Oleh: Sandra Puspita, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Siapa yang sudah tidak asing dengan kudapan viral cromboloni yang akhir-akhir ini marak diperbincangkan di media sosial? Dikutip dari berbagai sumber, cromboloni pada dasarnya merupakan jenis pastry dengan perpaduan antara croissant dan bomboloni. Tekstur luar yang garing dan flaky seperti croissant dan beragam jenis isian ini menjadi jenis pastry yang ramai diburu oleh masyarakat.

Kudapan ini sebenarnya sudah populer sejak beberapa tahun lalu dan pertama kali dikenalkan di Amerika Serikat. Sebelum ramai diperbincangkan di beberapa platform media sosial, cromboloni sebenarnya sudah hadir di Indonesia sejak 2022 lalu, lho!

Apakah Kawan Pajak sudah mencoba kudapan viral ini? Lantas apa yang membuat kudapan ini begitu viral dan istimewa?

Dikenal sebagai the Supreme

Di negara pelopornya, Amerika Serikat, pastry berbentuk bulat dengan tekstur yang garing dan renyah serta dilengkapi dengan isian krim berbagai rasa ini dikenal dengan nama the Supreme. Pastry ini sudah popular sejak tahun 2022 dan diciptakan oleh seorang koki pastry bernama Scott Cioe.

The Supreme untuk pertama kali mulai dipasarkan oleh sebuah toko roti di mana Cioe bekerja, Lafayette Grand Café & Bakery dan mulai populer hingga seluruh dunia, salah satunya Indonesia. Dari situ, negara-negara lain juga kemudian berlomba-dalam dalam menciptakan inovasi pastry ini sesuai dengan lidah masyarakatnya.

Di Indonesia sendiri, the Supreme yang kemudian dimodifikasi namanya menjadi cromboloni, mulai populer di Indonesia pada penghujung tahun 2023. Pastry ini lebih banyak dikenal orang dengan nama cromboloni, yang merupakan akronim dari croissant dan bomboloni. Kudapan ini tengah viral hampir di seluruh platform media sosial dan menjadi menu yang paling diburu dan paling cepat terjual di Indonesia.

Melihat fenomena atas lonjakan permintaan tersebut, bagaimana dampaknya pada aspek fiskal di Indonesia? Mari kita bahas.

Aspek Perpajakan

Sepanjang bulan Desember 2023 ini, para pengusaha toko roti dan pastry maupun pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang bergerak di bidang tata boga tengah berusaha menciptakan kreasi cromboloni yang menarik hati masyarakat. Mulai dari meningkatkan kualitas bahan-bahan, mencetuskan inovasi rasa-rasa baru hingga menggencarkan penawaran paling menarik demi memenuhi tingginya permintaan masyarakat. Peningkatan permintaan ini kemudian berimbas positif pada aspek fiskal di Indonesia, yaitu perpajakan.

Sebelumnya, mari kita kupas terlebih dahulu apakah cromboloni merupakan Barang Kena Pajak. Berdasarkan Pasal 4A ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN/PPnBM) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yakni makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. Atas hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelian oleh konsumen atas cromboloni dari pengusaha toko roti maupun pelaku UMKM, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Jika kita telisik dari sudut pandang penjual, pengusaha toko roti maupun pelaku UMKM yang bergerak di bidang tata boga dikenai Pajak Penghasilan (PPh) dengan melihat peredaran bruto yang diperoleh setiap tahunnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55/2022), wajib pajak pengusaha dan pelaku UMKM Orang Pribadi yang menerima atau memiliki peredaran bruto tertentu dengan jumlah tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak dikenakan tarif pajak sebesar 0,5%. Diatur lebih lanjut, bagi wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak, maka tidak dikenai PPh. Selain itu, bagi para wajib pajak pengusaha toko roti dan pastry yang berbentuk badan, dikenakan tarif PPh sebesar 22% dan mulai berlaku pada tahun pajak 2022.

Bagi wajib pajak orang pribadi yang memenuhi ketentuan sebagai wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu memiliki kewajiban untuk menghitung sendiri dan menyetorkan PPh mereka setiap bulan kepada negara. Selain itu, wajib pajak orang pribadi maupun badan memiliki kewajiban untuk melaporkan penghasilan yang mereka peroleh secara kumulatif dalam satu tahun pajak melalui laman DJPOnline.

Dalam hal ini, dapat kita simpulkan bahwa semakin tinggi permintaan cromboloni di masyarakat, semakin bertambah juga penghasilan yang diperoleh para penjual. Semakin tinggi penghasilan yang diperoleh wajib pajak, maka akan berdampak pada optimalisasi penerimaan pajak yang diperoleh negara untuk membiayai pengeluaran dan belanja negara semata-mata untuk kemakmuran masyarakat.

Cromboloni dan para pengusaha toko roti sangat memahami pola konsumsi masyarakat Indonesia. Pasalnya, sangat kecil kemungkinan masyarakat Indonesia yang tidak terseret arus cromoboloni yang tengah viral tersebut. Selain dilatarbelakangi oleh kebiasaan masayakarat yang fear of missing out (FOMO) atau “takut ketinggalan”, tingginya minat masyarakat terhadap makanan manis juga menjadi salah satu alasan permintaan cromboloni masyarakat semakin memuncak.

Jadi, sudah coba berapa rasa cromboloni, Kawan Pajak, seminggu terakhir ini?

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.