Aturan Baru Bebas Pajak untuk Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional

Oleh: (Arief Budi Nugroho), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Untuk meningkatkan pelayanan, memberikan kemudahan dan kepastian, serta memperbaiki tata kelola administrasi perpajakan dalam pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kepada Perwakilan Negara Asing (PNA) dan Badan Internasional (BI) serta pejabatnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Terbaru.
PMK bernomor 59 Tahun 2024 ini mencabut dan menggantikan ketentuan yang diatur dalam tiga PMK sebelumnya, yaitu PMK-160/PMK.03/2014, 161/PMK.03/2024, dan 162/PMK.03/2014.
Dalam PMK-59/2024, atas impor barang kena pajak (BKP) oleh PNA dan BI serta pejabatnya atau penyerahan BKP atau jasa kena pajak (JKP) kepada PNA dan BI serta pejabatnya diberikan fasilitas perpajakan berupa pembebasan dari pengenaan PPN dan PPnBM.
Adapun yang dimaksud dengan PNA adalah perwakilan diplomatik atau perwakilan konsuler yang diakreditasikan kepada pemerintah Republik Indonesia, termasuk perwakilan tetap/misi diplomatik yang diakreditasikan kepada Sekretariat Association of Southeast Asian Nations, organisasi internasional yang diperlakukan sebagai perwakilan diplomatik/konsuler, serta misi khusus, dan berkedudukan di Indonesia. Pemberian pembebasan pajak kepada PNA diberikan berdasarkan asas timbal balik.
Sementara yang dimaksud dengan BI adalah suatu badan perwakilan organisasi internasional di bawah PBB, badan-badan di bawah PNA, dan organisasi/lembaga asing lainnya yang bertempat dan berkedudukan di Indonesia. Pemberian pembebasan kepada BI diberikan berdasarkan perjanjian atau kelaziman internasional.
Selanjutnya, Pejabat PNA dan BI yang diberikan pembebasan adalah pejabat yang bertatus sebagai WNA, bertempat tinggal di Indonesia, dan mendapat persetujuan dari kementerian terkait dalam hal ini adalah Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Sekretariat Negara.
BKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN dan PPnBM berupa kendaraan bermotor dan selainnya. Kendaraan bermotor yang mendapat fasilitas adalah kendaraan bermotor roda empat. Dalam hal PNA dan BI serta pejabatnya membutuhkan kendaraan bermotor selain roda empat, pembebasan dapat diberikan setelah mendapatkan pertimbangan dari kementerian terkait.
Pembebasan pajak untuk BKP selain kendaraan bermotor adalah semua BKP, kecuali tanah dan bangunan yang diperoleh Pejabat PNA dan BI. Sedangkan untuk JKP yang diterima atau dimanfaatkan oleh PNA dan BI serta pejabatnya semuanya diberikan pembebasan dari pengenaan PPN, tanpa pengecualian.
Sebagai catatan, BKP atau JKP yang diberikan pembebasan dari pengenaan PPN/PPnBM itu harus memenuhi persyaratan tidak digunakan untuk mendapatkan penghasilan dengan tujuan memperoleh keuntungan di Indonesia.
Syarat Pembebasan PPN dan PPnBM
Salah satu ketentuan baru dalam PMK-59/2024 menyebutkan, PNA dan BI serta pejabatnya harus mengajukan permohonan untuk mendapatkan SKB melalui laman DJP untuk pendapatkan pembebasan PPN/PPnBM. Apabila permohonan diterima lengkap, SKB akan diproses secara otomatis dalam waktu kurang dari satu hari.
Bukti pendukung dalam pengajuan SKB yang diperlukan meliputi surat rekomendasi dari kementerian terkait; dokumen pendukung seperti proforma invoice dan salinan purchase order atau dokumen lain yang dipersamakan; bukti pendukung lain yang dipersyaratkan kementerian terkait; dan khusus untuk kendaraan bermotor, harus dilengkapi dengan surat pernyataan perincian kepemilikan kendaraan bermotor dan dokumen perikatan jual beli kendaraan bermotor.
Untuk dapat mengakses laman DJP, diperlukan nomor identitas perpajakan dan EFIN. Untuk itu, PNA dan BI serta pejabatnya harus memiliki nomor identitas perpajakan dan EFIN. Dalam pemberian nomor identitas perpajakan dan EFIN terdapat elemen data yang wajib dipenuhi.
Untuk PNA dan BI, diperlukan informasi seperti nama, dokumen penunjukan, identitas pimpinan, alamat, nomor telepon, dan alamat posel. Sementara untuk pejabat PNA dan BI, diperlukan informasi antara lain berupa nama, nomor telepon, alamat posel, asal negara, nomor paspor, tempat dan tanggal lahir, alamat domisili di Indonesia, alamat sesuai paspor, nomor dan tanggal izin tinggal diplomatik.
Tata Cara Pembebasan Melalui Pengembalian
Dalam hal PPN dan PPnBM yang dibebaskan terlanjur dipungut, PNA dan BI atau pejabatnya dapat mengajukan permohonan pengembalian. Permohonan pengembalian akan diproses sesuai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Adapun tata cara pengembaliannya dilakukan dengan mengajukan permohonan paling lama satu tahun sejak tanggal faktur melalui laman DJP dengan memasukkan permohonan dan mengunggah dokumen (surat rekomendasi dan dokumen lain). Jika permohonan lengkap dan memenuhi persyaratan, akan diterbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar paling lama satu bulan sejak permohonan itu diterima.
Bukti pendukung permohonan pengembalian yang diperlukan meliputi surat rekomendasi dari kementerian terkait; Faktur Pajak yang mencantumkan nama dan identitas perpajakan PNA dan BI atau pejabatnya; kontrak perjanjian/dokumen yang dipersamakan; Bukti/dokumen pembayaran yang menunjukkan pembayaran atas nama PNA dan BI atau pejabatnya; dan dokumen importasi dalam hal impor BKP.
Selain itu pemohon melampirkan bukti lain yang dipersyaratkan oleh kementerian terkait. Khusus untuk kendaraan bermotor, dilengkapi dengan surat pernyataan perincian kepemilikan kendaraan bermotor dan dokumen perikatan jual beli kendaraan bermotor.
Setelah PNA dan BI serta pejabatnya itu mendapatkan fasilitas pembebasan PPN dan PPnBM, ada kondisi-kondisi tertentu yang mengakibatkan PPN dan PPnBM yang telah dibebaskan tersebut harus disetorkan kembali ke kas negara.
Hal ini terjadi jika terdapat PPN dan PPnBM yang seharusnya tidak diberikan pembebasan akibat dari penggantian atau pembatalan SKB. Oleh karena itu, PNA dan BI serta pejabatnya wajib melunasi sebelum mengajukan permohonan SKB berikutnya.
Kondisi lainnya apabila atas BKP atau JKP yang diberikan SKB ternyata dipindahtangankan sebelum masa empat tahun terlewati. Apabila hal ini terjadi, PNA dan BI wajib membayar kembali PPN dan PPnBM yang dibebaskan itu paling lama satu bulan sejak dipindahtangankan, kecuali dipindahtangankan ke sesama PNA dan BI atau pemerintah Indonesia dengan membuat Berita Acara Pemindahtanganan.
Yang perlu dicermati juga dalam ketentuan pembebasan terbaru berdasarkan PMK-59/2024 ini adalah soal kewajiban pembuatan faktur pajak oleh rekanan. Rekanan harus memperhatikan ketentuan bahwa apabila PNA dan BI serta pejabatnya belum memiliki SKB, Faktur Pajak diterbitkan dengan kode transaksi 01, dengan mencantumkan nama dan nomor identitas perpajakan PNA dan BI atau pejabatnya.
Apabila PNA dan BI serta pejabatnya sudah memiliki SKB, Faktur Pajak diterbitkan dengan kode transaksi 08, dengan mencantumkan nama dan nomor identitas PNA dan BI atau pejabatnya, nomor SKB, dan memilih cap faktur PPN/PPnBM dibebaskan berdasarkan PP 47/2020.
Secara substantif, dibandingkan ketentuan sebelumnya, adanya ketentuan baru melalui PMK-59 Tahun 2024 ini memberikan kemudahan dalam pemberian fasilitas perpajakan kepada PNA dan BI serta pejabatnya dan memangkas waktu pelayanan. Ini meneguhkan citra Indonesia di mata para pemangku kepentingan internasional sesuai asas resiprokal dan kelaziman internasional.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 1053 kali dilihat