Oleh: Yohan Febrian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Setiap wajib pajak memiliki kewajiban untuk membayar sendiri Pajak Penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan secara bulanan. Pajak tersebut dimaknai sebagai angsuran yang akan menjadi bagian pelunasan secara kolektif atas SPT Tahunan PPh yang merekam seluruh penghasilan dari awal sampai dengan akhir tahun: tahun pajak atau tahun buku yang dikehendaki berbeda dengan tahun takwim. Ketentuan ini dikenal sebagai kewajiban PPh Pasal 25 bulanan karena tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yakni pada Pasal 25.

Jatuh tempo pembayaran angsuran ini pada tanggal 15 setiap bulan berikutnya karena dipenuhi dengan cara pembayaran sendiri, sedangkan pelaporannya ditiadakan karena pembayaran angsuran yang telah tervalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 25 pada tanggal validasi. Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT).

Kewajiban ini dalam rumpun PPh Nonmigas dengan kode jenis pajak adalah 411125 untuk wajib pajak orang pribadi atau 411126 untuk wajib pajak badan dan kode jenis setoran 100.

Penghitungan Besaran Angsuran

Kewajiban angsuran muncul apabila SPT Tahunan PPh tahun sebelumnya terutang pajak dan dilunasi dengan pembayaran pajak kode jenis setoran 200. Keterangan ini dapat dilihat pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Berjalan dalam Hal-Hal Tertentu. Penghitungannya sudah tersedia pada SPT Tahunan PPh dengan cara yang cukup sederhana, hanya sebesar 1/12 dari PPh tahunan yang harus dibayar sendiri.

PPh tahunan yang harus dibayar sendiri merupakan hasil pengurangan dari pajak terutang dengan kredit pajak tertentu dari PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain atau ditanggung oleh pemerintah (Pasal 21 tidak final; Pasal 22 tidak final; dan Pasal 23) dan PPh yang telah dipotong/dibayar di luar negeri (Pasal 24).

Selain cara tersebut, untuk wajib pajak orang pribadi memiliki cara lain. Yaitu, dengan memilih opsi perhitungan dalam lampiran tersendiri. Tapi, awas! Wajib pajak harus melampirkan dokumen penghitungan bersamaan dengan SPT Tahunan PPh agar SPT memenuhi asas lengkap, benar, dan jelas.

Penetapan Khusus

Berbeda dengan umumnya yang berasaskan self assessment, besaran angsuran untuk Wajib Pajak tertentu ditentukan dengan penetapan khusus. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2018  tentang Penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, telah menyebutkan bahwa angsuran untuk wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal wajib pajak, sedangkan untuk wajib pajak baru pada tahun berjalan ditetapkan nihil.

Penetapan nihil, artinya mereka dibebaskan dari kewajiban ini pada tahun pertamanya, dari sejak masa terdaftar sampai dengan akhir tahun. Tidak semua wajib pajak memiliki privilege ini, karena hanya diperuntukkan kepada Wajib Pajak yang baru terdaftar pada suatu tahun, namun tidak termasuk wajib pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pengambilalihan usaha dan/atau perubahan bentuk badan usaha.

Penetapan dengan besaran lain juga cukup beragam sekali cara penghitungan angsurannya. Untuk wajib pajak baru yang exist karena penggabungan, peleburan, dan/atau pengambilalihan usaha pada sisa tahun berjalan, besaran angsurannya dihitung dengan penjumlahan angsuran dari seluruh wajib pajak yang terkait sebelum penggabungan, peleburan, dan/atau pengambilalihan usaha. Namun, untuk seluruh wajib pajak baru hasil pemekaran usaha besaran angsurannya ditetapkan dengan penghitungan persentase nilai harta yang dialihkan dikalikan dengan angsuran sebelum pemekaran usaha. Lain lagi untuk Wajib Pajak baru hasil perubahan bentuk badan usaha, besaran angsurannya ditetapkan sama dengan angsuran terakhir sebelum perubahan.

Permohonan Penetapan

Perbedaan cara penghitungan juga terjadi untuk wajib pajak bank; wajib pajak masuk bursa; wajib pajak badan usaha milik negara; wajib pajak badan usaha milik daerah; dan wajib pajak lainnya. Selain beragam, penetapan besaran angsuran atas Wajib Pajak kelompok ini juga melalui surat penetapan khusus, berupa surat pemberitahuan besaran angsuran dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang merupakan hasil tindak lanjut atas permohonan wajib pajak.

Wajib pajak tersebut mengajukan permohonan ke KPP untuk penetapan angsuran periode berikutnya dengan mengirimkan/melampirkan laporan keuangan yang telah dikirimkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bursa Efek dan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Bank mengajukannya setiap bulan untuk penghitungan angsuran bulan berikutnya, sedangkan selain bank mengajukannya setahun sekali atau sesuai periodisasi kewajiban pelaporannya yang telah ditentukan oleh OJK atau Bursa Efek.

Laporan keuangan/RKAP yang dilampirkan akan dilakukan pengujian sederhana di KPP untuk meneliti kesesuaiannya dengan penerapan ketentuan fiskal yang dimungkinkan terdapat perbedaan dengan penerapan pada akuntansi perbankan atau bursa. Terutama pada bagian pengakuan biaya.

Perubahan Nilai Angsuran

Pada umumnya, nilai angsuran ini bersifat flat. Namun, dalam beberapa keadaan dimungkinkan terjadinya perubahan nilai angsuran. Nilai angsuran terbaru akan diterapkan pada bulan-bulan yang tersisa dari tahun yang bersangkutan.

Angsuran wajib pajak dapat dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh tahunan yang akan terutang, apabila dalam tahun berjalan wajib pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh tahunan yang akan terutang tersebut lebih dari 150% dari PPh tahunan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besaran angsuran sebelumnya.

Pada keadaan sebaliknya, apabila sesudah tiga bulan/lebih berjalannya suatu tahun, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa PPh tahunan yang akan terutang tersebut kurang dari 75% dari PPh tahunan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besaran angsuran sebelumnya, maka wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besaran angsuran secara tertulis yang akan ditindaklanjuti dalam jangka waktu paling lama satu bulan. Permohonan pengurangan harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh tahunan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besaran angsuran untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun yang bersangkutan.

Format permohonan penurunan angsuran pada dasarnya dapat dibuat dengan bebas, termasuk lampiran pendukungnya. DJP pernah menerbitkan contoh format permohonan, yang telah lengkap dengan format dokumen lampirannya bahkan sampai dengan konsep surat keputusannya melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ./2009 tentang Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 Dalam Tahun 2009 Bagi Wajib Pajak yang Mengalami Perubahan Keadaan Usaha atau Kegiatan Usaha. Namun, karena sifat peraturan ini untuk mengakomodasi keadaan sementara waktu pada tahun 2009 dan sudah tidak relevan lagi, ketentuannya telah dicabut melalui PER-30/PJ/2018 tentang Pencabutan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dalam rangka Simplifikasi Regulasi. Format tersebut cukup mudah dipahami dan dipenuhi untuk dipergunakan sebagai model permohonan Wajib Pajak

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.