Oleh: Muhammad Mustakim, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Ketika menyebut kata "odol", apa yang terbersit dalam pikiran kita? mayoritas dari kita mungkin akan menyebut bahwa odol itu adalah pasta gigi. Yang tidak banyak orang ketahui bahwasanya odol itu adalah sebuah "merek" dan bukan sebuah barang tertentu. Merek Odol diperkenalkan pada tahun 1892 oleh Karl August Lingner kemudian didaftarkan ke kantor merek dagang Jerman pada tahun 1895. Keadaan yang sama juga berpotensi terjadi ketika bertanya tentang Infocus (untuk proyektor elektronik), Aqua (untuk air minum kemasan), atau Honda (sepeda motor). Bisa jadi mayoritas dari kita utamanya orang tua yang berasal dari generasi X atau sebelumnya beranggapan bahwa itu adalah nama generik untuk sebuah barang tertentu, padahal sebuah merek.

Dalam ilmu manajemen strategik, kondisi ini merupakan salah satu indikator dari keberhasilan strategi keunggulan kompetitif. Istilah keunggulan kompetitif (competitive advantage) diperkenalkan oleh Michael Porter untuk sebuah keadaan di mana suatu organisasi melalui atribut dan sumber daya yang ada mampu memiliki kinerja dan level yang lebih tinggi dibanding organisasi sejenis lainnya. Menurut Porter, ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh keunggulan kompetitif yaitu:

  1. Cost advantage/price leadership, yaitu jika suatu organisasi dapat menyediakan produk/jasa dan pelayanan yang sama dengan kompetitornya namun dengan biaya yang lebih rendah.
  2. Differentiation, yaitu jika suatu organisasi dapat menyediakan produk/jasa yang lebih baik dan memiliki nilai lebih bagi konsumennya dibanding kompetitornya. Pada strategi ini, faktor harga bukanlah faktor utama tetapi juga disertai dengan kualitas, kebanggaan (pride), kemudahan, layanan purna jual, dan sebagainya.
  3. First mover, yaitu jika suatu organisasi dapat menjadi inisiator atau yang memperkenalkan suatu produk/jasa dan diterima luas oleh masyarakat. Kondisi inilah yang kita temui pada kejadian di awal cerita di atas.           

Pertanyaannya, apakah keunggulan kompetitif tersebut dapat diterapkan di DJP?

Pengembangan strategi keunggulan kompetitif pada awalnya memang ditujukan untuk organisasi bisnis. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi yang sangat ketat untuk dapat menjadi pemimpin pasar, sehingga setiap organisasi bisnis berlomba-lomba untuk menciptakan inovasi agar dapat bersaing dengan para kompetitornya. Hal ini tentu berbeda dengan organisasi publik/pemerintah (misalnya DJP) karena tidak adanya faktor kompetisi (kompetitor). Dapat dikatakan bahwa pada organisasi publik/pemerintah baik yang berkinerja baik maupun berkinerja kurang tidak akan menghadapi ancaman likuidasi/bangkrut, sesuatu yang menjadi "momok" bagi organisasi bisnis. Dengan demikian, pada organisasi publik/pemerintah jarang yang berupaya menemukan dan mengembangkan keunggulan kompetitifnya.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa dengan perkembangan zaman yang begitu pesat dan masif, setiap organisasi dituntut untuk dapat terus beradaptasi dan mengembangkan diri. Organisasi-organisasi tersebut secara langsung maupun tidak langsung berupaya mencari jati dirinya ditengah tuntutan adaptasi dan pengembangan diri tersebut. Salah satu hal yang dapat menjadi pembeda adalah bagaimana mereka dapat menggunakan pengetahuan yang ada dalam organisasi untuk keberlangsungan dan pengembangan organisasinya. Kesadaran atas pentingnya mengelola dan mengembangkan pengetahuan organisasi kemudian sangat berkembang menjelang pergantian milenium. Hal inilah yang mendasari berkembangnya teori knowledge management. Knowledge management (KM) didefinisikan sebagai serangkaian metode terkait dengan pembuatan, distribusi, penggunaan dan pengelolaan pengetahuan yang ada dalam organisasi. KM merupakan pendekatan multi-disiplin untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan pengetahuan terbaik organisasi. Dalam banyak literatur, dijelaskan bahwa KM merupakan strategi terbaik untuk mencapai keunggulan kompetitif organisasi di masa kini.

Salah satu contoh perusahaan yang sangat berhasil dalam implementasi KM adalah Toyota. Pengetahuan di Toyota dibedakan antara pengetahuan explicit dan pengetahuan tacit. Pengetahuan explicit berupa data, instruksi, dan prosedur yang dapat disalin dalam kata-kata dan angka-angka. Pengetahuan tacit adalah pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman, "tersimpan dalam kepala" para ahli, dan lebih sulit untuk dapat diajarkan kepada orang lain. Toyota berfokus untuk dapat menangkap pengetahuan tacit dengan membuat dan mengembangkan dokumen instruksi produksi yang terstandardisasi, meningkatkan keselamatan, dan menjamin kualitas produk. Ada tiga elemen penting dalam dokumen instruksi tersebut berupa langkah-langkah penting, poin-poin kunci, dan alasan-alasannya. Instruksi produksi tersebut kemudian dikenal luas dengan istilah "The Toyota Way" yang memang didesain untuk secara konsisten meningkatkan kinerja para karyawannya. The Toyota Way inilah yang menjadi keunggulan kompetitif Toyota dibanding para kompetitornya.

Pertanyaan selanjutnya, apakah knowledge management penting untuk diterapkan di DJP?

DJP merupakan organisasi yang sangat peduli terhadap pengembangan kapasitas para pegawainya, melalui pendidikan, pelatihan, bimbingan teknis, dan sebagainya. Manajemen pengetahuan juga sangat diperhatikan, terbukti dengan DJP telah menyediakan layanan tax knowledge base serta materi pengetahuan bagi para pegawainya. Melihat skala organisasi DJP yang begitu besar dan tekad untuk menjadi organisasi yang agile, maka pengembangan sumber daya manusia adalah salah satu prioritas utama. Dengan ratusan jumlah satuan kerja dan puluhan ribu pegawai yang tersebar di seluruh Indonesia, maka KM dapat memberikan beberapa manfaat di antaranya:

  1. memberi akses atas pengetahuan (utamanya pengetahuan tacit) berupa best practicelesson learnedproblem solvingknow how, dan sebagainya kepada seluruh pegawai sehingga dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan yang dihadapi;
  2. mengidentifikasi dan mengumpulkan para ahli untuk pengetahuan teknis tertentu (expert locator) sehingga memudahkan dalam pembuatan dan pengembangan pengetahuan teknis tersebut;
  3. secara alamiah akan membantu pembentukan komunitas-komunitas pengetahuan (community of practice) dalam organisasi yang secara tidak langsung akan membantu pegawai menemukan passion-nya;
  4. mampu menjadi counter strategy atas berkembangnya tax knowledge market yang memberi akses pengetahuan perpajakan kepada pihak eksternal DJP (jangan sampai pihak eksternal DJP "lebih pintar pajak" dibanding orang DJP sendiri).

Karena itu, pengembangan proses bisnis knowledge management perlu menjadi perhatian dan menjadi bagian dari manajemen perubahan DJP. Reformasi proses bisnis dalam mengelola pengetahuan tentu harus kita apresiasi dan dukung. Apabila berhasil dilakukan, maka DJP dapat menemukan keunggulan kompetitifnya sebagai suatu organisasi yang agile, di antaranya:

  1. penghematan anggaran perjalanan dinas dan anggaran pelatihan karena pengetahuan dan bahan ajar yang sudah tersentralisasi (cost advantage);
  2. berbeda dengan organisasi publik lainnya karena sifatnya yang human-centric yang mampu merespon dan beradaptasi dengan terhadap perubahan lingkungan dan masyarakat dengan fokus kepada kepuasan para Wajib Pajak melalui layanan yang berkualitas (differentiation);
  3. akan dikenal sebagai organisasi publik pertama yang mengenalkan dan mengembangkan KM (first mover).

Pada akhirnya pengetahuan-pengetahuan tersebut diharapkan akan menjelma menjadi adiwidia yang bermanfaat bagi seluruh pegawai dan organisasi DJP. Sebagaimana sebuah adagium terkenal "knowledge is power", maka pengembangan proses bisnis knowledge management dapat menjadikan DJP sebagai organisasi yang unggul dan disegani.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.