Harapan dan Tantangan Peran AI dalam Memberikan Pelayanan Perpajakan
![](/sites/default/files/styles/max_650x650/public/2023-10/3.3.1.jpg?itok=dsA3iY9W)
Oleh: Dan Nembesa Ginting, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Berdasarkan hasil riset Google Temasek dan Bain & Company, terungkap bahwa nilai ekonomi digital Indonesia mencapai 77 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2022 atau tumbuh 22% (yoy). Diperkirakan juga akan meningkat hampir dua kali lipat menjadi 130 miliar dolar AS pada tahun 2025. Tidak sampai disitu, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerard Plate menyerukan pertumbuhan ekonomi digital bisa mencapai 315,5 miliar dolar AS pada tahun 2030. Hal ini mencatat pertumbuhan ekonomi digital yang masif dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meningkatkan potensi penerimaan pajak. Namun, pertumbuhan ekonomi digital juga dapat meningkatkan potensi shadow economy yang membawa tantangan tersendiri bagi Direktur Jenderal Pajak (DJP). Hal ini lantaran stagnannya basis perpajakan dan semakin variatifnya penghasilan belum terdeteksi oleh DJP.
DJP telah memberlakukan sistem self-sssessment (SSA) dalam administrasi perpajakan sejak tahun 1983. Namun sistem ini dikhawatirkan akan menghambat DJP dalam meningkatkan penerimaan negara jika DJP tidak menyertakan kebijakan pendukung yang selalu mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu, DJP harus menciptakan sistem teknologi terbarukan untuk memberi pelayanan dan pengawasan kepada wajib pajak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengimplementasikan penggunaan artificial intelligence (AI). AI merupakan kecerdasan buatan yang dapat membantu fiskus dalam memberikan pelayanan dan pengawasan yang cepat, tepat, dan efisien. Berikut merupakan fitur-fitur AI yang mungkin bisa direalisasikan.
Pertama, AI dapat digunakan untuk membantu penghitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh). DJP dapat membuat database peraturan ter-update sebagai bahan materi AI dalam melakukan penghitungan. Selain itu, AI juga wajib diberikan akses terkait data bukti potong pungut, transaksi, dan informasi keuangan wajib pajak sebagai data mentah untuk menghitung jumlah pajak terutang. Dengan adanya fitur ini, wajib pajak dapat diberi saran oleh AI terkait metode penghitungan pajak yang tepat, pilihan tax planning yang sesuai, dasar hukum yang relevan, dan penawaran insentif pajak yang menguntungkan. Selain penghitungan, AI juga dapat membantu pelaporan SPT Tahunan secara otomatis. Pelaporan ini terinput by system atas penghitungan dan penyetoran yang sudah dilakukan sebelumnya.
Kedua, wajib pajak dapat mengakses seluruh informasi terkait kewajiban perpajakannya dalam satu aplikasi. Informasi tersebut dapat berupa data bukti potong pungut, transaksi, faktur pajak, persentase kepatuhan, dan informasi terupdate seputar ekonomi dan perpajakan. AI dapat mendukung aplikasi dengan penambahan fitur openchat 24 jam sehingga wajib pajak dapat bebas bertanya mengenai kewajiban perpajakannya. Hal ini menjadikan wajib pajak mendapat pelayanan tanpa adanya batasan jam kerja pegawai. AI juga dapat menjadi asisten wajib pajak dalam mengurus kewajiban perpajakannya. Contoh hal yang dapat dilakukan AI adalah memberi notifikasi terkait telah dipotong/pungutnya suatu penghasilan, pengingat melaporkan SPT, adanya surat teguran/paksa, undangan untuk mengikuti pembahasan akhir, adanya peraturan/insentif terbaru dan sebagainya. Hal ini tidak hanya mempercepat proses administrasi perpajakan, namun juga dapat menghemat biaya operasional DJP.
Ketiga, AI dapat membantu DJP menyinkronisasi seluruh kegiatan administrasi perpajakan yang berhubungan dengan wajib pajak. Contohnya adalah sinkronisasi kegiatan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pemotongan PPh Pasal 23 antar-wajib pajak. Hal ini dapat menjadi alarm pengingat kepada wajib pajak dalam menghitung dan melaporkan kewajiban perpajakannya. Selain itu, AI juga dapat mengoreksi penetapan PPN yang terutang, tidak dipungut, dibebaskan, atau mendapat insentif lainnya dengan dasar hukum yang berlaku dan fakta kejadian di lapangan.
Keempat, DJP dapat meningkatkan pengawasan dengan meminta otorisasi terkait penghitungan pajak dan sinkronisasi data kepada penyedia platform ekonomi digital. Contoh nyatanya adalah meminta otorisasi kepada e-commerce untuk melakukan penghitungan PPh dan PPN secara terotomasi dengan menggunakan AI. Tentu tata cara penghitungan pajak harus berdasar pada asas keadilan dan kepastian hukum. Hal ini dapat menjaring sebagian potensial loss akibat adanya shadow economy. Selain pengamanan penerimaan negara, langkah ini juga dapat menambah sumber informasi data pemicu dan data penguji atas sinkronisasi data tersebut. Di sisi lain, pemberian otorisasi tersebut juga dapat memudahkan wajib pajak. Wajib pajak tidak perlu repot untuk menghitung omzet dan pajak terutang atas penjualan di platform. Selain itu, otomatisnya pelaporan SPT terkait pajak ini membuat wajib pajak hanya mengaudit dan mengajukan usul pembetulan jika merasa administrasi perpajakan yang telah dikerjakan AI tidak sesuai. Wajib pajak juga dapat membayar langsung pajak terutang yang terhubung langsung ke e-wallet dan m-banking sehingga kode billing tidak perlu diinput secara manual lagi. Wajib pajak juga dapat membayar langsung dengan metode QRIS sehingga pembayaran hanya cukup dilakukan dengan scan barcode.
Di samping fungsi pelayanan, AI juga dapat membantu DJP dalam fungsi pengawasan. Salah satunya mempelajari rangka bisnis wajib pajak dengan proses deep learning. Hal ini membuat AI dapat memberi ramalan potensi pajak dan indikasi fraud kepada internal DJP. Selain itu, AI juga dapat mempelajari hubungan antara ekonomi makro, pelaku usaha sejenis, pemegang saham, supplier, dan konsumen sebagai bahan pertimbangan untuk merumuskan kebijakan di masa mendatang.
AI dapat dimanfaatkan oleh DJP dalam beragam hal. Namun dalam implementasinya, AI juga memiliki sejumlah tantangan. Pertama, kepastian keamanan data yang dikelola oleh AI. Kedua, penganggaran biaya yang cukup besar. Ketiga, kemungkinan AI dapat error dan terjadi fraud. Keempat, profesi konsultan pajak menjadi riskan tergantikan oleh AI.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 721 kali dilihat