Kemudahan Restitusi: Dari 12 Bulan Menjadi 15 Hari

Oleh: Hudyoro Indreswara, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Sejak 9 Mei 2023, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia telah menggulirkan kebijakan baru yang membawa angin segar bagi wajib pajak orang pribadi. Kebijakan tersebut, yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5/PJ/2023 tentang Percepatan Pengembalian Kelebihan Pajak, memberikan kemudahan signifikan terkait proses restitusi pajak, dari yang sebelumnya memakan waktu hingga 12 bulan menjadi hanya 15 hari kerja. Langkah revolusioner ini, yang dikhususkan untuk wajib pajak orang pribadi yang mengajukan restitusi pajak penghasilan (PPh) dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100 juta, sesuai Pasal 17B dan 17D Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Hal ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kepastian hukum dan keadilan, tetapi juga memberikan dorongan positif terhadap cash flow para Wajib Pajak.
Sebelumnya, proses restitusi bagi wajib pajak orang pribadi berdasarkan Pasal 17B UU KUP jo. UU HPP memakan waktu yang cukup lama melalui pemeriksaan, yang bisa mencapai 12 bulan. Namun, dengan perubahan kebijakan ini, DJP berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang lebih sederhana, mudah, dan cepat. Langkah ini diambil untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan mempercepat proses restitusi, yang pada akhirnya akan membantu cashflow para wajib pajak.
Peraturan ini penting dalam memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan bagi para Wajib Pajak. Langkah-langkah ini diharapkan dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mempercepat pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Pengembalian yang lebih cepat akan memberikan wajib pajak likuiditas tambahan yang dapat digunakan untuk investasi atau kebutuhan bisnis lainnya, yang pada gilirannya dapat memberikan dorongan bagi perekonomian nasional.
Penting untuk dicatat bahwa kemudahan ini tidak hanya sebatas pemangkasan waktu proses restitusi. DJP juga melakukan transformasi dalam cara pemeriksaan dilakukan, dengan fokus pada pendekatan less intervention dan less face to face antara petugas pajak dan Wajib Pajak. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan menghindari potensi penyalahgunaan kewenangan. Transformasi ini mencerminkan komitmen DJP dalam meningkatkan kualitas layanan, memberikan rasa keadilan, dan membangun kepercayaan antara pihak pajak dan pihak otoritas perpajakan.
Ihwal Sanksi Administratif
Pentingnya proses restitusi yang lebih cepat juga terlihat dari perspektif sanksi administratif. Sebelumnya, wajib pajak orang pribadi yang telah menerima pengembalian pendahuluan dan kemudian ditemukan kekurangan pembayaran pajak dapat dikenakan sanksi kenaikan sebesar 100%. Namun, perubahan aturan ini memberikan relaksasi yang signifikan. Sanksi administratif yang sebelumnya mencapai 100% kini dikurangi menjadi sanksi sesuai Pasal 13 ayat (2) UU KUP jo. UU HPP, di mana sanksi per bulannya didasarkan pada suku bunga acuan ditambah uplift factor 20% untuk paling lama 24 bulan.
Langkah ini dilakukan untuk memberikan keseimbangan antara memberikan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan dan memberikan kelonggaran bagi wajib pajak yang mungkin mengalami kesalahan pembayaran. Dengan demikian, sanksi yang diberikan menjadi lebih proporsional, memberikan ruang bagi perbaikan dan pemulihan keuangan tanpa memberatkan terlalu berat.
Perlu kita apresiasi langkah DJP, yang tidak hanya mempercepat proses restitusi, tetapi juga melakukan revolusi dalam pendekatan sanksi administratif. Sanksi yang lebih rendah memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk belajar dari kesalahan mereka tanpa harus merasakan beban yang terlalu berat. Langkah ini sejalan dengan semangat pembangunan yang inklusif, di mana pemerintah berusaha memberikan dukungan dan insentif bagi para pelaku usaha, terutama di tengah tantangan ekonomi global.
Selain itu, relaksasi sanksi administratif ini juga memberikan sinyal positif terkait pendekatan pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP. Fokus pada less intervention dan less face to face merupakan inisiatif yang sangat positif, karena tidak hanya meningkatkan efisiensi pemeriksaan, tetapi juga membuka pintu bagi hubungan yang lebih baik antara wajib pajak dan petugas pajak. Akuntabilitas yang ditingkatkan juga akan memberikan dampak positif dalam mencegah potensi penyalahgunaan kewenangan dan memperkuat integritas sistem perpajakan.
Komitmen DJP
Penting untuk diingat bahwa perubahan ini tidak hanya berdampak pada wajib pajak, tetapi juga pada sistem perpajakan secara keseluruhan. Percepatan proses restitusi dan relaksasi sanksi administratif menunjukkan bahwa DJP berkomitmen untuk terus beradaptasi dengan kebutuhan dan dinamika ekonomi. Ini adalah langkah positif dalam membangun lingkungan perpajakan yang kondusif untuk pertumbuhan ekonomi dan memberikan kepastian kepada para pelaku usaha.
Di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi, reformasi di sektor perpajakan menjadi semakin penting. Langkah-langkah yang diambil oleh DJP tidak hanya mencerminkan respons terhadap kebutuhan waktu, tetapi juga sebagai upaya untuk menjaga daya saing dan ketertiban dalam sistem perpajakan. Dengan memberikan kemudahan, keadilan, dan keterbukaan, DJP dapat membuka pintu bagi investasi, meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan menciptakan lingkungan bisnis yang berkelanjutan.
Sebagai penutup, perubahan positif yang diterapkan oleh DJP dalam hal restitusi pajak adalah langkah yang layak diapresiasi. Transformasi ini bukan hanya tentang mengurangi beban administratif, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan bisnis yang lebih kondusif dan berdaya saing. Kecepatan, keadilan, dan akuntabilitas yang diperjuangkan oleh DJP dapat menjadi pemicu bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Semoga langkah-langkah progresif ini dapat menjadi contoh bagi sektor publik lainnya untuk terus berinovasi demi kemajuan bersama.
Dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mendukung pertumbuhan ekonomi, penting bagi kita semua untuk memahami dan mendukung kebijakan restitusi pajak dipercepat. Dengan memberikan dukungan terhadap proses restitusi yang lebih efisien, kita dapat mendorong investasi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, mari bersama-sama menjadikan restitusi pajak sebagai instrumen yang lebih efektif dalam memberikan manfaat positif bagi perekonomian kita. Baik pemerintah, wajib pajak, dan seluruh elemen masyarakat dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi percepatan proses restitusi pajak. Dengan demikian, kita dapat bersama-sama meraih kemajuan ekonomi yang berkelanjutan dan memberikan dampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 815 kali dilihat