Hak Pilih

Oleh: Mochammad Bayu Tjahono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Negeri ini sedang berbenah, kalau kita ibarat sebuah rumah yang sedang melakukan renovasi pasti timbul kebisingan dan ketidaknyamanan oleh kegiatan renovasi. Negeri kita sedang mengalami renovasi untuk menjadi sebuah negara yang lebih baik lagi. Namun jangan sampai keriuh-rendahan renovasi ini memecah belah kita, marilah kita jaga persatuan ini.
Sebagai warga kita harus ikut berpartisipasi dalam renovasi yang sedang dilakukan negeri ini. Caranya, gunakan hak pilih kita dengan bijak. Dalam menggunakan hak pilih hendaklah menjaga netralitas dalam pemilu. Menjaga netralitas bukan berarti tidak memilih, namun sebagai PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik. Hal ini tertuang dalam PP 42 tahun 2004 tentang pembinaan jiwa krops dan kode etik pegawai negeri sipil, dimana pegawai negeri sipil dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dilarang menghadiri deklarasi bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, mengunggah, menanggapi atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah melalui media online maupun media sosial, dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan, dan PNS dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik.
Salah satu caranya adalah dengan menggunakan hak pilih dalam pemilu tanggal 27 Juni kemarin. Karena menggunakan hak pilih bukan saja merupakan kesempatan untuk memilih orang-orang yang baik sesuai dengan ketentuan, jadi jangan sampai golput. Karena golput itu menandakan bahwa kita sudah tidak mau lagi terlibat dalam pemerintahan, padahal di negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Menggunakan hak pilih kita adalah salah satu cara untuk menegaskan bahwa kekuasaan untuk memilih wakil ada di tangan kita. Mereka yang golput tentunya merasa tidak memiliki kekuasaan atas berjalannya pemerintahan di negeri ini.
Apa kaitan pajak dan pemilu ?
Pemilu, merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, dan sebagainya. Dalam kampanyenya kontestan tak jarang memaparkan rencana mereka terhadap pajak dalam program-programnya. Namun jarang sekali kontestan Pemilu mengungkapkan disetiap program yang akan dijalankan dan program pemerintah yang telah berjalan tidak akan terselenggara jika program di atas tidak akan berjalan tanpa ada pembayaran pajak dengan tertib.
Selama ini opini masyarakat yang terbentuk adalah pajak sebagai beban, dimana realisasi penggunaannya dianggap tidak jelas. Meski pemerintah sudah tranparan dalam penggunaan dana APBN tetapi opini masyarakat belum semua terkikis. Pelaksanaan pemilu diharapkan dapat mengkikis opini tersebut dengan makin banyaknya peserta pemilu menjelaskan masalah pajak Saat ini 70 sampai 80 persen Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) berasal dari Pajak. Bahkan pemilu, termasuk program pemerintah yang dibayai oleh Pemerintah Pusat maupun daerah. Untuk 2018 dianggarkan sebanyak Rp11 triliun lebih untuk bisa terselenggaranya Pemilu. Bisa dibayangkan besarnya pengeluaran riil yang harus dibebankan kepada Pemerintah.
Dalam bayangan masyarakat selama ini, terkesan biaya penyelenggaraan Pemilu pasti sudah tersedia dan harus tersedia. Karena APBN 70% lebih diperoleh dari pajak, maka bisa di katakan bahwa pajak adalah sponsor utama Pemilu. Sehingga bila ingin pemilu dapat terlaksana dengan baik, maka target penerimaan pajak juga harus tercapai. Mungkin perlu slogan baru yang menjelaskan bahwa, "Terselenggaranya Pemilu berasal dari Pajak yang Anda setorkan" yang dituangkan pada kertas suara, kotak suara, bilik suara, dan lain sebagainya. Seperti halnya sponsor sepakbola yang sponsor utamanya terpampang di kaos pemain.
Manfaat pajak harus diperjelas di penjuru ruang publik yang ada, karena di saat membayar pajak, wajib pajak tidak memperoleh imbalan langsung. Berbeda dengan retribusi, misalnya retribusi parkir, di saat itu pula mendapatkan timbal balik langsung, berupa rasa aman dan nyaman memarkir kendaaran. Momen lebaran kemaren juga sebagai sarana promosi akan manfaat pajak, dengan banyaknya pemudik menikmati fasilitas jalan tol, jalan yang dibangun dengan sponsor utama pajak.
Seharusnya tidak hanya pesta demokrasi saja melekat sempurna di baju pemilu, tetapi juga pajak sebagai sponsor utama pemilu. Seperti halnya pajak, pesta demokrasi di Indonesia dilaksanakan setiap tahun dengan lokasi pelaksanaan yang berbeda, sehingga beban pelaksaan juga tersedia di APBN setiap tahun. Sehingga dapat dikatakan apabila ingin pelaksanaan pemilu sukses, maka target pajak harus tercapai. Penerimaan pajak menjadi indikasi terselengaranya pemerintahan yang baik, termasuk pelaksanaan pemilu. Jadi, pesta demokrasi akan terselenggara dengan sukses, apabila penerimaan pajak tercapai sesuai dengan target.
Sebagai warga negara yang baik gunakan hak pilih dengan baik, janganlah pemilu menjadi sarana yang memecah belah persatuan kita. Kepada konstituen Pemilu yang belum pernah menggunakan hak suaranya, harap menggunakannya pada waktunya nanti, karena negara telah menyiapkan dan memperhitungkan biaya pemilu kepada rakyat yang sudah wajib memilih, kecuali keadaan yang tidak bisa dipaksakan.
Kepada konstituen pemilu yang seharusnya sudah memenuhi persyaratan, tetapi belum mendaftarkan diri menjadi wajib pajak, agar segera mendaftar dan memenuhi kewajiban perpajakannya, demi tegaknya rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Suksesnya Pemilu tergantung dari Pajak yang kita bayar.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
- 120 kali dilihat