Oleh: R. Setyadi Aris Handono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Salah satu amanat Nawa Cita yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo adalah agar Indonesia menjadi bangsa yang mandiri secara ekonomi dan berdaya saing. Manifestasi dari amanat tersebut dengan mengedepankan investasi sebagai salah satu mesin penggerak pertumbuhan dalam pembangunan nasional. Investasi dari dalam maupun luar negeri merupakan komponen pembentuk pendapatan nasional yang berdampak pada pertumbuhan nasional dan dapat memberikan efek pertumbuhan pada pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu elemen yang menentukan dalam menarik investasi, khususnya bagi investor asing adalah pemberian fasilitas berupa kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EODB) di suatu negara.

Oleh karena itu, World Bank melakukan survei secara berkala untuk menilai kemudahan berusaha di 190 negara di dunia secara berkala. Hasil survei dituangkan dalam bentuk peringkat negara-negara dengan cerminan perlakuan kemudahan berusaha bagi para pelaku usaha. Semakin rendah angka peringkat berarti semakin mudah seorang investor berinvestasi di negara tersebut.

Berdasarkan hasil penilaian World Bank, Indonesia menempati peringkat 72 di tahun 2018 di mana sebelumnya berada di peringkat 91 dan 106 di tahun 2016. Hal ini menujukkan bahwa telah terjadi peningkatan 34 peringkat selama tahun 2016-2018 walaupun masih lebih rendah dibanding dengan negara-negara ASEAN seperti Singapura yang menempati peringkat 2, Malaysia, bahkan Vietnam yang mengungguli Indonesia di peringkat 68. Oleh karena itu, penting rasanya jika Pemerintah harus berusaha keras untuk memperbaiki kemudahan berusaha dan menetapkan sasaran agar bisa mencapai target peringkat 40 tahun depan.

Dari laporan World Bank mengenai kemudahan berusaha di tahun 2018, terdapat enam indikator kemudahan berusaha di Indonesia yang peringkatnya masih di bawah 100, yaitu enforcing contract, starting a business, paying taxes, trading across border, dealing with construction dan registering property. Indikator paying taxes atau pembayaran pajak yang menjadi salah satu indikator pengukuran kemudahan berusaha dinilai masih memerlukan perbaikan karena mengharuskan total jumlah pembayaran per tahun sebanyak 43 kali yang terdiri dari pembayaran PPh Badan sebanyak 13 kali, PPN sebanyak 12 kali, dan PPh pegawai sebanyak 12 kali yang sebenarnya diharapkan hanya dua kali untuk PPh Badan, satu kali untuk PPN dan satu kali untuk PPh karyawan. Sejauh ini memang sudah ada upaya reformasi baik dari sisi regulasi maupun sarana pelaporan yang menggunakan sistem elektronik. Namun demikian,  sampai dengan tahun 2018 jumlah pembayaran pajak belum berkurang sehingga reformasi yang sudah dilakukan belum berdampak pada perbaikan indeks kemudahan berusaha di Indonesia.

Melalui program Reform Leader Academy (RLA) yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara, para pejabat sebagai perwakilan dari berbagi instansi yang berhubungan dengan indikator kemudahan berusaha di Indonesia dikumpulkan untuk mengikuti pelatihan mulai tanggal 31 Juli sampai dengan 28 November 2018. Sebanyak 25 pejabat dari berbagi Kementerian dan Lembaga (K/L) yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, BKPM dan berbagai Pemerintah Provinsi diberikan materi mengenai EODB dan diminta untuk membuat rencana aksi yang disebut juga aksi reformasi untuk mendukung peningkatan peringkat EODB di Indonesia. Untuk Kementerian Keuangan, dua pejabat yang mewakili adalah dari Direktorat Jenderal Pajak dengan harapan peringkat indikator EODB di bidang pembayaran pajak dapat meningkat di tahun 2019.  Untuk itulah aksi reformasi instansi untuk perbaikan tingkat kemudahan berusaha di Indonesia, khususnya di bagian pembayaran pajak perlu dilakukan dan tentu saja ini bukan hal yang mudah karena akan melibatkan pihak-pihak terkait, yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) beserta seluruh aparatnya, masyarakat dan wajib pajak serta stakeholders lainnya yaitu konsultan pajak, akademisi, pengamat pajak termasuk juga media. Aksi reformasi instansi ini akan berlandaskan peraturan, manajemen perubahan, tata laksana dan pelayanan publik sebagai aktivitas prasyarat. Aktivitas kunci seperti penyusunan konsep peraturan dan desain alat bantu penyuluhan yang mendukung penggunaan cara pelaporan pajak secara elektronik juga penting untuk menimbulkan dampak positif berupa peningkatan pelaporan SPT oleh wajib pajak secara online dan pada akhirnya mengurangi jumlah pembayaran pajak per tahun dalam indikator pembayaran pajak di penilaian kemudahan berusaha di Indonesia.

Rencana aksi reformasi baik jangka pendek dan menengah ini perlu disusun bersama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) teknis untuk mendorong perbaikan layanan publik sehingga kepastian hukumnya terlindungi serta mudah, dan terjangkau dari segi biaya dan ketepatan waktu. Tidak kalah pentingnya, aksi reformasi ini juga perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi implementasinya secara berkala dengan cara membentuk kelompok diskusi terarah dengan para pelaku usaha guna memastikan bahwa rencana aksi reformasi dapat terselenggara secara efektif dan sepenuhnya. Pemerintah juga diharapkan dapat mendorong komitmen lintas K/L dan pemerintah daerah untuk secara konsisten memastikan bahwa langkah perbaikan guna meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia dapat terselenggara secara berkelanjutan.(*)

 *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.