICO, yaitu saat perusahaan atau proyek baru menjual token cryptocurrency mereka kepada investor untuk mendapatkan dana. Pendiri proyek dan investor wajib membayar PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Meskipun kebijakan perpajakan cryptocurrency di Indonesia telah diinisiasi, berbagai tantangan masih dihadapi oleh pemerintah dan pelaku industri. Beberapa dari tantangan antara lain cryptocurrency dikenal dengan volatilitas harganya yang tinggi. Hal ini menimbulkan kendala dalam menetapkan tarif PPh yang tetap, mengingat nilai cryptocurrency dapat mengalami fluktuasi besar dalam waktu singkat.
Sifat desentralisasi dan anonimitas yang melekat pada cryptocurrency membuat pemantauan transaksi menjadi lebih sulit bagi otoritas pajak. Pelacakannya memerlukan kerja sama antara bursa cryptocurrency, penyedia dompet digital, dan pihak-pihak terkait lainnya. Tantangan yang tak kalah pentingnya adalah kesadaran dan pemahaman masyarakat terkait kewajiban perpajakan atas transaksi cryptocurrency. Edukasi terhadap masyarakat mengenai tata cara pelaporan dan pembayaran pajak terkait cryptocurrency menjadi kunci dalam memastikan kepatuhan pajak.
Di sisi lain, perpajakan cryptocurrency di Indonesia juga membuka berbagai prospek dan peluang, dengan menerapkan kebijakan perpajakan yang bijak, pemerintah berpotensi meningkatkan pendapatan pajak dari transaksi cryptocurrency. Peningkatan transparansi dan pemantauan aktif dapat memastikan bahwa pajak yang seharusnya dibayarkan dapat terkumpul secara efektif.
Regulasi yang jelas dan mendukung dapat menjadi pendorong bagi inovasi di sektor financial technology (fintech). Perpajakan cryptocurrency yang transparan dan adil dapat membuka jalan bagi pengembangan produk dan layanan finansial yang lebih inovatif. Dengan adanya regulasi yang jelas, investor dan pengembang cryptocurrency dapat merasa lebih aman dalam bertransaksi dan berinvestasi di Indonesia. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan dalam ekosistem cryptocurrency, mendorong pertumbuhan industri secara keseluruhan.
Pajak cryptocurrency di Indonesia menghadirkan berbagai tantangan, namun juga membuka peluang besar dalam mengembangkan ekosistem finansial yang inklusif dan teratur. Pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat secara bersama-sama perlu berkolaborasi untuk menciptakan kerangka kerja perpajakan yang adil, transparan, dan dapat memfasilitasi pertumbuhan ekosistem cryptocurrency yang berkelanjutan. Dengan pendekatan yang bijak, Indonesia dapat memainkan peran yang signifikan dalam arus global menuju transformasi finansial digital.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 1464 kali dilihat