Dongkrak Daya Beli Masyarakat, Pemerintah Tanggung PPN Pembelian Rumah

Oleh: Tobagus Manshor Makmun, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Joko Lelono, seorang pemborong yang biasa menjadi sub-kontraktor sebuah developer perumahan di Malang mengaku sudah hampir tiga bulan ini menganggur. “Rumah yang terlanjur dibangun belum laku, Pak. Boss minta pengerjaan rumah berikutnya ditunda,” ujarnya saat saya hubungi melalui telepon. Efek sampingnya, tukang dan asisten tukang yang berjumlah belasan orang juga tidak memperoleh penghasilan. “Sekarang, ya, cuma bisa nunggu. Paling seminggu dua kali saya menengok lokasi proyek karena alat dan bahan kita masih ada di sana,” tuturnya lagi.
Virus Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang sudah setahun mendera negara kita berdampak pada hampir semua sektor, tak terkecuali industri perumahan. Data yang dirilis Bank Indonesia pada triwulan IV 2020 menunjukkan terjadi penurunan penjualan rumah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan volume penjualan tersebut terjadi pada seluruh tipe rumah. Penjualan rumah tipe kecil tercatat mengalami penurunan sebesar 15,06%, rumah tipe menengah sebesar 24,13%, dan rumah tipe besar turun sebesar 36,65%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto seperti dikutip dalam artikel media daring Republika (1/3) mengatakan, sektor konstruksi merupakan sektor dengan output multiplier tinggi, multiplier effect, baik dari sisi forward-linkage maupun backward-linkage sangat tinggi. Terdapat 174 industri terlibat seperti industri baja, semen, cat, mebel, alat rumah tangga, dan lainnya, serta terdapat 350 jenis industri kecil terkait, misalnya industri furnitur. Dia menambahkan, pemberian insentif pada sektor ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di tahun 2021.
Untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat dan memulihkan sektor industri perumahan tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.010/2021 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang DItanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021.
Sesuai hakikat PPN sebagai pajak konsumsi, pada dasarnya penerima manfaat insentif ini adalah konsumen. Insentif dari pemerintah ini bisa dimanfaatkan konsumen yang membeli rumah dengan harga maksimal Rp5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). Dalam aturan yang ditetapkan pada 1 Maret 2021 tersebut juga ditetapkan beberapa syarat lainnya, di antaranya rumah tapak atau hunian rumah susun tersebut harus diserahkan dalam kondisi siap huni (ready stock) dan baru pertama kali diserahkan oleh pengembang serta belum pernah dilakukan pemindahtanganan. Beleid ini juga menyebutkan, setiap konsumen hanya diperbolehkan memanfaatkan fasilitas ini untuk satu unit dan tidak diperkenankan memindahtangankan unit tersebut dalam jangka waktu satu tahun.
Harga unit rumah tapak dan hunian rumah susun yang PPN-nya ditanggung pemerintah dalam aturan ini dibagi menjadi dua. Yang pertama, untuk properti dengan harga maksimal Rp2.000.000.000,- PPN yang ditanggung pemerintah sebesar 100%, sedangkan properti dengan harga di atas Rp2.000.000.000,- sampai dengan Rp5.000.000.000,- nilai PPN yang ditanggung pemerintah sebesar 50%. Konsumen bisa memanfaatkan insentif tersebut mulai masa pajak Maret 2021 hingga Agustus 2021.
Bagi konsumen yang telah melakukan pembayaran uang muka atau cicilan sebelum berlakunya aturan ini tetap dapat memanfaatkan insentif PPN ditanggung pemerintah dengan syarat pembayaran uang muka atau cicilan pertama kali dilakukan paling lama 1 Januari 2021. Insentif akan diberikan pada sisa cicilan dan pelunasan yang dilakukan pada periode berlakunya aturan ini, yakni Maret 2021 hingga Agustus 2021.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan dengan fasilitas PPN ditanggung pemerintah diharuskan membuat faktur pajak dengan kode 07 sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2012. Faktur pajak tersebut harus diisi dengan lengkap, termasuk identitas pembeli berupa nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK). Faktur juga harus dibubuhi keterangan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 21/PMK.010/2021”.
PKP juga diwajibkan untuk melakukan laporan realisasi PPN yang ditanggung pemerintah tersebut setiap bulannya. Namun, berbeda dengan beberapa insentif pajak lainnya yang mengharuskan laporan realisasi diunggah dalam laporan tersendiri, fasilitas PPN ditanggung pemerintah yang diatur dalam beleid ini cukup dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) PPN biasa. Faktur pajak dengan kode 07 yang dicantumkan dalam pelaporan SPT Masa adalah bentuk laporan realisasi dimaksud.
Insentif ini seakan melengkapi insentif sebelumnya yang dilakukan oleh Bank Indonesia berupa pembebasan uang muka atau down payment 0% bagi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pembebasan uang muka ini dilakukan dengan mekanisme pelonggaran Loan to Value dan Financing to Value sebesar 100% bagi kredit properti. Dengan mekanisme ini seluruh pendanaan untuk memperoleh properti akan ditanggung sepenuhnya oleh bank. Namun, tentunya pemberian fasilitas ini dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, di antaranya perbankan yang memberikan KPR harus memiliki rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) maksimal 5%.
Insentif ini merupakan wujud nyata dukungan pemerintah bagi sektor industri perumahan dan keberlangsungan dunia usaha yang terdampak pandemi Covid-19. Dengan adanya insentif ini, diharapkan mampu mendongkrak daya beli masyarakat pada sektor industri perumahan, yang pada akhirnya bisa ikut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 360 views