Oleh: Teddy Ferdian, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Apakah yang terpikir oleh Anda bila mendengar kata ‘Pelayanan Prima'? Beberapa di antara Anda mungkin berpikir pelayanan yang diharapkan orang atau konsumen saat memasuki toko atau tempat perbelanjaan. Konsumen mengharapkan pegawai toko tersebut memberikan pelayanan dari mulai menyambut konsumen, menanyakan apakah ada yang dapat dibantu, mencarikan barang yang dibutuhkan, negosiasi harga (jika dimungkinkan), transaksi jual beli, sampai konsumen meninggalkan toko tersebut dengan senyum merekah tanda puas dengan pelayanan yang diterima. Beberapa diantara Anda mungkin berpikir tentang konsumen yang datang ke rumah makan. Pelayanan terbaik diharapkan oleh konsumen sejak melewati pintu masuk sampai keluar lagi dari rumah makan tersebut. Beberapa yang lain bisa jadi berpikir tentang pelayanan publik yang diterima masyarakat, mungkin di rumah sakit, kantor perizinan, samsat, kantor imigrasi, dan bahkan kantor pajak.

Dari beberapa institusi pemberi pelayanan publik, pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mungkin sedikit unik. Jika institusi pelayanan publik lain memberikan pelayanan karena memang bidang tugasnya adalah murni pelayanan, namun tidak demikian dengan DJP. Di satu sisi, DJP tidak dapat memungkiri bahwa kantor yang dimiliki berlabel ‘kantor pelayanan pajak (KPP)’ yang artinya masyarakat dan wajib pajak mengharapkan mendapatkan pelayanan terbaik begitu kaki mereka melangkah masuk melewati pintu depan KPP. Namun, di sisi lain, DJP juga menjalankan fungsi penegakan hukum dengan adanya pemeriksaan dan penagihan yang dapat dilakukan oleh KPP. Jika begitu fakta yang terjadi, akan timbul pertanyaan apakah DJP dapat memberikan ‘pelayanan prima'?

Memberikan pelayanan terbaik kepada wajib pajak dan masyarakat tentu menjadi prioritas DJP. Sistem perpajakan di Indonesia yang masih menganut sistem ‘self assessment', dalam artian wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung kewajiban pajak, membayar pajak terutang, dan melaporkan kewajiban pajaknya sendiri, menyebabkan wajib pajak akan sangat memerlukan informasi dan bimbingan dari petugas pajak dalam hal pemenuhan kewajiban pajak mereka. Wajib pajak tentu mengharapkan petugas pajak dapat memberikan pelayanan prima dari mulai memberikan informasi cara menghitung pajak, cara dan tempat membayar pajak, dan bagaimana surat pemberitahuan (SPT) dapat dilaporkan. Tidak hanya itu, wajib pajak juga mengharapkan pelayanan yang cepat, tepat, tidak berbelit-belit, dan memiliki kepastian hukum. Bahkan bukan hanya wajib pajak yang mengharapkan pelayanan prima dari DJP, hal serupa juga diharapakan masyarakat yang menjadi calon wajib pajak. Bagaimana cara mendaftar untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), syarat-syarat yang diperlukan, kewajiban apa saja yang melekat jika sudah menjadi wajib pajak, dan banyak pertanyaan lain yang mereka harapkan dapat dijelaskan oleh petugas pajak dengan bahasa yang mudah dipahami dan dengan gestur wajah serta sikap yang ramah.

DJP pun terus mengembangkan metode untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak. DJP menerima pendaftaran secara online (e-registration) untuk memudahkan masyarakat yang ingin mendaftar menjadi wajib pajak. DJP juga mengembangkan pelaporan pajak secara elektronik (e-filing) untuk memudahkan wajib dalam melapor SPT. Dalam hal pembayaran pajak DJP memperkenalkan e-billing untuk memudahkan wajib pajak dalam membayar pajak. DJP menunjuk account representative sebagai ‘konsultan pajak’ pribadi bagi wajib pajak dalam memberikan informasi yang diperlukan oleh wajib pajak terkait perpajakan. Dari sisi penyediaan fasilitas pelayanan, DJP sudah menerbitkan aturan tentang standar pelayanan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). DJP juga menyediakan informasi terkini melalui situs pajak dan media sosial DJP. Hal-hal tersebut merupakan cara DJP dalam memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak dan masyarakat. Untuk membuktikan keseriusan DJP memberikan pelayanan prima, DJP bahkan memberikan channel pengaduan yang dapat menerima pengaduan wajib pajak atas pelayanan yang diberikan oleh DJP.

Pertanyaan berikutnya adalah sudah cukupkah pelayanan prima yang dilakukan DJP? Fakta bahwa sekarang adalah era globalisasi, zaman teknologi maju, wajib pajak dan masyarakat semakin kritis dalam mengharapkan kemudahan dalam pelayanan pajak. Kesalahan sedikit dapat berdampak pada turunnya nama baik DJP. Wajib pajak dan masyarakat tidak segan-segan menyebarluaskan ketidakpuasan mereka di dunia maya atas pelayanan pajak yang mereka terima. Sebaliknya kepuasan mereka terhadap pelayanan pajak juga dapat berdampak pada meningkatnya nama baik DJP dengan banyaknya tulisan positif di media sosial.

Bagaimanapun, Indonesia adalah negara yang besar secara wilayah, ragam budaya, karakteristik dan jumlah penduduk. Tipikal masyarakat setiap daerah pun berbeda-beda. Hal ini yang menjadi tantangan bagi KPP yang tersebar di seluruh belahan bumi pertiwi. Pelayanan yang dapat memberikan rasa puas dari masyarakat di suatu daerah belum tentu dapat memberikan kepuasan serupa ketika diberikan di daerah lain dengan pelayanan yang sama. Sebaliknya kekurangan dalam memberikan pelayanan dapat memberi masalah besar di suatu daerah, yang di daerah lain kekurangan serupa mungkin masih dapat dimaklumi. Satu yang pasti, pelayanan prima di DJP harus terus ditingkatkan. DJP harus memiliki tolok ukur yang jelas tentang bagaimana pelayanan prima harus diberikan oleh KPP. Prosedur operasi standar terkait pelayanan dan standar pelayanan harus sama diterapkan di seluruh KPP di nusantara. Walaupun memuaskan semua orang sepertinya mustahil, namun bekerja giat penuh semangat dan dedikasi kepada Tuhan dan ibu pertiwi semoga menjadi ladang amal bagi insan pelayanan DJP di seluruh Indonesia.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.