
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jombang menjadi narasumber kegiatan workshop aspek perpajakan dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan bagi apoteker yang digelar oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Pengurus Cabang Jombang bertempat di Rumah Makan Henny, Kabupaten Jombang (Senin, 27/3).
Kegiatan yang mendatangkan dua narasumber dari KPP Pratama Jombang yakni Fungsional Penyuluh Pajak Partini, dan Asisten Penyuluh Pajak Mohammad Aden diikuti oleh 28 apoteker di Kabupaten Jombang.
Mohammad Aden dalam paparannya menyampaikan, seorang apoteker memiliki kewajiban perpajakan seperti pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), perhitungan pajak, pembayaran pajak, hingga pelaporan pajak. Apabila apoteker memperoleh penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja, maka apoteker terhitung sebagai pegawai. Sebagai pegawai, apoteker akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pasal 17 Undang Undang (UU) PPh yang akan dipotong oleh pemberi kerja.
Dijelaskan oleh Aden, bagi apoteker yang memilih untuk membuka usaha apotek sendiri maka ia berhak memilih untuk membayar pajak dengan tarif 0.5% atas peredaran bruto usaha sesuai Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2018.
“Untuk penggunaan tarif khusus tersebut usahanya harus memenuhi kriteria sesuai Peraturan Pemerintah No 23/2018 yang salah satunya adalah peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak. Bila tidak sesuai kriteria tersebut maka apoteker dapat dikenakan pajak penghasilan sesuai pasal 17 UU PPh dengan konsekuensi tidak dapat kembali memilih tarif PP 23,” terangnya.
Ia menambahkan, terdapat peraturan terbaru mengenai pengusaha yang termasuk wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu. Sesuai dengan pasal 17 UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, wajib pajak orang pribadi tidak dikenai PPh atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak (Pasal 7 ayat 2a).
“Jadi, bagi orang pribadi pengusaha yang menghitung PPh dengan tarif final 0,5% dan memiliki peredaran bruto sampai Rp500 juta setahun tidak dikenai pajak penghasilan. Peraturan ini mulai berlaku tahun 2022,” jelas Aden. Workshop perpajakan tersebut diakhiri dengan sesi diskusi dan foto bersama.
Pewarta: Zulia Ni'mah |
Kontributor Foto: Partini |
Editor: Siti Nurchoiriyati |
*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 29 views