Hegemoni Angka 15

Oleh: Ahmad Dahlan, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Dalam banyak kesempatan pada saat berkumpul, saya sering menampilkan kebisaan saya, yakni sulap. Ada beberapa trik sulap yang saya mainkan, antara lain membengkokkan sendok dan permainan angka. Bukan dalam rangka show of force, tetapi lebih sebagai pencair suasana. Pada acara lokakarya penulisan artikel reformasi perpajakan kemarin, saya juga menampilkan sulap, kali itu berupa permainan angka.
Kepada para peserta lokakarya, saya menginstruksikan melalui layar in focus untuk memilih sebuah angka favorit. Angka yang mereka pilih masing-masing itu tidak saya diketahui, bahkan saya menyuruh untuk merahasiakan dari teman sebelahnya. "Angka itu nanti akan mengungkapkan tentang jati diri Anda," begitu saya beralasan. Dari angka rahasia itu, saya mengintruksikan untuk dikali, dibagi dan ditambahkan dengan angka sesuai keinginan saya.
Hasil akhir dari pengopersian angka itu, sesuai dengan instruksi, dicocokkan dengan nomor urutan nama-nama tokok dunia. Nomor urut yang cocok dengan angka hasil akhir itu, berarti tokoh itulah yang menjadi idola. Lalu secara perlahan muncul di layar monitor nama-nama tokoh, mulai dari Agnes Monica, Christiano Ronaldo, Tom Cruise, dan lain-lain. Dan pada nomor urut 15 muncul nama Ahmad Dahlan, nama saya. Seluruh peserta kemudian bersorak dan bertepuk tangan. Rupanya dari perhitungan angka tadi, seluruh peserta menghasilkan angka akhir yang sama, yaitu angka 15. Itu artinya seluruh peserta (seolah-olah) mengidolakan saya.
Tentu saja ini merupakan rekayasa belaka. Saya telah menipu mereka. Tetapi mereka tampak senang, alih-laih kesal lalu memarahi saya. Ini adalah sebuah seni berkomunikasi. Suasana ruangan yang tadinya tegang karena disuruh berfikir tentang reformasi perpajakan, berubah menjadi suasana yang penuh tawa. Pun saya sebagai penyampai instruksi, mendapat apresiasi karena telah mencairkan suasana.
Sekarang kita bicara pajak
Di negara mana pun, awalnya pajak adalah sesuatu yang menakutkan. Banyak orang berusaha untuk menghindari, bayar sekecil mungkin, atau kalau perlu tidak membayar sama sekali. Tambah menakutkan lagi, apabila dalam berbicara ke publik, Ditjen Pajak selalu dengan bahasa force dan domination. Bahasa-bahasa semacam itu makin menambah alergi masyarakat terhadap pajak. Maka diperlukan bahasa yang komunikatif. Ya seperti permainan angka 15 tadi. Bukan dalam konteks menipunya, tapi bagaimana mengubah sesuatu yang menyebalkan menjadi menyenangkannya itu.
Tindakan komunikatif merupakan tindakan antar subjektif, bukan antara subjek dan objek. Tindakan kumunikatif akan menghegemoni pihak lain. Hegemoni adalah suatau keadaan dimana kita secara suka rela mendapat persetujuan moral dari pihak lain. Hegemoni juga berarti membangun relasi atau hubungan baik, antara penguasa dan rakyatnya, petugas pajak dengan wajib pajak, bahkan antar negara dengan negara lain.
Pajak akan menghegemoni penguasa dan rakyatnya, apabila pengenaannya sesuai dengan kemampuan rakyatnya. Lalu, apabila hasil dari pajak benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat, ini juga susuatu yang hegemonik. Tarif PPh Final 0.5% merupakan salah satu produk reformasi perpajakan saat ini yang menghemoni penguasa dengan rakyat, utamanya masyarakat UMKM.
Hubungan baik antara petugas pajak dan wajib pajak akan tercipta misalnya, pelayanan yang memudahkan wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya, AR yang mempu mengedukasi wajib pajak, restitusi yang dipermudah dan lain-lain. Pemeriksa pajak akan menghegemoni wajib pajak dalam hal temuan hasil pemeriksaan selalu dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menyadarkan wajib pajak akan kesalahannya sebagai bahan mengantisipasi ke depannya. Program e-Taxpayer Account, yang akan menjadikan pajak lebih friendly bagi masyarakat adalah salah satu produk reformasi perpajakan yang sebentar lagi bakal diluncurkan. Relaksasi restitusi atau restitusi pajak yang dipermudah juga merupakan produk reformasi saat ini. Baik e-Taxpayer Account dan relaksasi restitusi merupakan produk reformasi perpajakan yang akan menghegemoni wajib pajak.
Relasi antara negara dengan negara lain tercipta melalui perjanjian-perjanjian perpajakan, baik perjanjian bilateral maupun multilateral. Perjanjian bilateral di bidang perpajakan adalah tax treaty atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Exchange of Information merupakan perjanjian multilateral di bidang perpajakan. Sekarang kita sudah memasuki era Automatic Exchange of Information, yang juga merupakan salah satu bahasan dalam reformasi perpajakan kita saaat ini, yang diharapkan mampu menciptakan hegemoni antar negara, artinya setiap negara akan dengan suka rela memberikan informasi perpajakannya.
Menjadikan pajak yang hegemonik merupakan tugas kita bersama, bukan hanya kewajiban pemerintah dalam hal ini Ditjen Pajak saja. DPR sebagai pembuat regulasi diharapkan mampu menciptakan undang-undang perpajakan yang sesuai perkembangan zaman. Kita sedang menunggu undang-undang KUP yang baru, yang sekarang sedang dibahas di Parlemen, mudah-mudahan mampu menciptakan hegemoni bagi semua pihak. Lembaga Kehakiman sebagai penegak hukum, juga diperlukan perannya agar pajak menjadi hegemonik.
Reformasi perpajakan kali ini diharapkan mampu mengubah mindset tentang pajak, dari sesuatu yang menakutkan menjadi menyenangkan. Seperti halnya judul tulisan ini, awalnya saya sendiri membaca kata "hegemoni" adalah sesuatu yang di ewang-awang, tidak paham maknanya. Tetapi mudah-mudahan dengan pembahasan dengan cara sederhana ini mampu memahamkan pembacanya. Maka, mari kita songsong reformasi perpajakan ini. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 392 kali dilihat