Oleh: Chusnul Qhatimah Ramli, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Momen 17 Agustus akan selalu istimewa, meskipun kali ini kita harus merayakannya di tengah pandemi Covid-19. Segenap masyarakat Indonesia di manapun berada, baik di ibu kota hingga pelosok daerah, baik di rumah, rumah sakit, atau tempat isolasi, serentak menghentikan aktivitasnya sejenak untuk mengiringi pengibaran bendera Merah Putih pada saat lagu Indonesia Raya berkumandang.

Bangsa yang besar niscaya akan menghargai jasa para pahlawannya. Betapa mulia perjuangan dan pengorbanan para pahlawan kemerdekaan yang memberikan sumbangsih terbaiknya tidak terkira, bahkan dengan pengorbanan nyawa sekalipun.

Apabila di masa lalu pahlawan adalah mereka yang memegang tombak dan pedang untuk berjuang meraih kemerdekaan, di masa sekarang pahlawan adalah mereka yang berkontribusi dan berkarya untuk negeri ini. Salah satu kontribusi yang dapat dilakukan masyarakat adalah dengan sadar dan peduli akan pajak.

Di ulang tahun Republik Indonesia ke-76, tantangan yang dihadapi semakin bertambah dan Indonesia masih memiliki cita-cita yang belum terwujud. Cita-cita itu sendiri bukanlah tujuan, melainkan sebuah perjalanan. Merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur adalah kondisi yang dicita-citakan untuk mengiringi perjalanan bangsa Indonesia dari generasi ke generasi.

Pajak merupakan salah satu amanat dari para pendiri bangsa dan disebutkan dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Negara dan pajak merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Negara membutuhkan pajak untuk menjalankan program-programnya demi kepentingan masyarakat. Sampai saat ini, pajak masih menjadi kontributor terbesar penerimaan negara dengan target yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Selain bergantung pada faktor pertumbuhan ekonomi, penerimaan pajak juga sangat bergantung pada kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajibannya sebagai warga negara.

Negara tidak menuntut warga negaranya dengan beban tanggung jawab yang berat. Kewajiban dan tanggung jawab rakyat diukur dengan parameter yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya. Negara harus menjaga ketahanan nasional. Bibit-bibit ketahanan nasional yang bersemayam dalam jiwa seluruh rakyat Indonesia mesti dimanifestasikan.

Negara menuntut jiwa dan semangat nasionalisme warga negaranya agar Republik ini tetap utuh dan kokoh. Negara butuh patriot, meski bukan lagi patriot yang mengangkat senjata dan berlaga di medan perang. Patriotisme sesungguhnya berada di alam pikiran, pada jiwa, dan termanifestasi pada sikap dan perilaku.

Sejak sekolah dasar, kita selalu mendengar slogan “mengisi kemerdekaan”. Lalu, apa kontribusi kita di dalam mengisi kemerdekaan? Kemajuan teknologi informasi membuat arus komunikasi dan informasi merambah sampai ke ruang yang paling privasi. Di era sekarang ini, membangun nasionalisme dan jiwa patriotisme sesungguhnya tidak perlu kemana-mana. Untuk mengisi kemerdekaan, cukup di rumah saja.

Pendidikan anak merupakan investasi jangka panjang, baik bagi keluarga maupun negara, sehingga anak-anak perlu diperkenalkan tentang pajak sejak dini. Anak adalah harapan bangsa yang akan menjadi pemimpin dan penentu kemajuan negara di masa depan. Ironinya, orang tua kerap kali memberi kesan yang buruk tentang pajak.

Meskipun penyampaian informasi seputar pajak telah dan terus dilakukan di berbagai media, dan pelaksanaan kegiatan kehumasan yang intensif, kadang masih ada kesalahan persepsi yang semestinya tidak perlu terjadi.

Ada sebuah istilah bahwa madrasah pertama bagi anak adalah keluarga dan ibu sebagai guru pertamanya. Sudah menjadi kodrat seorang ibu sebagai guru pertama dan utama bagi anaknya. Bukan hal yang tabu untuk mengajarkan tentang pajak kepada buah hati sejak dini. Sebab negara kita tidak dapat berjalan tanpa adanya pajak.

Secara sederhana, orang tua dapat menjelaskan kepada anak tentang layanan dan fasilitas yang dibiayai oleh pemerintah, seperti pembangunan sekolah, jalan, jembatan, rumah sakit, taman kota, bandara, dan lainnya.

Edukasi pajak sejak dini juga dapat memanfaatkan media seperti buku cerita bergambar tentang pajak, buku dongeng kerajaan, fabel inspiratif seperti kisah raja lebah dan sesendok madu, kisah kelinci, semut, kancil, dan lain-lain.

Orang tua merupakan pahlawan bagi anak yang mendampingi proses belajar anak untuk memahami nilai-nilai moral seperti kejujuran, keteladanan, kedisiplinan, tanggung jawab, keadilan, dan ketulusan. Begitu banyak nilai-nilai yang dapat diambil dari pemungutan pajak. Setidaknya ada tiga nilai utama yang dapat diajarkan kepada anak yaitu:

  • Kemandirian. Jika seluruh masyarakat sadar untuk membayar pajak, Indonesia akan memiliki cukup pendapatan untuk memenuhi belanja negara tanpa harus berhutang. Pajak sangat penting untuk menjadikan Indonesia mandiri dan kuat.
  • Gotong Royong. Gotong royong merupakan budaya bangsa Indonesia seperti peribahasa “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Pajak mengajarkan kita indahnya berbagi sebab masyarakat yang lebih mampu akan membayar pakak lebih banyak kepada negara untuk disalurkan kepada yang lebih membutuhkan. Dengan membayar pajak, kita telah bergotong royong dalam menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  • Kejujuran. Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment yang memercayakan masyarakat untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Masyarakat pun tidak perlu khawatir atau takut uang yang disetorkannya tidak benar-benar masuk ke kas negara. Karena penyetoran pajak tidak dapat dilakukan di Kantor Pajak, tetapi melalui bank atau kantor pos yang akan langsung masuk ke kas negara.

Tiap ibu tidak hanya membentuk karakter anak agar sadar pajak, tetapi juga keluarga sebagai lingkup kecil masyarakat. Sehingga, membangun generasi emas sadar pajak tidak hanya menjadi beban dan kewajiban Direktorat Jenderal Pajak, tetapi juga diperlukan dukungan masyarakat.

Sekali lagi, Indonesia adalah tanggung jawab kita bersama. Saatnya orang tua menjadi pahlawan yang bertugas di keluarga masing-masing untuk mengubah paradigma dari membayar pajak karena paksaan menjadi bangga karena sudah taat pajak. Masyarakat harus sadar bahwa dengan taat pajak berarti masyarakat telah menjadi pahlawan di negeri ini.

Mari bergotong royong mengisi kemerdekaan melalui partisipasi aktif dalam perpajakan untuk mewujudkan kemandirian negara. Sesuai tema besar Hari Ulang Tahun Republik Indoneisa ke-76 yaitu “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh”, mari kita bersama-sama saling menguatkan, saling mengulurkan tangan dalam menempuh jalan penuh tantangan dengan semangat pantang menyerah untuk masa depan yang lebih baik. Merdeka!

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.