Oleh: Didik Musthafa, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Bagaimana? #KawanPajak sudah mencicipi jajanan lebaran dan oleh-oleh mudik apa saja? Kalau saya sih sudah cukup kenyang menjajakan perut saya, he-he. Momen mudik Lebaran juga tidak lepas dari membawa oleh-oleh. Berbagai macam buah tangan tersebut diproduksi oleh para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di berbagai daerah di Indonesia.

Tahukah Kawan Pajak, UMKM adalah salah satu penopang perekonomian negara kita, yang kontribusinya sangat besar. UMKM mampu menyerap 97 persen dari total angkatan kerja dan mampu menghimpun hingga 60,4 persen dari total investasi di Indonesia. Perekonomian Indonesia telah menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya setelah melewati masa yang sulit saat berjuang melawan pandemi Covid-19. Bisa jadi saat inilah UMKM di Indonesia mulai bangkit.

UMKM sendiri adalah usaha produktif yang dikelola oleh badan usaha atau perorangan yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam setahun.

Saya adalah seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berkesempatan bertugas memberikan edukasi dan layanan langsung kepada masyarakat. Bicara soal UMKM, mengingatkan saya ketika dulu melayani seorang ibu yang merupakan pelaku UMKM konsultasi pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).

Si Ibu bercerita bahwa ia ingin melaporkan pajak, hanya saja tidak tahu cara melaporkannya dan meminta dibantu cara menghitung pajak dan pelaporannya. Saya menjelaskan bahwa untuk UMKM, pada dasarnya ada dua pilihan perhitungan yaitu menggunakan perhitungan tarif normal pajak penghasilan (PPh) Pasal 17 atau menggunakan perhitungan PPh Final UMKM dengan tarif 0,5%. Pasal 17 yang dimaksud, merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Ciptaker).

Untuk PPh Final UMKM ini, melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55/2022), pemerintah telah memberikan fasilitas khusus wajib pajak orang pribadi dengan omzet hingga Rp500 juta dalam setahun tidak dikenakan PPh. Apabila omzet telah melebihi Rp500 juta maka tarif PPh final yang dikenakan adalah 0,5% dari omzet yang diperoleh setelah dikurangi dengan Rp500 juta dan ketentuan ini berlaku selama tujuh tahun sejak wajib pajak terdaftar. Dengan catatan, selama omzet tersebut masih sampai dengan Rp4,8 miliar dalam setahun.

PPh Final Terutang dilunasi dengan cara disetor sendiri oleh wajib pajak UMKM atau dipotong/dipungut oleh pemotong/pemungut PPh bila bertransaksi dengan rekanan pemotong/pemungut PPh.

Merujuk pada Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan Kewajiban Pelaporan Usaha untuk Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PMK 164/2023), dijelaskan bahwa PPh Final UMKM harus disetorkan maksimal tanggal 15 pada bulan berikutnya setelah akhir masa pajak. Sementara itu, untuk PPh Final yang dipotong/dipungut, wajib pajak tersebut harus menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Unifikasi maksimal 20 hari setelah akhir masa pajak. Pada Pasal 7 ayat (4) dijelaskan bahwa wajib pajak UMKM dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi jika memenuhi beberapa kondisi, seperti:

  1. Tidak memiliki penghasilan dari usaha
  2. Hanya melakukan transaksi pemotongan/pemungutan PPh
  3. Omzet secara kumulatif tidak melebihi Rp500 juta sejak masa pajak pertama

Selanjutnya Pasal 7 ayat (5) mengatur bahwa wajib pajak yang telah melakukan penyetoran PPh Final dan telah mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud sesuai dengan tanggal validasi nomor transaksi penerimaan negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.

Para UMKM bukannya tidak mau membayar pajak, hanya saja sebagian besar tidak mengetahui bagaimana cara menghitung dan membayar pajak dan Kantor Pelayanan Pajak adalah sahabat sekaligus mitra UMKM dalam hal membantu literasi perpajakan bagi UMKM. Direktorat Jenderal Pajak selalu terus menggencarkan edukasi perpajakan kepada masyarakat Indonesia dan UMKM, terutama terkait perpajakan yang terkait dengan Pajak Penghasilan Final UMKM. Dengan demikian, diharapkan para pelaku UMKM, termasuk pengusaha oleh-oleh, lebih mudah dan lebih tertib dalam memenuhi kewajiban dan melaksanakan hak perpajakan mereka.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.