Kenali Aspek Pajak Partai Politik, Jangan Kenal Calonnya Aja!

Oleh: Ayodhya Agti Firdausa, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Indonesia akan kembali menggelar pesta demokrasi lima tahunan pada 2024 dalam tajuk Pemilihan Umum (Pemilu). Dilansir dari BBC News, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, memiliki jumlah pemilih diperkirakan mencapai 74% dari total populasi Indonesia.
Sejak akhir November 2023, kampanye telah digencarkan oleh para partai politik selaku peserta Pemilu 2024. Tentunya, kampanye bertujuan untuk memperkenalkan segenap pasangan calon presiden-wakil presiden beserta calon legislatif yang maju dalam Pemilu 2024. Dan tentu saja sejumlah program demi Indonesia tercinta. Tapi, jangan cuma kenal dengan calonnya aja! Mari kita kenali juga aspek pajak dari partai politik.
Kacamata Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol), partai politik merupakan organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Merujuk pada definisi tersebut, partai politik merupakan salah satu bentuk perkumpulan orang-orang yang memiliki kesatuan dengan tujuan tertentu dan termasuk termasuk ke dalam definisi badan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Ciptaker). Oleh karena itu, partai politik ditetapkan sebagai subjek pajak badan dan memiliki kewajiban melaksanakan aspek perpajakan badan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengeluarkan penegasan terkait perlakuan perpajakan bagi partai politik melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ.42/1999. Dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa partai politik merupakan subjek pajak yang terkena PPh apabila memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian, partai politik memiliki kewajiban perpajakan sebagai entitas hukum yang terpisah dari pengurusnya.
Partai politik wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukannya. Lebih lanjut, partai politik juga memiliki kewajiban menghitung, menyetor, serta melaporkan pajak terutang (lapor Surat Pemberitahuan atau SPT), serta menjadi pemotong pajak.
PPh Badan
Sebagai subjek pajak badan, partai politik wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai ketentuan yang diatur dalam UU PPh jo. UU Ciptaker. Perlu diketahui bahwa sumber keuangan partai politik berasal dari iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum, dan bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD). Pembukuan dapat menjadi dasar partai politik untuk menghitung penghasilan kena pajaknya dalam rangka melaporkan SPT Tahunan.
Pada dasarnya, tarif PPh badan adalah 22% yang kemudian dikalikan dengan penghasilan kena pajak. Namun, berdasarkan Pasal 31E UU PPh jo. UU Ciptaker, terdapat fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif PPh badan yang berlaku untuk wajib pajak badan yang memiliki peredaran bruto setahun maksimal Rp50 miliar. Tarif tersebut dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar.
Pemotong Pajak
Dalam melaksanakan kegiatannya, tentunya partai politik melakukan berbagai transaksi pembayaran baik membayar gaji pegawai maupun pembelian barang dan jasa. Atas pemberian penghasilan kepada pegawai, baik berupa gaji, honorarium, tunjangan, dan lainnya sebagai imbalan yang diterima atas pekerjaan, jasa yang diberikan, ataupun pelaksanaan suatu kegiatan, partai politik wajib memotong PPh 21. Metode pemotongan PPh 21 disesuaikan dengan status kepegawaian anggota partai politik yang menerima penghasilan, yaitu pegawai tetap dan pegawai tidak tetap, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Selanjutnya, partai politik juga wajib memotong PPh 23 ketika melakukan pembayaran atas jasa (kecuali yang telah dipotong PPh 21) dan sewa selain sewa tanah dan bangunan. Tarif yang adalah sebesar 2% jika memiliki NPWP dan 4% jika tidak memiliki NPWP (100% lebih tinggi). Sedangkan jika partai politik melakukan pembayaran atas sewa tanah dan/atau bangunan maupun pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pajak yang dipotong adalah PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final. Untuk sewa tanah dan/atau bangunan, tarif pajaknya adalah 10%. Sedangkan untuk pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tarifnya adalah 1%.
Lebih lanjut, tak menutup kemungkinan juga bahwa partai politik mengadakan kegiatan yang menyediahkan hadiah undian untuk pesertanya. Atas pemberiah hadiah undian ini, partai politik wajib memotong PPh Final dengan tarif sebesar 25%.
Patuh Pajak, Patuh Rakyat
Pemilu yang akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024 akan menjadi hajat demokrasi akbar yang penting bagi Indonesia. Dengan memahami aspek pajak dari partai politik, #KawanPajak dapat memastikan bahwa pilihannya jatuh kepada partai politik yang patuh menjalankan kewajiban pajaknya. Jika aturan perpajakan saja dilanggar, bagaimana dengan amanah dari rakyat?
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja. Sehubungan dengan kewajiban netralitas ASN dalam Pemilu, artikel ini tidak dimaksudkan untuk mendukung/mendiskreditkan kandidat siapa pun.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 277 kali dilihat