Ketika Rambut Sudah Beruban, Apakah Masih Harus Bayar Pajak ?

Oleh: Mohamad Arif Prasaja, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Siapa yang tidak khawatir jika rambut tumbuh uban? Apalagi terjadi di saat usia muda. Di masyarakat, umumnya rambut beruban selalu diidentikan dengan usia tua, di mana ketika rambut seseorang sudah memutih, maka orang tersebut akan dianggap sudah berusia matang, namun fakta di lapangan ternyata sering ditemukan bahwa banyak orang yang masih muda, namun rambutnya sudah mulai memutih. Lalu bagaimana dengan tinjauan medisnya?
Ternyata rambut beruban tidak selalu berhubungan dengan usia tua, ada penyebab-penyebab lainnya yang bisa mengakibatkan warna rambut memutih, sebagaimana dikutip dari situs Halodoc, dijelaskan bahwa selain bertambahnya usia, penyebab rambut menjadi beruban antara lain:
- Stres
- Faktor Genetik
- Kekurangan Vitamin
- Kebiasaan Merokok
- Gangguan Tiroid
Berdasarkan penjelasan tersebut, bisa dipahami bahwa rambut beruban tidak selalu identik dengan usia seseorang karena bertambahnya usia bukan satu-satunya penyebab rambut beruban.
Syarat menjadi Wajib Pajak
Begitu pula dengan pajak. Kewajiban membayar pajak tidak berkaitan dengan usia, namun sesuai dengan kondisi subjek dan objek pajaknya. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Berbicara mengenai orang pribadi, kewajiban pajak subjektif muncul saat orang tersebut dilahirkan di Indonesia. Kemudian, akan muncul pertanyaan, apakah bayi yang baru lahir sudah wajib bayar pajak? Tentu tidak, karena masih ada satu kondisi lagi yang harus dilihat, yaitu kondisi objektif.
Kondisi objektif yang dimaksud adalah ada tidaknya penghasilan yang diterima oleh orang pribadi tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam UU PPh jo. UU HPP, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Dalam hal ini, besarnya penghasilan pun juga masih ada batasannya lagi, yaitu Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) , di mana nilai penghasilan tidak kena pajak yang ditetapkan saat ini adalah Rp54.000.000,00 untuk wajib pajak orang pribadi dan ada tambahan lagi jika orang pribadi itu sudah menikah dan/atau memiliki tanggungan.
Jadi munculnya kewajiban orang pribadi untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah ketika orang pribadi tersebut telah memiliki penghasilan yang sudah melebihi PTKP.
NIK = NPWP
Pemahaman akan hal tersebut di atas, seharusnya bisa memupus kekhawatiran di masyarakat mengenai Nomor Induk Kependudukan (NIK) akan dijadikan sebagai NPWP , karena tidak semua yang memiliki NIK akan otomatis menjadi Wajib Pajak , tetap akan mengacu pada ketentuan mengenai persyaratan Subjektif dan Objektif untuk didaftarkan menjadi Wajib Pajak.
Masih khawatir mengenai NIK menjadi NPWP? Tidak perlu, dong.
Nah bagi yang saat ini sudah memiliki NPWP , silakan untuk memastikan validitas NIK-nya di laman djponline , login kemudian masuk ke profil dan cek validitas datanya, jika masih belum valid maka segera lakukan pemutakhiran data agar data NIK menjadi Valid dan nantinya siap digunakan sebagai NPWP.
Penggunaan NIK sebagai NPWP merupakan langkah untuk mewujudkan administrasi perpajakan yang efektif dan efisien, tidak mengubah ketentuan perpajakan yang telah diatur sebelumnya. Oleh karena itu, kekhawatiran akan penggunaan NIK sebagai NPWP merupakan hal yang tidak berdasar.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 81 kali dilihat