e-PHTB, Validasi SSP Masa Kini

Oleh: Kadek Deby Agung Kusuma, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan produksi ekonomi, baik berupa barang maupun jasa dalam suatu periode dan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi ini merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di dalam wilayah tertentu, contohnya Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik, Ekonomi Indonesia pada Triwulan III Tahun 2020 mengalami pertumbuhan sebesar 5,05 persen dibandingkan dengan triwulan II tahun 2020. Pertumbuhan ekonomi ini tentu beriringan dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Bahkan pada 30 Juni 2020, Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil telah mengumumkan total jumlah penduduk Indonesia yaitu sebanyak 268.583.016 jiwa.
Masalah klasik kota berkembang pun timbul, meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan lahan pun meningkat. Tidak hanya digunakan sebagai pemukiman warga, lahan pun diperlukan untuk kegiatan perekonomian lainnya. Berlandaskan hukum ekonomi, tentu kita dapat menduga, pada saat jumlah permintaan jauh lebih besar dari pada jumlah ketersediaan barang, hal ini akan berdampak kepada nilai jual barang yang terus meningkat. Didukung oleh perekonomian Indonesia yang tidak merata menjadikan hanya segelintir penduduk yang dapat membeli tanah dan/atau bangunan di pusat kota. Istilah “orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin” pun semakin santer terdengar.
Penjual Tanah Wajib Menyetorkan Pajak Penghasilan
Namun apakah kalian tahu bahwa penjual tanah di Indonesia memiliki kewajiban untuk membayar pajak atas penjualan tersebut? Dalam sebuah transaksi jual beli tanah yang disertai bangunan maupun tidak, terjadi sebuah pertukaran kepemilikan. Dalam hal ini, pembeli tanah akan mendapatkan hak milik atas tanah tersebut dan penjual tanah akan mendapatkan penghasilan berupa uang atas pembayaran tanah tersebut. Maka dari itu, baik penjual maupun pembeli memiliki kewajibannya masing masing. Pembeli wajib untuk membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). Sedangkan penjual wajib untuk menyetorkan Pajak Penghasilan (PPh) dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (PHTB).
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bertugas untuk mengumpulkan penerimaan negara termasuk pembayaran atas PHTB ini. Secara umum, tarif yang dikenakan adalah sebesar 2,5% dari harga pengalihan tanah dan/atau bangunan seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016. Kemudian berdasarkan PER-18/PJ/2017, orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan harus menyampaikan permohonan penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran pajak penghasilan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Singkatnya, penjual yang telah menyetor pajak atas transaksi tersebut harus mengajukan permohonan kepada KPP. Permohonan penelitian yang sering dikenal dengan validasi Surat Setoran Pajak (SSP) ini terdiri dari penelitian formal dan penelitian material.
Sebelum PER-21/PJ/2019 disahkan, penjual atau dalam hal ini disebut wajib pajak harus menyampaikan permohonan penelitian tersebut secara langsung ke KPP atau melalui saluran tertentu yang telah ditentukan oleh DJP. Berdasarkan PER-21/PJ/2019, kini wajib pajak dapat mengajukan permohonan penelitian formal secara daring melalui laman Direktorat Jenderal Pajak. Fitur daring yang bernama e-PHTB ini diluncurkan pada Februari 2020 dan memungkinkan wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya secara elektronik. Keunggulan lainnya adalah e-PHTB dapat seketika menerbitkan Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran PPh setelah wajib pajak mengisi surat permohonan dengan sesuai. Hal ini sangat menghemat waktu jika dibandingkan dengan mekanisme permohonan secara langsung kepada KPP yang memakan waktu tiga hari kerja. Namun wajib pajak harus memperhatikan batasan dalam menggunakan fitur ini, e-PHTB hanya dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak yang mengajukan permohonan dengan tarif tunggal, pembayaran dengan SSP/NTPN dan terdapat jumlah maksimal pembayaran sebanyak 10 SSP/NTPN.
Fitur e-PHTB pada Laman Direktorat Jenderal Pajak
e-PHTB dapat diakses melalui laman www.pajak.go.id selama 24 jam penuh. Dalam rangka menjaga keamanan informasi perpajakan, wajib pajak harus memiliki akun DJP Online untuk memanfaatkan fitur tertentu, termasuk e-PHTB. Setelah berhasil login pada laman tersebut, wajib pajak dapat memilih menu layanan yang mana akan mengarahkan wajib pajak kepada fitur e-PHTB ini.
Pada halaman pertama, wajib pajak akan diminta untuk mengisi Nomor Objek Pajak (NOP) beserta dengan alamat objek pajak secara lengkap, luas tanah dan bangunan pun wajib diisi dalam satuan meter persegi. Di sisi lainnya, terdapat jenis transaksi yang harus dipilih oleh wajib pajak diikuti oleh harga pengalihan, jumlah termin pembayaran, cara pembayaran saat transaksi, tanggal transaksi, serta tarif tunggal yang digunakan. Kemudian pada kolom selanjutnya, akan ada perhitungan secara otomatis yang berpedoman pada harga pengalihan dan tarif yang telah wajib pajak pilih sebelumnya.
Pada halaman kedua, wajib pajak diminta untuk melakukan input NTPN. Pada halaman ini terdapat kolom perhatian agar wajib pajak kembali memastikan bahwa pembayaran yang dilakukan telah sesuai.
Wajib pajak diimbau untuk menggunakan kode akun pajak, NPWP dan total pembayaran yang sesuai. NTPN yang digunakan pun harus kurang atau sama dengan 10 NTPN dan seluruhnya belum dilakukan Pemindahbukuan. Wajib pajak juga harus memperhatikan bahwa dalam fitur ini, pembayaran yang diterima hanya berupa NTPN yang terdiri dari angka dan huruf. Sehingga dapat disimpulkan bahwa produk hukum perpajakan berupa Pemindahbukuan tidak dapat difasilitasi dengan e-PHTB.
Terlepas dari hal itu, fitur e-PHTB merupakan terobosan yang diciptakan oleh DJP pada bidang teknologi perpajakan dalam rangka memberikan kemudahan kepada wajib pajak. Pelayanan yang cepat ini diharapkan mampu mempersingkat durasi waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan ekonomi di masyarakat sehingga e-PHTB akan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 53801 views