Aku pada Diri Relawan Pajak

Oleh: Mochammad Bayu Tjahono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Saya sering dikatakan beruntung dalam hidup ini, keberuntungan ini tentu datangnya dari Allah, doa orang tua, dan kerja keras. Banyak orang yang tidak melihat sisi perjuangan seseorang dalam mencapai cita-citanya. Meski pada saat SMA saya bercita-cita menjadi seorang dokter, namun perjalanan hidup saya membawa saya menjadi pegawai pajak. Bukan hal mudah untuk mencapai apa yang saya capai, kegagalan adalah hal yang biasa, sebuah dukungan adalah hal yang mahal.
“Bangkit dan bangkitlah lagi sampai domba menjadi seekor singa” adalah kalimat pelecut diri apabila kegagalan datang. Beberapa teman SMA berkesempatan menjadi pegawai pajak sejak lulus SMA dengan mendaftar melalui STAN atau Diploma Pajak. Saya percaya bahwa tempaan orang tua yang keras membuat saya selalu bangkit kala terjatuh atau gagal dalam mencapai sesuatu. Mungkin orang tua tidak melihatkan dukungan secara langsung tapi percayalah setiap malam doanya akan mengalir untuk kita, hal inilah yang membuat kita tidak mampu membalas kebaikan orang tua pada kita.
Cerita tentang diri sendiri seakan tidak lepas dari pajak. Sektor pajak merupakan primadona dan menjadi sumber utama penopang jalannya pembangunan di Indonesia, karena 70% APBN kita ditopang dari pajak. Namun karena sifatnya yang dapat memaksa dan merupakan kontribusi wajib setiap warga negaranya, maka banyak masyarakat yang tidak suka akan pajak. Kesalahan sedikit yang dilakukan maka akan menjadi berita nasional, bahkan bisa diibaratkan gara-gara nila setitik bisa rusak susu sebelanga.
Pembangunan opini masyarakat terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), karena penerimaan Pajak digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana kita ketahui bersama kesadaran dan kepedulian masyarakat Indonesia terhadap pajak masih sangat kurang meskipun tahun-tahun terakhir ini terdapat peningkatan yang sangat baik.
Pendapat Masyarakat tentang Pajak
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih berpendapat bahwa pajak adalah sesuatu yang negatif yang hanya akan menambah beban hidup mereka, karena sebagian dari penghasilan mereka akan dipotong untuk pajak. Pendapat negatif ini lebih didorong oleh banyak issue dan berita yang kurang tepat atau hoaks akan pajak. Akibat dari sempitnya pengetahuan masyarakat tentang pajak yakni masyarakat akan enggan untuk membayar pajak, hal ini dapat dilihat dari rasio pajak yang hanya 11% s.d 13%. Terlebih, penciptaan opini di masyarakat ini seolah didukung bahkan dilebih-lebihkan oleh media.
Tentang adanya berita rekening gendut oknum pajak seakan-akan terulang terus, sehingga masyarakat tidak melihat perubahan yang lebih baik dari perpajakan sekarang ini. Masyarakat lupa bahwa pendapatan keuangan negara salah satunya adalah pajak yang dikelola oleh DJP, digunakan untuk meningkatkan pembangunan dan operasional negara. DJP sebagai otoritas pajak hanya diberi tugas untuk mengelola sistem perpajakan, tidak menerima uang pajaknya, karena uang pajak langsung disetor lewat Bank ke Kas Negara, sehingga dari mekanisme ini tidak ada celah adanya korupsi uang pajak oleh pegawai pajak.
Selanjutnya, uang pajak yang masuk merupakan uang kas negara yang akan dipergunakan untuk kepentingan umum, pembangunan, dan juga dana pemerintah untuk melakukan suatu kebijakan, yang tentu saja alokasinya harus melalui mekanisme RAPBN dan akan berubah menjadi APBN jika usulan pemerintah ini disetujui oleh DPR. Di titik inilah yang dianggap masyarakat sebagai celah korupsi uang negara yang notabene sebagiannya adalah dari uang pajak.
Jadi Aku Sebentar Saja
Pegawai DJP yang bergerak di bidang penyuluhan berdasar data hanya 6.882 orang. Dengan jumlah ini maka kemampuan melakukan penyuluhan secara langsung kepada 1,6 juta jiwa masyarakat per tahun. Hal ini tentunya tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 261,1 juta jiwa dengan luas wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Untuk membantu proses penyuluhan, DJP juga giat melakukan penyuluhan melalui media sosial, dengan harapan lebih memperluas jangkauan termasuk sebaran.
Sejak tahun 2017 Kanwil DJP Jakarta Selatan I bekerjasama dengan universitas di wilayah Jakarta Selatan melaksanakan salah satu poin Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni kegiatan relawan pajak. Kegiatan ini adalah bentuk edukasi perpajakan kepada masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa.
Kegiatan relawan pajak ini juga dapat dijadikan sebagai sarana dalam mengasah kemampuan mahasiswa dalam bidang perpajakan, meski ruang lingkup kegiatan hanya dibatasi seputar konsultasi pengisian SPT Tahunan Orang Pribadi, namun hal ini sudah cukup untuk memberikan kesempatan menjadi pegawai pajak. Sebelum terjun tentu diberikan pembekalan terlebih dahulu, pelatihan dan penandatanganan Pakta Integritas. Pakta Integritas ini adalah kunci untuk menjalankan tugas sebagai “pegawai pajak” sesuai dengan kode etik.
Kegiatan menjadi “Aku Sebentar Saja”, atau hanya satu bulan disambut antusias oleh tujuh universitas yang terdiri dari 100 mahasiswa di lingkungan Jakarta Selatan. Pengalaman mereka dalam memberikan konsultasi perpajakan kepada masyarakat dan wajib pajak menjadikan mereka bisa merasakan bagaimana menjadi pegawai pajak. Tidak jarang wajib pajak mengeluhkan susahnya dalam mengisi SPT, bahkan ada yang terpancing emosi karena lama menunggu atau sebab lain.
Bahkan ada satu mahasiswa yang sampai menitikkan air mata ketika bercerita bahwa dia bisa merasakan kalau pegawai pajak ini sudah berjuang lebih dari apa yang terlihat. Tidak ada kontrak untuk menerima kemarahan atau yang lain dalam bidang kerjanya tetapi hal ini diterima sebagai konsekuensi pekerjaan. Mereka harus sangat sabar dalam membimbing wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya.
Pengalaman seperti di atas diharapkan dapat mengubah persepsi masyarakat akan pajak melalui mahasiswa. Bila kita selama ini melihat pembayaran pajak dari satu sisi, yakni sisi negatif saja, maka diharapkan kita bisa melihat dari sisi manfaat pajak.
Sisi yang Berbeda
Melihat sisi mata uang bisa menimbulkan bermacam pendapat, sepertihalnya kita membahasakan isi gelas, apakah setengah kosong atau setengah penuh. Dalam hal persepsi wajib pajak, sebenarnya membayar pajak itu bisa dilihat dari sisi yang lain, yakni sebagai suatu pemberian. Wajib pajak ketika membayar pajak, sesungguhnya telah melakukan aktivitas “memberi”, yakni memberikan uang kepada negara melalui pajak.
Ketika kita memberi, maka pihak pertama yang mendapatkan manfaat dari proses pemberian itu adalah pemberi. Ketika memberi sesuatu, maka akan muncul suasana hati yang berlimpah dan hal ini akan memberikan energi yang positif ke alam semesta dan energi ini akan kembali ke kita lebih besar. Bila kita memberikan energi positif maka akan kembali ke kita energi positif yang lebih banyak, begitu juga sebaliknya. Namun pemberian ini juga harus ikhlas, sehingga muncul energi positif.
Jika kita bisa merubah persepsi bahwa membayar pajak itu adalah sebuah pemberian kepada negara, maka semakin banyak kita memberi (membayar pajak) kepada negara, semakin banyak pula yang akan kita dapatkan. Konsep ini sejalan dengan ajaran bersedekah dalam agama Islam, yakni semakin banyak memberi sedekah, maka Allah Akan memberikan kita rezeki dari tempat yang tidak kita duga. Persepsi ini diharapkan dapat merubah paradigma masyarakat terhadap pajak, sehingga dalam hati masyarakat akan terbangun sebuah persepsi baru tentang pajak.
Semakin banyak memberi, semakin banyak yang akan didapatkan. Bagi seorang pengusaha, jika membayar pajak dengan ikhlas, hal itu akan dapat menarik rezeki yang semakin berlimpah. Pelanggan juga akan meningkat dan omzet perusahaan pun semakin meningkat. Dengan demikian, justru membayar pajak dapat semakin meningkatkan penghasilan. Apabila persepsi masyakarat terhadap pajak bisa berubah seperti tersebut di atas, maka rakyat dengan tulus ikhlas dan penuh suka cita melakukan pembayaran pajak. Mereka akan berlomba-lomba untuk terus meningkatkan jumlah pembayaran pajaknya.
Dari pembahasan di atas, bahwa mengubah paradigma pandangan masyarakat mengenai pajak perlu terus dilakukan. Untuk saat ini, pajak mungkin masih menjadi dilema publik, mungkin dengan memberikan kesempatan mahasiswa mengenal pajak lebih jauh dengan menjadi relawan pajak, diharapkan berprasangka buruk masyarakat akan pajak bisa berubah. Harapan akan terwujudnya masyarakat yang cerdas dan bijak akan pajak masih terus berlanjut. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 8962 kali dilihat