Mempertimbangkan Financial Distress dalam Penggalian Potensi Pajak

Oleh : Dian Ary Rahmana, pegawai Direkorat Jenderal Pajak
Optimalisasi dan reformasi perpajakan diharapkan mampu untuk menjadi salah satu alat bagi DJP dalam memenuhi target penerimaan di tahun 2021. Adapun langkah yang digariskan dalam APBN diantaranya adalah memperkuat pengawasan dan penegakan hukum yang berkeadilan.
Di masa pandemi ini, selain mengejar target penerimaan tentunya pemerintah dalam hal ini DJP harus melakukan seleksi yang lebih ketat untuk menentukan secara objektif langkah yang akan diambil terkait kegiatan pengawasan dan penegakan hukum.
Pemilihan wajib pajak sebaiknya juga mempertimbangkan tujuan pemerintah untuk mewujudkan kemudahan dalam berusaha, sehingga pemulihan ekonomi nasional dapat terbantu. Hasil penelitian yang dituangkan dalam artikel ini dapat digunakan untuk dijadikan pertimbangan bagi DJP dalam melakukan penggalian potensi.
Selain mempertimbangkan rasio-rasio keuangan dalam melakukan seleksi, pada masa ekonomi yang masih belum pulih ini sebaiknya DJP juga mempertimbangkan kesulitan keuangan (financial distress) dari Wajib Pajak.
Untuk membantu dalam mengawasi dan melakukan seleksi terhadap Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggunakan alat bantu berupa Compliance Risk Management (CRM). Peta kepatuhan yang dihasilkan dari CRM tersebut diantaranya adalah adanya gambaran risiko tingkat kehilangan penerimaan pajak dari ketidakpatuhan pada proses pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Dengan adanya alat bantu CRM tersebut, diharapkan seleksi atas wajib pajak yang dilakukan manjadi lebih objektif.
Ketidakstabilan kondisi perekonomian akibat pandemi covid-19 yang telah menimbulkan kesulitan keuangan (financial distress) pada perusahaan akan mendorong manajemen untuk mengambil kebijakan pajak yang lebih agresif (Edwards et al., 2013).
Manajer perusahaan akan melakukan berbagai upaya untuk memoles laporan keuangan sehingga hasilnya menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini akan memunculkan asimetri informasi yang tersampaikan kepada pihak yang memanfaatkan (Chen,2015).
Terdapat beberapa faktor yang mendorong perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak diantaranya adalah profitabilitas dan utang.
Penghindaran pajak merupakan pengaturan yang dilakukan untuk mengurangi beban pajak dengan tetap mempertimbangkan akibat yang timbul.
Menurut Suandy (2008) dalam melakukan kegiatan usaha, wajib pajak juga dimungkinkan untuk melakukan penghematan secara ilegal karena beberapa faktor, diantaranya adalah: besarnya jumlah pajak yang harus dibayar serta kemungkinan pelanggaran untuk bisa di deteksi oleh fiskus.
Profitabilitas dari perusahaan bisa diukur melalui rasio return on assets. Analisis rasio return on assets memiliki sifat yang menyeluruh dan dapat digunakan untuk mengetahui efektifitas dari keseluruhan kegiatan operasional suatu perusahaan.
Semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka akan semakin tinggi juga pajak yang harus dibayarkan kepada negara, hal ini tentu saja akan berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak yang akan dilakukan oleh perusahaan.
Menurut Kasmir (2016:151) rasio utang/leverage dapat dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat pembiayaan aktiva perusahaan dari utang. Dengan adanya kewajiban berupa pajak penghasilan bagi perusahaan, maka kebijakan untuk memanfaatkan utang dapat diambil perusahaan karena timbulnya biaya bunga yang dapat dikurangkan dari laba bruto sehingga pajak penghasilan yang harus dibayarkan juga menjadi berkurang.
Manajemen perusahaan harus bisa mengontrol penggunaan utang pada titik yang optimal, karena jika ada kesalahan strategi maka penggunaan utang yang tinggi dapat berakibat terjadinya kebangkrutan pada perusahaan.
Kesulitan keuangan perusahaan/financial distress merupakan keadaan yang terjadi sebelum kebangkrutan saat perusahaan sedang mengalami kondisi darurat keuangan (kordestani et al dalam febriani, 2010: 196), yaitu pada tahapan setelah perusahaan kesulitan kas, walaupun tingkat profitabilitas masih tinggi.
Cheng dan Tzeng (2011) memakai kesulitan keuangan sebagai variabel moderasi dalam menilai pengaruh utang terhadap nilai perusahaan. Untuk mengetahui kesulitan keuangan apakah sedang mengalami kesulitan keuangan/financial distress atau tidak, bisa digunakan model Altman Z-score. Semakin tinggi nilai Z-score maka dapat diartikan bahwa kondisi keuangan perusahaan semakin sehat.
Kondisi keuangan perusahaan yang semakin tertekan akibat adanya situasi ekonomi yang belum kembali pulih tentunya akan berdampak pada kebijakan perpajakan yang akan diambil oleh perusahaan.
DJP memiliki tugas untuk mengawasi dan melakukan seleksi secara objektif atas wajib pajak yang diawasi dan kemudian dapat ditindaklanjuti ke proses pemeriksaan.
Selain rasio keuangan (dalam penelitian ini digunakan profitabilitas dan leverage) tentunya kesulitan keuangan perusahaan (financial distress) juga perlu dijadikan pertimbangan.
Sektor industri pengolahan merupakan penyumbang peneriman terbesar di tahun 2020, yaitu sebesar 27.5%. Dalam artikel ini, penelitian yang dilakukan menggunakan data perusahaan manufaktur yang tersedia di BEI untuk tahun 2016-2018.
Teknik analisis data yang digunakan adalah Moderated Regression Analysis (MRA). Variabel yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) variabel terikat adalah penghindaran pajak yang diproksikan dengan Effective Tax Rate/ ETR, (2) variabel bebas adalah profitabilitas yang diproksikan dengan Return On Assets/ ROA dan utang yang diproksikan dengan Debt to Asset Ratio/ DAR, (3) variabel moderasi adalah Kesulitan keuangan/ Financial Distress perusahaan yang diproksikan dengan Altman Z-score (Z-score).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa secara parsial profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap penghindaran pajak.
Dengan meningkatnya laba perusahaan, maka potensi pajak yang akan menjadi beban perusahaan juga meningkat sehingga manajemen akan cenderung untuk melakukan perencanaan agar pajak yang dibayar berada pada tingkat yang rendah.
Dengan penghindaran pajak yang dilakukan tersebut, tentunya manajemen akan memiliki ruang gerak yang lebih luas dalam mengatur rencana keuangan dan investasi perusahaan.
Utang secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 169/PMK.010/2015 yang membatasi rasio antara utang dengan modal dapat membatasi kecenderungan perusahaan untuk melakukan perencanaan pajak secara agresif, sehingga manajemen akan memikirkan alternatif lain dalam upaya melakukan penghindaran pajak.
Kesulitan keuangan (Financial Distress) pada perusahaan tidak mampu memoderasi pengaruh profitabilitas terhadap penghindaran pajak. Masuknya kesulitan keuangan perusahaan tidak mampu secara signifikan memperkuat maupun memperlemah pengaruh profitabilitas terhadap penghindaran pajak.
Tingkat penghindaran pajak yang dilakukan hanya terpengaruh oleh kinerja perusahaan dalam memperoleh laba, tanpa melihat bagaimana kondisi kesehatan dari perusahaan.
Kesulitan keuangan (Financial Distress) pada perusahaan mampu memoderasi pengaruh utang terhadap penghindaran pajak. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa semakin rendah tingkat kesulitan keuangan suatu perusahaan atau dengan kata lain semakin sehat suatu perusahaan, maka akan meningkatkan pengaruh utang terhadap penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan.
Manajemen perusahaan akan memberikan respons dengan mengambil kebijakan meningkatkan pendanaan melalui utang pada saat kondisi finansial perusahaan sedang sehat. Merujuk pada teori pecking order, hutang masih diperbolehkan jika keuntungan yang didapatkan masih melebihi biaya atas utang tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan dengan perkembangan perekonomian di masa pandemi yang masih belum benar-benar pulih, saran dari hasil penelitian ini adalah agar dalam melakukan upaya penggalian potensi melalui kegiatan pengawasan dan pemeriksaan, DJP tidak hanya mempertimbangkan utang yang dimiliki wajib pajak secara parsial akan tetapi juga memperhatikan tingkat kesulitan keuangan wajib pajak.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, utang pada perusahaan dengan kesulitan keuangan rendah atau utang pada perusahaan yang sehat akan meningkatkan potensi penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Sedangkan profitabilitas dapat digunakan secara parsial sebagai alat ukur dalam usaha untuk mengawasi wajib pajak yang berpotensi melakukan penghindaran pajak.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 437 kali dilihat