Oleh: Putu Dian Pusparini, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Di zaman serba modern saat ini, semua kegiatan manusia dipermudah dengan teknologi maju. Salah satu teknologi tersebut ada di bidang transportasi dan komunikasi.

Pada bidang transportasi, banyak sekali kendaraan bermotor yang bisa dikemudikan oleh orang pada umumnya seperti motor dan mobil. Sedangkan beberapa kendaraan yang khusus dikendarai oleh profesi tertentu adalah pesawat, kapal, kereta, dan lainnya. Transportasi menjadi salah satu kebutuhan setiap orang di masa sekarang karena semakin hari mobilitas setiap orang semakin meningkat.

Sedangkan di bidang komunikasi, sudah jauh berbeda jika dibandingkan dengan saat penulis masih duduk di bangku Sekolah Dasar atau kurang lebih sepuluh tahun yang lalu. Dahulu, telepon genggam adalah aset yang bisa disetarakan dengan mobil, hanya orang “punya” saja yang memiliki.

Namun sekarang, semua orang bahkan anak umur lima tahun saja sudah lihai menggunakan gawai. Hal ini karena kegunaan gawai yang tidak hanya sebagai media komunikasi namun juga sebagai media hiburan, sumber informasi, uang, pengetahuan, dan masih banyak lagi.

Ide cemerlang muncul ketika teknologi komunikasi dan transportasi dihubungkan dan digunakan manfaatnya. Aplikasi ojek online merupakan salah satu hasil dari ide cemerlang itu. Aplikasi ojek online sampai saat ini semakin ramai mitranya dan jangkauan konsumennya semakin luas.

Awalnya aplikasi ini hanya bisa mengantar atau menjemput konsumen dari satu titik ke titik lainnya layaknya ojek pangkalan. Namun sekarang, tidak hanya antar jemput orang, tetapi makanan, paket, belanjaan, dan masih banyak lagi.

Ojek Online = Pegawai

Dalam dunia pekerjaan, yang kita ketahui ada tiga kategori pekerjaan yaitu pegawai, usahawan, atau pekerja bebas (freelancer). Nah, apakah pengemudi ojek online itu dikategorikan sebagai pegawai?

Pengertian pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja berdasarkan suatu perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis atau tidak tertulis untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu untuk memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu.

Kalau ditelisik lagi, pengemudi ojek online memenuhi semua komponen dalam pengertian pegawai. Mereka adalah orang pribadi yang bekerja pada suatu perusahaan aplikator dengan perjanjian kerja dan dibayar.

Masalahnya, imbalan mereka dibayarkan oleh konsumen yaitu pengguna jasa ojek online. Namun, para pengemudi ojek online mendapatkan bonus dari perusahaan aplikator setelah memenuhi kriteria jumlah pesanan. Berarti dapat disimpulkan bahwa pengemudi ojek online merupakan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi, pegawai tidak tetap adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari kerja, jumlah unit hasil pekerjaan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

Berdasarkan pengertian tersebut menjadi jelas bahwa pengemudi ojek online adalah pegawai tidak tetap. Hal ini dikarenakan penghasilan dari perusahaan aplikator diberikan sesuai hasil pekerjaan yaitu jumlah pesanan.

Pajak Penghasilan Ojek Online

Pajak yang dikenakan untuk pengemudi ojek online adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. PPh Pasal 21 yang dikenakan untuk penghasilan pegawai tidak tetap menggunakan ketentuan apabila:

  • Penghasilan akumulatif sebulan tidak melebihi Rp4.500.000 dan dalam hal:
    • Penghasilan rata-rata seharinya tidak melebihi Rp450.000 maka tidak dipotong PPh 21.
    • Penghasilan rata-rata seharinya melebihi Rp450.000 maka akan dikenakan pajak sebesar 5% dari dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajaknya yaitu jumlah penghasilan dikurangi Rp450.000.
  • Penghasilan akumulatif sebulan melebihi Rp4.500.000 namun tidak melebihi Rp10.200.000 maka dipotong pajak sebesar 5% dari dasar pengenaan pajak. Dasar Pengenaan Pajaknya yaitu jumlah penghasilan dikurang Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sehari yaitu PTKP setahun dibagi 360 hari.
  • Penghasilan akumulatif sebulan melebihi Rp10.200.000 maka ketentuan tarif pajaknya sesuai tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Jadi, kalau tiba-tiba bonus dipotong dari perusahaan aplikator, bisa jadi itu adalah potongan PPh Pasal 21.

Tanpa NPWP Bisa Kena Pajak

Banyak pertanyaan seputar pemotongan pajak pengemudi ojek online padahal tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Memangnya orang yang tidak punya NPWP bisa dipotong pajak? Kalau dipotong pajak atas nama siapa? Kalau atas nama perusahaan kenapa memotong penghasilan mitra ojek online? Lalu, bagaimana pelaporan pajaknya?

Jawabannya adalah bisa. Pegawai tanpa NPWP tetap dipotong pajak bahkan lebih besar 20% sesuai Pasal 21 ayat (5a) UU PPh. Pemotongan tersebut dikenakan atas nama pengemudi ojek online tersebut karena perusahaan aplikator memotong pajak atas penghasilan pengemudi ojek online.

Tidak memiliki NPWP bukan berarti seseorang bebas pajak, apalagi penghasilannya sudah melebihi PTKP. Sehingga dalam hal ini, pengemudi ojek online disarankan untuk memiliki NPWP karena selain menghindari tambahan pemotongan pajak akibat tidak memiliki NPWP, juga agar memudahkan proses administrasi.

Kewajiban seseorang yang sudah memiliki NPWP dan dipotong pajak adalah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan atas Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh perusahaan aplikator.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.