Jual Aktiva Tetap (tidak) Ada PPN-nya

Oleh: Fuad Wahyudi A, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pengusaha memaksimalkan aktiva yang mereka miliki untuk memperoleh penghasilan. Seiring dengan berjalannya waktu, banyak pengusaha yang melakukan penjualan aktiva tetapnya. Penjualan aktiva tetap biasanya disebabkan karena sudah usangnya aktiva tersebut atau karena kebutuhan lainnya.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 paragraf 5 menyatakan: “Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.”
Dari pernyataan tersebut dapat kita ambil beberapa poin penting bahwa aktiva tetap merupakan benda berwujud;dipergunakan untuk operasi perusahaan; tidak untuk dijual kembali; dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
PPN Pasal 16 D
Penjualan aktiva tetap diatur dalam Pasal 16D Undang-Undang PPN (UU PPN). Pasal 16D berbunyi: ”PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.”
Berdasarkan Pasal 16D kita dapat mengetahui bahwa Penyerahan BKP, berupa mesin, bangunan, peralatan, perabotan atau Barang Kena Pajak lain yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP dikenai pajak yaitu PPN.
Bila kita telaah lebih lanjut Pasal 16D ternyata tidak semua penjualan aktiva tetap dikenakan PPN. PPN Pasal 16D tidak dikenakan atas penyerahan aktiva yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan karena Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Namun, berdasarkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Pasal 9 ayat (8) huruf c telah dihapus. Sehingga penyerahan BKP sehubungan dengan Pasal 16D yang dilakukan setelah 1 April 2022, saat berlakunya UU HPP bagian PPN, tidak lagi memperhatikan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf c.
Saat ini pengecualian pengenaan PPN Pasal 16D hanya untuk pengalihan BKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang pada saat perolehannya dahulu PKP tidak berhak untuk mengkreditkannya sebagai Pajak Masukan.
Kita dapat membaca Pasal 9 ayat (8) huruf b yang berbunyi: “Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.”
Penjelasan dari Pasal 9 ayat (8) huruf b adalah sebagai berikut :“Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.”
Faktur Pajak dan Pelaporan Penyerahan Aktiva Berdasarkan Pasal 16D
Kode faktur pajak atas penyerahan aktiva tetap yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan berbeda dengan kode transaksi pada umumnya. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak diketahui bahwa untuk penyerahan aktiva tetap yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan menggunakan kode faktur pajak “09”.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2015 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) menyampaikan bahwa faktur pajak atas transaksi Pasal 16D UU PPN digabungkan dengan penyerahan dalam negeri lainnya dan masuk dalam lampiran A2 SPT Masa PPN pada aplikasi e-Faktur.
Kode jenis setoran (KJS) 104 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: 22/PJ/2021 memang diperuntukkan untuk pembayaran atas penyerahan aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16D UU PPN. Namun, karenapenyerahan tersebut digabung dengan transaksi umum lainnya, maka pembayaran tetap menggunakan KJS 100 dalam hal berdasarkan penghitungan terdapat “kurang bayar”.
PKP yang telah menyetor PPN Pasal 16D dengan KJS 104 dapat melaporkan pembayarannya pada induk SPT Masa PPN di bagian PPN disetor di muka dalam masa pajak yang sama. Setoran tersebut berfungsi seperti PPN Pajak Masukan.
Apabila Pajak Keluaran masih lebih besar daripada PPN disetor di muka dalam masa pajak yang sama dan ditambah dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan maka PKP harus melunasi PPN kurang bayar terlebih dahulu sebelum menyampaikan SPT Masa PPN. Bukti pembayaran PPN Pasal 16D yang telah dilakukan harus dilampirkan dalam SPT Masa PPN.
PKP yang melakukan penyerahan aktiva tetap yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan harap memperhatikan ketentuan yang berlaku. Penyerahan dapat terutang PPN dan juga sebaliknya. PKP juga harus mengetahui ketentuan tentang tata cara pembuatan faktur pajak, kewajiban penyetoran dan pelaporan agar terhindar dari sanksi yang ada.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 6216 views