Oleh: Indra Hadi Widiyanto, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Pada suatu pagi di desa kecil bernama Nusantara, terdapat seorang pemuda bernama Teguh. Teguh anak kampung yang memiliki mimpi besar untuk menjadi insinyur yang dapat membangun infrastruktur dengan kuat dan hebat. Tentu sumber dana pembangunan infrastruktur tersebut, dari pajak, bukan? Namun, seperti desa-desa lainnya, Nusantara tidak luput dari bayang-bayang korupsi yang mengintai.

Pada suatu hari, Teguh melihat Pak Indra, bendahara desa yang seharusnya bertanggung jawab atas pembangunan infrastruktur di desa, malah lebih memilih menggunakan dana itu untuk kepentingan menikahkan Ulum, anaknya yang kebelet kawin. Kejadian ini membuat Teguh semakin sadar akan bahaya korupsi dan dampaknya terhadap cita-citanya. Teguh takut kelak saat dia menjadi insinyur dia tidak dapat membangun infrastruktur yang hebat dan kuat di Nusantara kalau dananya banyak digangsir oleh oknum koruptor.

Menyadari hal tersebut, Teguh merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu. Teguh mulai menyosialisasikan kepada warga desa tentang pentingnya menjaga dan mengawasi dana desa agar digunakan secara jujur dan berintegritas oleh Perangkat desa. Teguh memberdayakan karang taruna di Nusantara untuk melihat semua pembangunan yang dilakukan di desanya, apakah semua perangkat sudah bekerja dengan baik dan mengawasi mulai dari perencanaan penggunaan dana, pemilihan pemenang tender, dan saat pembangunannya apakah sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Gerakan ini dberi nama “Berkolaborasi Kita Kuat, Abai Kita Hancur” (Kokiku Ancur).

Di seberang tol yang membelah Desa Nusantara, hiduplah seorang gadis cantik nan gigih bernama Grace keturunan Ayah dari Belanda dan Ibu dari Tegal. Grace memiliki keinginan yang sama dengan Teguh, yaitu melihat anak-anaknya tumbuh sehat dan pandai. Grace awalnya ragu, dia mendengar setiap tahun pertumbuhan anak-anak tengkes (stunting) semakin besar. Grace tidak mau melihat setiap malam anak-anaknya tidur dengan kelaparan karena dia tidak mampu membeli beras. Dengan kesadaran tinggi akhirnya Grace ikut bergabung dengan gerakan Kokiku Ancur yang digagas oleh Teguh.

Teguh dan Grace mulai merancang program sosialisasi untuk karang taruna di desa mereka, dengan harapan agar memiliki pemahaman yang kuat tentang bahaya korupsi. Mereka juga mengorganisasi forum diskusi di antara warga desa untuk membahas cara menguatkan tatanan masyarakat yang bebas dari praktik korupsi, serta bagaimana mengelola dana desa dengan baik. Soalnya, pertama, dana desa merupakan alokasi anggaran negara yang dikucurkan kepada setiap desa, yang tentu saja sumber dananya dari pajak. Kedua, pembelanjaan dana desa itu sendiri juga memiliki aspek perpajakan, yang harus diselenggarakan sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Namun, mereka menyadari bahwa perubahan yang mereka inginkan tidak bisa dicapai sendirian. Oleh karena itu, Teguh dan Grace memutuskan untuk mengajak Pak Akmal sebagai tokoh masyarakat, Pak Simon sebagai pemuka agama, dan Pak Fatah selaku Kepala Desa Nusantara untuk bergabung dalam upaya mereka. Mereka membentuk sebuah koalisi yang kuat, dengan setiap anggota berkomitmen untuk memerangi korupsi demi Nusantara yang lebih baik.

Seiring berjalannya waktu, gerakan antikorupsi di desa Nusantara semakin meluas. Pemerintah kabupaten pun mulai melirik keberhasilan mereka, dan mengakui perlunya sinergi dan kolaborasi dari berbagai lapisan masyarakat untuk bersama-sama memberantas korupsi. Program-program antikorupsi yang efektif pun mulai diimplementasikan di tingkat kabupaten.

Ketika tiba Hari Antikorupsi Sedunia yang diselenggarakan di tingkat kabupaten, Nusantara memberikan contoh nyata bahwa sinergi masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta adalah kunci menuju desa  yang kuat  dan maju. Teguh, Grace, bersama para pejuang antikorupsi lainnya, merayakan keberhasilan mereka sambil berharap agar semangat ini terus berkobar di seluruh penjuru tanah air.

Akhir cerita membawa kesuksesan bagi Teguh sebagai seorang insinyur yang berhasil membangun Desa Nusantara. Puncak bahagia pun tiba, ketika Teguh dan Grace resmi menikah, dan mereka diberkahi dengan kehadiran dua anak kembar, Ridho dan Fasiha, yang tumbuh sehat dan gemoy. Ketakutan Grace terhadap pertumbuhan anak kerdil lantaran gizi buruk alias stunting atau tengkes di Nusantara kini tinggal masa lalu, berkat absennya korupsi dalam proses pembangunan serta penerapan pemerataan kesejahteraan di seluruh Nusantara.

Perjuangan dan kerjasama yang telah mereka bangun berdua berkembang pesat, menyatukan hati dan pikiran warga Desa Nusantara. Kini, masyarakat saling peduli dan berkolaborasi dalam pengawasan pembangunan di Nusantara, termasuk pengelolaan dana desa dan aspekperpajakannya. Transformasi ini tidak hanya berkat dedikasi Teguh dan Grace, tetapi juga karena semangat gotong royong yang tumbuh menjadi kekuatan bersama, membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh komunitas Desa Nusantara.

Melalui kisah kecil Desa Nusantara, kita belajar bahwa Indonesia maju bukan hanya tanggung jawab pemerintah melalui penerimaan perpajakan dan penyalurannya dengan belanja alokasi ke daerah, tetapi juga merupakan perjuangan bersama seluruh lapisan masyarakat. Sinergi dan kolaborasi dalam memerangi korupsi adalah fondasi kokoh menuju masa depan yang adil dan makmur bagi generasi mendatang.

Selamat Hari Antikorupsi Sedunia! Sinergi Berantas Korupsi, untuk Indonesia Maju.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.