Oleh: Rifky Bagas Nugrahanto, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Senang rasanya melihat bahwa publikasi pemerintahan sekarang ini sudah dekat dengan masyarakat. Menghadirkan diri di tengah-tengah lapisan masyarakat, dan tidak terhalang, karena teknologi semakin mendukung keberadaannya. Seperti keberadaan publikasi perpajakan yang sangat variatif di segala media cetak maupun elektronik. Media sosial yang semakin berkembang pesat menjadi sarana bertukar informasi yang sangat cepat. Masyarakat setidaknya mulai dimanjakan dengan segala kemudahan-kemudahan yang disediakan. 

Komunikasi yang menjadi kata kunci dalam memahami sebuah berita terbaru, permasalahan, hingga kebijakan-kebijakan pemerintah sekalipun, terkadang menunjukkan penerimaan dengan cara positif. Namun terkadang pula, timbal balik secara negatif yang terbalut dengan penolakan yang kurang memperlihatkan adat kesopanan budaya timur, sering terlihat dan hal itu sebenarnya tidak perlu ada. Hal ini terlihat dari berapa tanggapan netizen (yaitu istilah pengguna media sosial) di akun twitter milik Ditjen Pajak RI, yang dirasa kurang mempresentasikan etika budaya timur kita. Sangat disayangkan, beberapa penggunaan kata yang kurang bijak untuk diaplikasikan. Namun sebagai kanal media sosial birokrasi pemerintah, jawaban atas tanggapan tersebut tetap konsisten disampaikan sopan dan informatif oleh admin. Seakan semua itu adalah ujian kesabaran bagi para admin media sosial tersebut.

Memahami jenis penolakan itu mungkin bisa disebabkan karena ketidakpahaman maupun keengganan untuk memahami. Enggan karena mungkin belum mempercayai, belum mempercayai mungkin bisa disebabkan karena luka ataupun alasan yang yang benar-benar kuat hingga tidak akan mau untuk mempercayainya. Namun, sejatinya pemerintah dalam hal ini otoritas perpajakan sudah memulai dan sudah bergerak jauh sekali untuk melakukan pembenahan. Menjadi lebih dekat, dan semakin mengedukasi. 

Beberapa hal yang diimplentasikan yaitu dengan berfokus pada kedua sisi, sisi keadilan yaitu dengan penegakan hukum dan sisi kepedulian dengan mendorong kepatuhan sukarela. Ditjen Pajak terlihat sudah menyadari pentingnya kesadaran perpajakan yang perlu selalu dibangun sebagai penanaman kecintaan terhadap negara Indonesia. Banyak program seperti sadar pajak, business development service, kerjasama dengan para pemangku kepentingan, hingga bermacam-macam kegiatan yang dipublikasikan secara besar-besaran sehingga gaungnya terdengar di seluruh Indonesia bahkan dunia.

Bahkan mengenai beberapa kebijakan, seperti yang baru hangat-hangatnya mengenai sinergi dalam pelaksanaan tugas perpajakan dan keimigrasian. Antara Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Imigrasi melakukan penanda tanganan perjanjian kerja sama, yang melingkupi;

  1. Pertukaran data dan/atau informasi ;
  2. Kegiatan Intelijen bersama terhadap wajib pajak, penanggung pajak, dan/atau orang asing;
  3. Kerja sama dalam rangka pengawasan dan upaya penegakan hukum pidana dan/atau administrasi dalam lingkup tugas dan fungsi; dan
  4. Pelatihan dan penyuluhan di bidang perpajakan dan keimigrasian yang diperlukan.

Kerja sama ini merupakan awal yang baik, dengan membuktikan adanya bentuk sinergi yang mulai dibangun dan semata-mata bertujuan untuk kepentingan negara. Dan kita masih menunggu kelanjutannya, mengenai peraturan-peraturan teknis yang terkait dan mengatur bentuk perjanjian ini. Sehingga masyarakat luas dapat segera memahami tanpa harus membuat interpretasi yang dapat membuat keresahan,  lewat media-media bersahabat yang telah disediakan Ditjen Pajak maupun Ditjen Imigrasi. Dan semoga dari kejelasan ini, informasi yang dibagikan dapat memunculkan sisi penerimaan yang positif dari masyarakat sebagai pengguna media sosial yang bijak.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.