Oleh: Afrialdi Syah Putra Lubis, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Apakah Anda familiar dengan istilah Black Friday? Banyak merek ternama memberikan diskon besar-besaran tepat di hari Jumat, yang tahun ini jatuh pada tanggal 24 November 2023. Black Friday sendiri diperingati saban tahun pada hari Jumat akhir bulan atau Jumat keempat di bulan November. Sebenarnya apa itu Black Friday? Menurut laman detik.com, Black Friday adalah hari Jumat setelah peringatan Thanksgiving, yang mana bagi sebagian besar orang menjadikannya sebagai hari untuk berbelanja dalam persiapan Natal.

Black Friday sendiri pertama kali terjadi dan berkembang di Amerika Serikat dan sampai dengan saat ini menjadi salah satu hari belanja tersibuk di Amerika Serikat. Meskipun dimulai di Amerika Serikat, dengan perkembangan dan ekspansi perdagangan dunia, Black Friday telah menjadi momen belanja global yang menarik banyak konsumen, tak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia sendiri beberapa merek ternama mulai mengikuti kegiatan ini untuk menarik minat konsumen. Meskipun tidak sepopuler Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) yang diperingati setiap tanggal 12 Desember, namun Black Friday dapat mencuri momen lebih awal dari Harbolnas untuk menarik konsumen melakukan belanja. Apalagi latar belakang dari Black Friday adalah hari belanja untuk persiapan Natal.

Akan tetapi, latar belakang dan istilah dari Black Friday sendiri tidak berkaitan dengan belanja. Dilansir dari laman history.com, penggunaan istilah Black Friday yang pertama kali tercatat bukan untuk belanja pasca-liburan Thanksgiving, melainkan untuk krisis keuangan: khususnya, jatuhnya pasar emas AS pada 24 September 1869. Dua pemodal Wall Street, Jay Gould dan Jim Fisk, bekerja sama untuk membeli sebanyak mungkin emas nasional, berharap untuk mendorong harga setinggi langit dan menjualnya untuk mendapatkan keuntungan yang luar biasa. Pada hari Jumat di bulan September itu, konspirasi tersebut akhirnya terbongkar, membuat pasar saham terjun bebas dan membuat semua orang, mulai dari para pemodal di Wall Street hingga petani mengalami kebangkrutan.

Di Indonesia, Black Friday Deals sudah mulai dikenal di telinga para pencari diskon belanja yang mayoritas momen ini dilakukan lewat perdagangan secara elektronik, tetapi beberapa merek ternama luar negeri sudah mulai berpartisipasi dengan bertransaksi secara langsung melalui gerai..

Peningkatan Transaksi Perdagangan

Siapa yang tidak tertarik dengan diskon. Sepertinya sangat sulit untuk tidak tergiur terhadap barang yang sedang diiming-imingi diskon. Meskipun awalnya tidak ada keinginan untuk membeli, angka diskon yang tercantum di label harga dapat menyugesti mata konsumen untuk akhirnya mengeksekusi barang tersebut. Diskon merupakan salah satu strategi dalam dunia usaha. Dengan misi menarik konsumen sebanyak-banyaknya untuk membeli produk dengan jumlah dan nominal sebanyak-banyaknya.

Beberapa ahli memberikan pandangan tentang pengertian dari diskon. Menurut Kotler (2003), diskon adalah penghematan yang ditawarkan pada konsumen dari harga normal akan suatu produk, yang tertera di label atau kemasan produk tersebut. Menurut Tjiptono (2008), diskon adalah potongan harga yang diberikan oleh penjual kepada pembeli sebagai penghargaan atas aktivitas tertentu dari pembeli yang menyenangkan bagi penjual. Dari pengertian menurut kedua para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa diskon memberikan kesenangan bagi dua pihak, yakni penjual dan pembeli dan tidak memberikan kerugian bagi penjual meskipun harga terjadi pengurangan dari harga normal.

Kegiatan hari belanja memberikan lonjakan penjualan barang dalam waktu singkat dan pastinya memberikan kenaikan profit yang cukup membanggakan.Seperti laporan dari Adobe Analytics yang dilansir laman investor.id, perdagangan elektronik Black Friday meningkat 7,5 persen dari tahun sebelumnya dan mencapai rekor 9,8 miliar dolar Amerika Serikat di negeri Amang Sam. Ini menjadi indikasi lebih lanjut bahwa konsumen yang sadar harga ingin membelanjakan uangnya untuk mendapatkan penawaran terbaik dan memburu penawaran dari transaksi daring. Di Indonesia, Harbolnas di tahun 2022 memberikan informasi bahwa volume transaksi jumlah pesanan barang mencapai 1,74 juta dan berhasil tembus di angka Rp22,7 triliun atau naik sebesar 26 persen dibandingkan tahun 2021 berdasarkan data yang dilansir infobanknews.com.

Kedua kegiatan tersebut memberikan gambaran bahwa lonjakan penjualan barang dan transaksi perdagangan benar terjadi dan memberikan respon positif terhadap kurva penjualan. Hasrat konsumen dalam menunggu momen-momen hari seperti ini sangat dinanti oleh para penjual. Kegiatan ini juga dapat memberikan lonjakan minat konsumen untuk melakukan kegiatan konsumtif di luar hari biasanya, bahwa momen dengan harga miring bisa saja tidak akan terjadi dua kali atau jika tidak dieksekusi di momen ini, dapat menghilangkan peluang memiliki barang yang sudah masuk di dalam daftar belanja para konsumen.

Efek Positif

Lonjakan penjualan di momen hari belanja juga memengaruhi penerimaan negara. Penjualan meningkat justru memberikan respons positif terhadap pajak yang harus dibayarkan ke negara. Didukung dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, membuat tambahan penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut data antaranews.com, sampai dengan 31 Oktober 2023 sebanyak 161 wajib pajak telah ditunjuk sebagai pemungut Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dan dari pelaku usaha PMSE tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berhasil mengumpulkan penerimaan dari PPN sebesar Rp15,68 triliun dengan perincian Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun (2021), Rp.5,51 triliun (2022), dan Rp.5,54 triliun (2023).

Pergerseran pola belanja konsumen dari tatap muka ke belanja secara elektronik membuat ajang hari belanja di Indonesia dikemas semenarik mungkin untuk menggugah minat belanja. Hal itu dibuktikan dengan terus bertambahnya wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemungut PMSE. Fleksibilitas dan efesiensi waktu yang diberikan oleh transaksi secara elektronik membuat konsumen lebih memilih untuk belanja dengan santai tanpa harus mengantri dan menghabiskan banyak waktu di perjalanan. Para pengusaha yang selama ini bertumpu dari kunjungan konsumen ke gerainya mau tidak mau harus berinovasi dengan menambahkan opsi transaksi secara elektronik jika tidak ingin usaha berakhir tragis dengan gulung tikar.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.