Menyingkap Tabir Pajak Masuk Kurikulum

Oleh: Widi Jati Laksono, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Sudah tidak bisa dimungkiri lagi bahwa pajak merupakan sumber penerimaan terbesar bagi Indonesia. Pada tahun 2020 penerimaan negara yang bersumber dari pajak mencapai lebih dari 85% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan sisanya berasal dari penerimaan bukan pajak dan lainnya. Hal itu tentu mengindikasikan bahwa pajak merupakan salah satu tumpuan utama penerimaan negara dan perannya sangat penting bagi keberlangsungan pembangunan.
Melihat keadaan seperti itu, sosialisasi kepada masyarakat mengenai pajak sangat penting dilakukan. Masyarakat perlu tahu bahwa pajak adalah pilar utama bagi pendapatan negara dan membayar pajak adalah sebuah kewajiban yang sangat bermanfaat bagi keberlangsungan negara.
Pada dasarnya pajak memiliki dua fungsi utama bagi pemerintah, yaitu fungsi bugdetair dan fungsi regulerend. Fungsi bugdetair adalah pajak sebagai sumber pendapatan negara dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka kepentingan bangsa dan negara.
Sedangkan fungsi regulerend yaitu pajak merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh dari fungsi regulerend adalah dengan adanya pajak atas impor barang dari luar negeri, masyarakat cenderung membeli produk dalam negeri yang harganya lebih murah.
Berdasarkan hal tersebut, sangat penting untuk mengenalkan pajak kepada seluruh lapisan masyarakat, bahkan sejak dini. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka edukasi pajak adalah memasukkan pajak ke dalam kurikulum sekolah. Dengan adanya pelajaran yang mengenalkan pajak pada siswa, maka siswa dapat mengerti dan memahami mengenai pajak secara mendasar sejak dini dan kedepannya dapat mencetak generasi sadar pajak.
Untuk saat ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah berupaya mengenalkan pajak kepada siswa maupun mahasiswa melalui kegiatan Pajak Bertutur dan Tax Goes To School (TGTS). Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh DJP pada waktu yang telah ditentukan dan biasanya secara serentak seluruh Indonesia.
Kegiatan tersebut melibatkan pegawai DJP untuk berinteraksi langsung dengan para siswa dan mahasiswa di beberapa sekolah dan kampus yang tersebar di seluruh Indonesia dengan tujuan mengenalkan pajak.
Akan tetapi, tidak semua sekolah mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kegiatan tersebut. Untuk lebih memberikan pemahaman tentang pajak yang lebih intens kepada para siswa di seluruh Indonesia, dapat dilakukan dengan memasukkan pajak ke dalam kurikulum sekolah.
Materi mengenai perpajakan tidak harus dibuat dalam mata pelajaran tersendiri atau disusun secara khusus. Akan tetapi, dapat memasukannya ke dalam mata pelajaran lain yang sudah ada. Adapun mata pelajaran yang sesuai untuk memuat materi perpajakan adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan mata pelajaran ekonomi untuk tingkat Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K).
Untuk tingkat SD, materi yang diberikan dapat berupa pengertian dan fungsi pajak secara dasar bagi negara. Kemudian untuk tingkat SMP, dapat diberikan materi mengenai manfaat pajak secara lebih mendalam. Sedangkan untuk tingkat SMA, dapat diberikan materi tentang filosofi pajak dan jenis-jenis pajak. Selain itu juga dapat disusun mata pelajaran khusus atau semacam ekstra kurikuler tentang materi perpajakan.
Namun, kegiatan seperti itu kemungkinan bisa dilaksanakan di jenjang SMA/SMK. Hal tersebut dikarenakan pada tingkat tersebut siswa lebih siap untuk menentukan karier dan masa depannya. Dengan begitu secara bertahap siswa dapat mengenal dan memahami pajak dan menjadi pengetahuan dasar bagi generasi muda.
Manfaat dan Dampak Positif
Memasukkan pajak ke dalam kurikulum sekolah memiliki beberapa manfaat dan berdampak positif bagi siswa maupun negara. Adapun manfaat sekaligus dampak positif adanya pajak di dalam kurikulum sekolah adalah sebagai berikut:
- Siswa mengenal dan memahami mengenai pajak serta manfaatnya sejak dini;
- Pajak menjadi sesuatu yang lebih familier di kalangan siswa dan dunia pendidikan;
- Mempermudah pemerintah dalam menyosialisasikan pajak kepada masyarakat;
- Terciptanya generasi sadar pajak;
- Mempersiapkan wajib pajak masa depan yang taat pajak.
Selain itu, secara tidak langsung hal tersebut dapat mendorong para guru untuk lebih mengerti tentang pajak. Dengan adanya pelajaran tentang pajak, mau tidak mau para guru harus menguasai materi pajak yang akan diajarkan kepada siswa. Jadi para guru dituntut untuk belajar pajak terlebih dahulu sebelum mengajarkan kepada para siswanya.
Apabila para guru juga sudah lebih memahami mengenai pajak dari pada sebelum adanya pajak dalam kurikulum, maka mereka juga diharapkan akan menjadi wajib pajak yang lebih taat menjalankan kewajiban perpajakannya.
Selain untuk bekal di masa depan, para siswa yang telah memperoleh pengetahuan tentang pajak dapat menjadi pelopor bagi keluarga dan orang tuanya serta penyambung lidah pemerintah bagi masyarakat sekitarnya dalam rangka edukasi pajak.
Sebagai contoh, jika seorang siswa memiliki orang tua pengusaha toko kelontong dan setiap pulang sekolah membantu orang tuanya menjaga toko, maka siswa tersebut dapat mengingatkan orang tuanya untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. Atau bahkan siswa tersebut dapat membantu orang tuanya dalam menghitung pajak yang harus dibayarkan dan mengingatkan untuk melaporkan pajaknya.
Atau contoh lainnya, misalkan orang tua siswa bekerja di sebuah perusahaan atau sebagai pegawai negeri yang setiap bulan menerima penghasilan dari tempat bekerja. Maka setiap awal tahun sebelum tanggal 31 Maret, siswa tersebut dapat mengingatkan orang tuanya untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan sebagai kewajiban perpajakannya.
Jika siswa sudah tertanam komitmen dan sadar pajak sejak dini, maka akan menimbulkan motivasi untuk masa depannya menjadi wajib pajak yang taat. Hal tersebut tentu akan berdampak positif bagi mental para siswa. Mereka akan lebih tekun dalam mengejar cita-citanya dan akan berkontribusi kepada negara dengan melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan optimal. Dengan begitu, masa depan bangsa ini akan terjamin dengan disiapkannya generasi yang sadar pajak.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 199 views