Jangan Ketinggalan, Manfaatkan Fasilitas PP 23

Oleh: Putu Dian Pusparini, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Cukup hangat menjadi perbincangan di kala tahun 2018 terbit sebuah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Peraturan Pemerintah yang mulai berlaku tanggal 1 Juli 2020 ini menjadi perbincangan karena tarif pengenaan pajak penghasilannya yang hanya 0,5% di mana sebelumnya bertarif 1%. Banyak yang menyebut PP Nomor 23 Tahun 2018 ini sebagai PP setengah, karena nomornya yaitu 23 yang merupakan setengah dari nomor Peraturan Pemerintah sebelumnya yaitu 46, serta tarifnya yang 0,5% yaitu setengah dari tarif sebelumnya yaitu 1%.
Diterbitkannya Peraturan Pemerintah ini dinilai dapat mengurangi beban para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) baik karena cara perhitungan yang mudah yaitu hanya mengalikan tarif PPh dengan penghasilan bruto ataupun karena tarif yang diturunkan setengahnya. Walaupun jika dipikir-pikir pengenaan PPh final ini didasarkan atas peredaran bruto bukan peredaran neto yang berarti tidak ada pengurang dalam perhitungan penghasilan bruto dan sesungguhnya tidak dapat mencerminkan penghasilan yang masuk kantong para pelaku UMKM. Baik penghasilan netonya nihil atau rugi sekalipun, para pelaku UMKM tetap wajib membayar pajak atas penghasilan brutonya sebulan.
UMKM yang Mana?
Berbicara tentang UMKM, tidak afdol bila tidak tahu yang mana yang disebut UMKM yang bisa menggunakan tarif 0,5% ini. UMKM yang dimaksud dalam PP 23 adalah wajib pajak baik orang pribadi atau badan baik koperasi, perseroan komanditer, firma dan perseroan terbatas yang memiliki peredaran bruto setahun tidak melebihi Rp4.800.000.000,- setahun pada satu tahun pajak sebelum menggunakan tarif PP 23 ini. Lalu apakah semua orang yang peredaran brutonya di bawah atau sama dengan Rp4.800.000.000,- berhak menggunakan fasilitas PP 23 ini? Jawabannya tidak, karena penghasilan yang dikenakan PPh Final dengan tarif 0,5% ini tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas misalnya pengacara, akuntan, dokter, arsitek, PPAT, notaris, konsultan, penilai dan aktuaris, pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, pemain model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, olahragawan, penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, moderator, pengarang, peneliti, penerjemah, agen iklan, pengawas atau pengelola proyek, perantara, petugas penjaja barang dagangan, agen asuransi.
UMKM di Indonesia sangat menjamur, saat kita keluar rumah dan ingin membeli makanan, kita bertemu dengan pedagang ayam bakar, soto, rawon, bakso, mie ayam, sate dan masih banyak lagi. Merekalah target yang diincar oleh PP 23 ini, tak hanya itu, ketika kita ingin membeli sembako di koperasi terdekat, membeli kebutuhan rumah tangga di mini market dekat rumah itu semua merupakan contoh subjek pajak yang dikenakan tarif 0,5% dalam PP 23, tentunya dengan syarat peredaran bruto yang bersangkutan tidak melebihi Rp4.800.000.000,- setahun untuk tahun pajak sebelum menggunakan tarif ini.
Waktunya Hanya Sementara
Peraturan ini dapat digunakan oleh wajib pajak baik Orang Pribadi maupun Badan dalam bentuk koperasi, perseroan komanditer, firma dan perseroan terbatas dengan batasan waktu tertentu. Berdasarkan pasal 6 ayat (1) PP Nomor 23 Tahun 2018, jangka waktu pemanfaatan tarif ini yaitu :
a. 7 (tujuh) tahun pajak bagi wajib pajak orang pribadi;
b. 4 (empat) tahun pajak bagi wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan
c. 3 (tiga) tahun pajak bagi wajib pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Ini lah yang membedakan PP Nomor 23 Tahun 2018 ini dengan PP Nomor 46 Tahun 2013. Jangka waktu sebagaimana di atas dimaksudkan sebagai masa pembelajaran bagi wajib pajak agar dapat menyelenggarakan pembukuan sebelum dikenakan Pajak Penghasilan dengan rezim umum.
Sesuai dengan pasal 6 ayat (2), bahwa jangka waktu yang diatur tersebut dihitung berdasarkan dua keadaan :
a. apabila wajib pajak terdaftar di tahun diterbitkannya Peraturan Pemerintah ini, maka jangka waktu sebagaimana disebutkan sebelumnya dihitung sejak saat terdaftar;dan
b. apabila wajib pajak terdaftar di tahun sebelum diterbitkannya Peraturan Pemerintah ini, maka jangka waktu sebagaimana disebutkan sebelumnya dihitung sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Jadi, untuk wajib pajak badan berupa perseroan terbatas (PT) memiliki kesempatan terakhir untuk menggunakan fasilitas PP Nomor 23 Tahun 2018 ini sampai dengan tahun depan yaitu tahun 2021.
Saat Fasilitas Ini Kadaluwarsa
Bagi wajib pajak badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang memiliki kesempatan terakhir untuk menggunakan tarif 0,5% dari PP 23 dan berakhir di tahun depan yaitu tahun 2021, pastinya mulai berpikir mengenai tarif apa yang akan digunakan dalam perhitungan pajak penghasilan setelah tarif PP 23 yang digunakannya berakhir. Sesuai dengan tujuan awal dibuatnya PP 23 ini adalah untuk memberi waktu bagi wajib pajak untuk memahami pembukuan. Sehingga pada saat fasilitas ini sudah tidak dapat digunakan lagi, maka wajib pajak harus sudah siap menyelenggarakan pembukuan dan menggunakan tarif umum baik tarif pasal 17 ayat (1) huruf a, pasal 17 ayat (2a) maupun pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Jadi bagi wajib pajak yang sudah mendekati batas akhir begitu pula yang masih memiliki kesempatan untuk menggunakan fasilitas tarif PP 23 harus benar benar memanfaatkan waktu yang tersisa untuk belajar menyelenggarakan pembukuan dan menggunakan tarif umum undang-undang pajak penghasilan.
*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 10239 views