Digital Nomad Bebas Pajak di Indonesia? Ini Ketentuannya

Oleh: Made Yogi Dwiyana Utama, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Fenomena Digital Nomad dewasa ini cukup menyita perhatian publik. Digital Nomad adalah orang yang bekerja dari lokasi yang dipilihnya sendiri dengan memanfaatkan teknologi digital nirkabel (Kompas, 2020). Digital Nomad dapat bekerja tanpa rintangan lokasi dan bahkan dapat dilakukan sambil mendatangi tempat-tempat tertentu yang mereka sukai. Oleh karena itu, sebagian besar Digital Nomad cenderung berpindah-pindah tempat tinggal (nomaden).
Indonesia menjadi salah satu negara favorit yang menjadi tujuan para Digital Nomad. Berdasarkan cuitan salah seorang Digital Nomad, Indonesia, terutama Bali, memiliki lingkungan yang asri, tenang, dan bersahabat. Biaya hidup di Indonesia juga tergolong rendah dibandingkan dengan sebagian besar negara maju di dunia. Selain itu, oknum Digital Nomad tersebut juga merasa tidak harus membayar pajak karena tidak pernah memperoleh penghasilan dalam mata uang rupiah.
Kejadian ini kemudian menjadi polemik di masyarakat. Banyak pihak yang mempertanyakan tentang keadilan dalam pengenaan pajak penghasilan (PPh) kepada para Digital Nomad. Perlu diingat, teori Four Maxims yang dikemukakan Adam Smith menyatakan bahwa pemungutan pajak harus memenuhi asas Equity, yaitu harus dilaksanakan secara adil tanpa memihak dan mebeda-bedakan.
Berangkat dari hal itu, berdasarkan Undang-Undang nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Undang-Undang PPh), seseorang dapat dikenakan PPh sepanjang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. Persyaratan Subjektif yaitu persyaratan bahwa seseorang atau suatu badan usaha termasuk dalam kategori subjek pajak sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Persyaratan Objektif yaitu persyaratan subjek pajak menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Kemudian, apakah Digital Nomad memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tersebut?
Dapat Dikategorikan sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri
Berdasarkan Undang-Undang PPh, subjek pajak terbagi atas subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA), dapat dikategorikan sebagai subjek dalam negeri sepanjang: (1) bertempat tinggal di Indonesia; (2) berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau (3) dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Sepanjang memenuhi salah satu kondisi tersebut, Digital Nomad dapat dikategorikan sebagai subjek pajak dalam negeri berdasarkan Undang-Undang PPh.
Dalam pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima subjek pajak dengan melewati batas negara/yuridiksi pajak (aspek pajak internasional), kita juga perlu memperhatikan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) sebagai lex specialis dari ketentuan Undang-Undang PPh. Dalam kasus ini, sebagai contoh kita gunakan ketentuan P3B Indonesia-USA. Seseorang dapat ditetapkan sebagai subjek pajak dalam negeri berdasarkan P3B tersebut sepanjang yang orang yang bersangkutan berdomisili di negara terkait dengan memperhatikan: (1) kepemilikan tempat tinggal permanen (permanent dwelling place); (2) tempat menlaksanakan kegiatan sehari-hari, meliputi urusan pribadi dan kegiatan ekonominya (ordinary course of life); dan (3) tempat melaksanakan kebiasaan/hobinya (place of habitual abode).
Dengan menggunakan ketentuan P3B Indonesia-USA, seorang Digital Nomad dapat dikategorikan sebagai subjek pajak dalam negeri Indonesia sepanjang yang bersangkutan memiliki tempat tinggal dan/atau menjalani kehidupannya di Indonesia.
Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Bebas
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Digital Nomad melakukan pekerjaannya secara bebas dengan memanfaatkan teknologi informasi nirkabel. Dengan teknologi informasi yang telah berkembang pesat, saat ini banyak Job Marketplace yang menawarkan pekerjaan/proyek bagi mereka yang berminat dan memiliki keahlian di suatu bidang. Seseorang yang berhasil menyelesaikan pekerjaan/proyek yang ditawarkan akan memperoleh penghasilan dari rekanan/pihak yang memberikan pekerjaan/proyek tersebut.
Dari proses bisnis tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa Digital Nomad melaksanakan pekerjaannya secara independen (tidak terikat oleh pihak tertentu). Sehingga atas penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut dapat dikategorikan sebagai penghasilan sehubungan dengan pekerjaan bebas. Penghasilan tersebut dapat dipajaki dengan tarif umum sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja (sebelum 2 November 2020), atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Subjek Pajak Dalam Negeri WNA, berlaku asas pemajakan World Wide Income. Asas pemajakan World Wide Income adalah pemajakan atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek pajak, baik itu berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Digital Nomad yang dikategorikan Subjek Pajak Dalam Negeri WNA, baik itu bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri, baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang lainnya dapat dikenakan pajak di Indonesia sepanjang penghasilan itu diterima atau diperoleh sejak yang bersangkutan memenuhi syarat subjektif sebagai wajib pajak.
Setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja (sejak 2 November 2020), atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Subjek Pajak Dalam Negeri WNA, berlaku asas pemajakan teritorial sepanjang WNA tersebut memiliki keahlian tertentu dan berlaku selama empat tahun. Asas teritorial yang dimaksud adalah pemajakan hanya dilakukan atas penghasilan yang diperoleh dari Indonesia. Namun, ketentuan ini akan gugur jika yang bersangkutan memanfaatkan P3B.
Dapat disimpulkan, Digital Nomad merupakan salah satu pekerjaan yang semakin marak di masyarakat seiring berkembangnya teknologi informasi nirkabel. Proses bisnis pekerjaan tersebut yang tidak terbatas oleh tempat tidak membuat penghasilan dan pelaku usaha terkait terbebas dari kewajiban perpajakan yang berlaku di Indonesia. Pada akhirnya ketentuan perpajakan akan diterapkan kepada seluruh pihak tanpa membeda-bedakan.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja
- 1325 views