Paling Lambat Tanggal Berapa?

Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Paling lambat tanggal berapa? Jatuh temponya kapan? Batas akhir pelaporan tanggal berapa? Kalimat-kalimat tanya tersebut boleh jadi tidak asing di telinga kita. Disadari atau tidak kita sering mendengar atau bahkan mengatakan kalimat-kalimat tersebut. Pada saat sekolah, kuliah, dan bahkan sampai di dunia kerja kalimat-kalimat tersebut menjadi kalimat yang cukup familier di telinga kita. Ketika kita dihadapkan pada tugas yang harus dikumpulkan, dengan spontan kita bertanya “paling lambat tanggal berapa?”
Saat kita mengingatkan rekan kerja untuk segera menyelesaikan laporan, kalimat “jatuh temponya kapan?” kembali terdengar dari sang rekan. Kala kita mendapatkan tugas dari atasan untuk membuat analisis atas suatu hal, dengan sigap kita pun bergumam, “Batas akhir pengumpulan tugas hari apa?” Ketika petugas pajak mengatakan ke wajib pajak untuk segera melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), wajib pajak balik bertanya, “Batas waktunya sampai tanggal berapa?" Dan masih banyak lagi contoh situasi yang disadari atau tidak mengeluarkan respon berupa kalimat-kalimat tanya tersebut.
Boleh jadi tidak ada yang salah dengan kalimat-kalimat itu karena memang kalimat-kalimat tersebut biasa diucapkan. Kita juga dapat berdalih bahwa menanyakan hal tersebut sangat diperlukan agar kita dapat mengerjakan suatu tugas tepat waktu. Namun, pernahkah Anda coba menganalisis apa yang salah dengan kata “paling lambat”, “jatuh tempo”, dan “batas akhir”. Disadari atau tidak, setelah mengetahui jatuh tempo penyelesaian tugas, kebanyakan dari tugas-tugas diselesaikan tepat sebelum jatuh tempo atau bahkan di waktu-waktu kritis yang sangat mendekati jatuh tempo. Dan kita telah menyelesaikan tugas dengan tepat waktu. Namun, apakah ini yang dinamakan tepat waktu?
Sigmund Freud, bapak psikologi dunia, mencetuskan teori gunung es psikologi (psikoanalisis). Freud mengeluarkan teori ini untuk menggambarkan pikiran manusia dengan perumpamaan gunung es. Bagian gunung es yang terlihat atau yang berada di bagian atas merupakan pikiran sadar (conscious mind). Sedangkan bagian gunung es yang yang tidak terlihat dan berada di bawah permukaan laut merupakan pikiran bawah sadar (unconscious mind). Inilah bagian terbesar dari gunung es tersebut yang berada di bagian bawah permukaan laut. Lebih banyaknya bagian dari gunung es yang berada di bagian bawah laut menggambarkan bahwa pikiran bawah sadar manusia lebih banyak berpengaruh terhadap perilaku manusia tersebut ketimbang pikiran sadar. Walaupun seseorang mungkin tidak menyadarinya, namun Freud percaya bahwa pikiran bawah sadar mengambil bagian terbesar dalam pikiran manusia yang berdampak pada perilaku orang tersebut.
Itulah mengapa para motivator terkemuka sering menggaungkan semangat untuk selalu berpikiran positif bagi setiap individu. Berbagai alasan pun mengemuka. Pikiran positif dapat memperpanjang usia, pikiran positif dapat membuat tubuh sehat, dan pikiran positif dapat mempercantik diri. Pikiran positif ini bisa jadi lebih banyak muncul dari alam bawah sadar. Dari pikiran positif ini akan timbul perilaku positif. Perilaku positif ini timbul dari proses yang cukup panjang dimulai dari pikiran bawah sadar yang terus tertanam di dalam diri yang salah satunya bisa bersumber dari kata-kata. Ada orang bijak yang mengatakan bahwa kata-kata yang baik adalah doa. Itu benar adanya. Kata-kata yang baik dan terus menerus dikatakan akan tertanam di pikiran bawah sadar dan menuntun perilaku menjadi seperti yang ada di pikirannya itu.
Jadi apa yang salah dengan kata “paling lambat”, “jatuh tempo”, dan “batas akhir”? Kata-kata itu boleh jadi akan tertanam dalam pikiran bawah sadar kita. Dan secara tidak sadar kita akan berperilaku menurut kata-kata itu. Ketika kata-kata “paling lambat”, “jatuh tempo”, dan “batas akhir” diucapkan, maka pikiran kita akan menuntun perilaku untuk bekerja lebih lambat dan hanya mengingat hari atau tanggal yang menjadi tanggal jatuh tempo, seolah-olah di tanggal tersebutlah pekerjaan kita harus selesai. Padahal semestinya kita bisa menyelesaikannya lebih cepat. Pikiran kita akan senantiasa mengatakan, “Ah, masih lama kok batas waktunya!” Dan ini menjelma dalam perilaku kita yang senantiasa melambat-lambatkan penyelesaian tugas.
Berbicara mengenai kalimat, “Paling lambat tanggal berapa?” Sepertinya relevan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh tahun ini. Boleh jadi masih banyak wajib pajak yang menunda penyampaian SPT Tahunan PPh mereka karena merasa tanggal batas waktu penyampaiannya masih lama. Boleh jadi mereka merasa bahwa pelaporan SPT Tahunan PPh ini dapat dilakukan nanti menunggu sampai dekat dengan batas waktu terakhir, yang penting tidak terlambat. Ini masih bulan Februari, berarti masih ada waktu sebulan lebih atau bahkan dua bulan lagi sebelum batas waktu terakhir. Pemikiran seperti ini yang seharusnya tidak membelenggu pikiran bawah sadar wajib pajak.
Terlebih lagi jika sebenarnya tidak ada hal yang menyebabkan dapat tertundanya pelaporan SPT Tahunan. Wajib pajak karyawan yang sudah memiliki bukti potong dan tidak memiliki kegiatan usaha lain dapat segera menyampaikan SPT Tahunan PPh mereka. Tidak ada lagi yang perlu ditunggu. Pelaporan SPT dapat segera dilakukan dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Apalagi jika pelaporan SPT dilakukan secara elektronik (e-Filing), pelaporan dapat dilakukan tanpa harus keluar dari rumah. Wajib pajak usaha mikro, kecil. dan menengah (UMKM) yang dikenakan tarif PPh Final 0,5% dari peredaran bruto dapat segera melaporkan SPT Tahunan PPh dengan mengisi lampiran daftar jumlah peredaran bruto dan pembayaran PPh Final setiap bulannya.
Sebenarnya banyak keuntungan bagi wajib pajak jika menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih awal. Keuntungan pertama. wajib pajak dapat lebih berkonsentrasi melaksanakan kegiatan lainnya terkait pekerjaan tanpa harus lagi terbebani dari memikirkan laporan SPT Tahunan PPh. Dan kita tidak tahu, bisa jadi di saat-saat akhir batas pelaporan justru banyak pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan oleh wajib pajak.
Keuntungan lain, pelaporan SPT Tahunan PPh lebih awal dapat menghindarkan wajib pajak dari permasalahan jaringan pada sistem aplikasi pelaporan SPT secara elektronik (e-Filing), karena berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, pengguna aplikasi di saat-saat akhir mendekati batas waktu pelaporan akan meningkat lebih banyak dari biasanya.
Selain itu pelaporan SPT Tahunan PPh lebih awal bagi wajib pajak yang melaporkan SPT secara manual akan menghindarkan wajib pajak dari antrean dan kerumunan di kantor pajak. Apalagi saat pandemi seperti sekarang ini, kita harus memperhatikan kesehatan kita dengan sebisa mungkin menghindari kerumunan. Menyadari keuntungan ini dapat membawa pemikiran positif di pikiran bawah sadar wajib pajak. Selanjutnya wajib pajak tinggal mengikuti pikiran positif tadi yang akan membawa ke perilaku yang positif untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dengan aman dan nyaman.
Pada akhirnya, terbiasanya menanamkan hal positif dalam pikiran bawah sadar kita akan membawa keuntungan dan dampak positif bagi perilaku dan kebiasaan yang kita lakukan. Coba lihat slogan kampanye SPT Tahunan PPh dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). “Kenapa harus nanti, lapor SPT hari ini.” Slogan ini ingin menanamkan ke pikiran bawah sadar masyarakat dan wajib pajak untuk segera menyampaikan SPT Tahunan PPh.
Wajib pajak mungkin sudah mengetahui tanggal batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh. Namun, wajib pajak jangan membiarkan tanggal batas waktu itu tertanam dalam pikiran bawah sadar wajib pajak. Justru slogan kampanye penyampaian SPT Tahunan PPh inilah yang harus terus tertanam dalam pikiran bawah sadar wajib pajak. Dengan begitu tidak ada alasan lagi bagi wajib pajak untuk menunda-nunda pelaporan SPT Tahunan PPh. Dan pada akhirnya perilaku sadar pajak akan tercipta. Wajib pajak akan selalu berusaha melaporkan SPT Tahunannya sesegera mungkin. Wajib pajak akan selalu ingat, “Kenapa harus nanti, lapor SPT hari ini.”
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 889 views