
“Dengan meredanya pandemi Covid-19, berbagai kegiatan ekonomi mulai bangkit kembali. Mulai terlihatnya geliat pemulihan ekonomi di berbagai sektor bukti dari bangkitnya usaha, meskipun beberapa kegiatan usaha belum kembali ke level pre-pandemi. Terutama dengan adanya kegiatan kampus yang sudah mulai tatap muka, membuat usaha kos-kosan di sekitar kampus bangkit kembali,” kata Timon Pieter ketika membuka dialog perpajakan di Radio Meta FM Solo (Rabu, 12/10).
Fungsional Penyuluh Pajak Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah II Timon Pieter, Wieka Wintari, dan Surono hadir sebagai narasumber dalam dialog perpajakan di Radio Meta FM Solo. Mereka secara bergantian menyampaikan materi terkait dengan pajak atas usaha kos-kosan.
Pada sesi pertama Wieka menjelaskan bahwa pajak apa saja yang dikenakan atas usaha kos-kosan. Pastinya ada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dimana atas pajak ini dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Dan ada Pajak Penghasilan (PPh) terhadap si pemilik kos-kosan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2014, dijelaskan yang termasuk dalam jasa pelayanan penginapan itu adalah antar lain asrama untuk mahasiswa/pelajar asrama atau pondok pekerja dan rumah kos. Untuk sewa tanah dan/atau bangunan secara umum memang dikenakan PPh Final 10%, namun untuk rumas kos dikecualikan dari pengenaan 10% tersebut.
Pada sesi berikutnya Surono menerangkan bahwa atas penghasilan kos-kosan itu dikenakan kepada si pemilik sebagai penghasilan yang diperolehnya dari usaha kos-kosan tersebut, namun memang dapat dilihat terlebih dahulu dari omzet setahunnya.
“Pengecualian dari pengenaan 10% atas sewa tanah dan/atau bangunan adalah dikarenakan pengusaha kos-kosan yang memiliki omzet maksimal Rp4,8 miliar dalam setahun dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM dan dapat menggunakan fasilitas tarif PPh Final sebesar 0,5%,” ungkap Surono.
Timon Pieter pada sesi terakhir menjelaskan bahwa dengan adanya Undang-undang Harmonisasi Perturan Perpajakan yang sahkan 29 Oktober 2021 lalu, membawa berita yang baik untuk pelaku UMKM. Mulai 1 Januari 2022 akan diberikan insentif bagi mereka yang memilik peredaran bruto (omzet) hingga Rp500 juta setahun tidak akan dikenakan pajak penghasilan. Sedangkan untuk Pajak Pertambahan Nilai, ungkapnya tidak dikenakan pajak
“Dalam hal ini seperti dalam pasal 4A Undang-undang PPN sebagaimana terakhir diubah dengan UU HPP menegaskan bahwa Jasa Perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan atau jasa penyewaan ruangan di hotel merupakan pajak daerah dan bukan merupakan objek PPN,” jelas Timon.
Menutup dialog perpajakan, Surono kembali mengimbau kepada seluruh wajib pajak di lingkungan Kanwil DJP Jawa Tengah II untuk tetap membantu menjaga integritas DJP, dengan tidak menawarkan sesuatu pemberian kepada petugas pajak, dan melaporkan apabila terdapat indikasi dan bukti bahwa petugas pajak melakukan tindakan yang tidak sesuai kode etik dan melanggar integritas. Selain itu disampaikan dapat menghubungi portal DJP di www.pajak.go.id atau melalui Kring Pajak 1500200 bagi pendengar yang ingin menfapatkan informasi lebih lanjut
Pewarta: Wieka Wintari |
Kontributor Foto: Surono |
Editor: Muhammad Afif Fauzi |
- 22 views