Dalam Genggaman Revolusi Industri 4.0

Oleh: Yashinta Aulia, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
“Penggunaan kecerdasan dalam industri memang sudah seharusnya berkembang namun manusia juga harus beradaptasi untuk berubah untuk melakukan revolusi lintas industri”
Siapa yang menyangka, bahwa potongan pidato tersebut disampaikan oleh sebuah robot. Robot tersebut menyerupai seorang wanita pada 11 Oktober 2017 dalam rapat PBB bertema "Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) di Tengah Pesatnya Perkembangan Teknologi". Peristiwa yang menandakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju melahirkan hal yang dulu dianggap mustahil bisa menjadi kenyataan. Robot yang diberi nama Sophia itu kini telah mendapatkan kewarganegaraan dari Arab saudi.
Sophia merupakan wujud kemajuan teknologi berupa Artificial Intellegent (AI) atau kecerdasan buatan yang secara sederhana diartikan sebagai kemampuan mesin untuk melakukan tugas secara otomatis bahkan mampu menyelesaikan masalah tanpa menunggu perintah manusia. Kehadiran Artificial Intellegent merupakan salah satu tanda bahwa perkembangan teknologi terutama dalam perindustrian kini telah memasuki babak baru atau dikenal sebagai Revolusi Industri 4.0 .
Namun, dibalik Revolusi Industri 4.0 yang banyak memudahkan manusia berkat kecanggihan teknologi, terdapat masalah lain yang kini timbul. Misalnya, masalah pengangguran akibat disrupsi teknologi atau banyaknya posisi pekerjaan manusia yang tergantikan oleh mesin dan teknologi. Oleh karena itu, kesiapan SDM dalam menghadapi revolusi industri 4.0 harus menjadi prioritas utama pemerintah. Alih-alih mengendalikan jangan sampai kita yang akan didikte oleh kemajuan ini.
Pengembangan SDM yang berkualitas untuk menghadapi revolusi industri 4.0 merupakan suatu urgensi, terlebih Indonesia akan mengalami bonus demografis. Indonesia akan mengalami peningkatan penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) dibandingkan dengan yang tidak produktif di tahun 2030-2040 mendatang. Apabila tidak dipersiapkan dari sekarang, maka jumlah penduduk produktif yang melonjak tersebut akan menjadi beban negara dalam perkembangan teknologi yang semakin canggih. Harapannya, selain kuantitas dalam jumlah penduduk usia produktif, peningkatannya juga harus dibarengi dengan produktivitas yang sebanding.
Untuk meningkatkan mutu SDM dalam menghadapi revolusi industri 4.0, dibutuhkan perhatian lebih dari sisi pendidikan dan kesehatan. Ibarat makanan, ilmu merupakan sumber makanan akal, sedangkan kesehatan adalah makanan raga. Kedua hal ini harus berjalan secara sinergi untuk dapat bersaing dengan teknologi. Bahkan, pada kuliah umum yang dibawakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Revolusi Industri 4.0 di Cornell University, Amerika Serikat, ia menyampaikan bahwa peningkatan kualitas SDM adalah kunci untuk mewujudkan cita-cita Indonesia di tengah berkembang pesatnya era digital.
Bentuk keseriusan pemerintah dalam menangani isu tersebut adalah melalui penganggaran dalam bentuk APBN yang dialokasikan kepada sumber daya manusia. Namun, untuk dapat merealisasikan anggaran belanja tersebut dibutuhkan sumber pendanaan yang tak sedikit. Dalam struktur APBN, sumber pendanaan kita bisa berasal dari pendapatan negara baik dalam bentuk penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak maupun hibah. Apabila pendapatan negara tidak bisa menutupi semua anggaran belanja negara, maka pemerintah akan mengambil opsi pembiayaan anggaran seperti utang.
Pada kenyataannya, pajak masih menduduki posisi tertinggi yang menyumbang anggaran pendapatan negara di Indonesia. Pada tahun 2019 saja penerimaan pajak dianggarkan sebesar 1.786,4 T dari total pendapatan negara atau berkontribusi sekitar 80%. Jumlah ini merupakan yang tertinggi di antara sumber pendanaan lainnya. Oleh karena itu, pajak menjadi sumber pendanaan yang paling efektif untuk dioptimalkan baik dari segi potensi maupun resiko jika dibandingkan dengan sumber pendanaan lain.
Dalam APBN 2019, pemerintah telah menetapkan anggaran belanja untuk mendukung pengembangkan SDM yang terbagi menjadi anggaran belanja pendidikan sebesar 492,5 T atau 20% dari belanja APBN dan anggaran kesehatan sebesar 123,1 T atau sekitar 5% dari belanja APBN.
Dari alokasi anggaran pendidikan akan ditargetkan untuk program Indonesia Pintar, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pembangunan sekolah dan juga beasiswa bidikmisi. Alokasi belanja pendidikan yang naik Rp48 triliun dibanding APBN 2018 tidak hanya dikelola oleh pemerintah pusat saja. Sebesar 308,4 T dari anggaran belanja untuk pendidikan juga di transfer ke daerah untuk mendukung pemerataan pendidikan. Selain dari segi anggaran, pemberian insentif pengecualian pajak untuk buku literatur, insentif pajak untuk riset, dan pelatihan vokasi dilakukan untuk mendukung pengembangan SDM.
Dari segi kesehatan, masalah serius yang berkaitan dengan sumber daya manusia yang sedang dihadapi saat ini adalah masalah stunting atau kondisi gangguan pertumbuhan pada tubuh dan otak akibat kekurangan gizi. Karena menyerang pertumbuhan otak, maka anak dengan kondisi stunting akan mengalami penurunan kognitif yang berdampak pada kemampuan menyerap pelajaran yang rendah. Pada tahun 2018, tingkat stunting di Indonesia menunjukkan angka 30,8 persen, di atas batas toleransi yang ditetapkan World Health Organization (WHO) yakni sebesar 20 persen dari total balita.
Dari anggaran belanja kesehatan, pemerintah mengalokasikan dana sebesar 24,8 % untuk prevalensi stunting. Sedangkan sisanya dialokasikan untuk prevalensi tuberkulosis, eliminasi malaria, Kartu Indonesia Sehat, dan transfer ke daerah. Diharapkan dengan perbaikan dari segi pendidikan dan kesehatan, maka akan sejalan dengan kesiapan Sumber Daya Manusia dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0.
Ketika program pemerintah telah digambarkan dalam bentuk anggaran belanja, kini saatnya dibutuhkan peran masyarakat untuk merealisasikan rencana tersebut. Ibarat api unggun, peran masyarakat dengan membayar pajak, merupakan bahan bakar untuk memanaskan program-program yang telah direncanakan pemerintah. Program tersebut terutama untuk memastikan bahwa sumber pendanaan dari sektor pajak dapat terealisasi. Dengan membayar pajak, maka masyarakat telah berinvestasi untuk menciptakan SDM Indonesia yang berkualitas global dalam menghadapi Revolusi Industri yang telah memasuki babak keempat.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 3428 kali dilihat