Tantangan Budaya Daring di KP2KP Pulang Pisau

Oleh: Singgih Putro Prasetyo, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pada saat artikel ini di tulis, pandemi Covid-19 masih melanda dunia. Covid-19 yang berarti corona virus disease that was discovered in 2019 merupakan nama resmi yang diberikan World Health Organization (WHO) kepada virus jenis corona tipe baru yang ditemukan di tahun 2019. Indonesia menyampaikan ada 116.871 kasus positif (data 6 Agustus 2020) atau 0.66% dari seluruh kasus terkonfirmasi global. Presentasi pasien sembuh di Indonesia 63,2% dengan kasus meninggal sebesar 4,7%. Kabupaten Pulang Pisau di mana penulis beraktivitas melaporkan masih mempunyai sebanyak 11 Pasien Covid-19 atau hanya 0.003% dari jumlah pasien dalam perawatan seluruh Indonesia. Statistik di atas dapat menggambarkan betapa Indonesia lebih-lebih lagi Kabupaten Pulang Pisau jumlah kasus Covid-19 relatif kecil dibandingkan kasus global. Namun angka itu seyogyanya tidak menjadikan kewaspadaan atas penyebaran Covid-19 menjadi berkurang di mana pun kita berada.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mencegah penyebaran Covid-19 dengan berbagai metode salah satunya dengan membatasi layanan tatap muka di semua kantor pelayanan. Kebijakan ini mengurangi interaksi langsung wajib pajak dengan petugas pajak dan juga menghindarkan dari terjadinya kerumunan di kantor pelayanan. Kebijakan pembatasan 50% pegawai di kantor juga diterapkan untuk mengurangi konsentrasi massa di satu lokasi dan interaksi fisik antar pegawai. Pegawai diberikan kesempatan untuk bekerja di kediaman masing-masing (Work From Home/WFH) baik di kota/daerah lokasi kantor maupun di kota/daerah pegawai tersebut berasal (homebase/WFHb).
Di sisi lain semua tugas dan fungsi sebuah unit kantor pelayanan harus tetap berlangsung demi mendukung visi DJP menjadi Institusi Penghimpun Penerimaan Negara yang Terbaik demi Menjamin Kedaulatan dan Kemandirian Negara. KP2KP sebagai unit kerja vertikal terkecil DJP Sebagian besar mempunyai wilayah kerja di daerah kecil, jauh dari kota dengan keterbatasan infrastruktur. Isu lain yang perlu diangkat adalah tingkat Pendidikan dan pemahaman masyarakat tentang teknologi yang jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah kota apalagi yang ada di Jawa. Di balik kesenjangan itu, KP2KP dituntut untuk terus melaksanakan pelayanan, penyuluhan, konsultasi, dan aktivitas kantor lain. Aktivitas penunjang kinerja pegawai juga diperlukan untuk tetap terlaksana agar unit ini berfungsi seperti yang seharusnya sebelum ada Covid-19.
Pelayanan adalah fungsi utama dari KP2KP sebagai wujud eksistensi DJP di daerah non-urban. Seyogyanya KP2KP dapat memenuhi segala layanan pajak yang diperlukan WP. Namun di masa pandemi Covid-19 ini, WP diminta lebih mandiri untuk mendapatkan layanan perpajakan sebab beberapa layanan tidak dapat diberikan melalui meja Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-33/PJ/2020 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Tugas dalam Tatanan Normal Baru di Lingkungan DJP menjelaskan bahwa layanan tatap muka ditiadakan untuk layanan antara lain Pendaftaran NPWP dan aktivasi dan lupa Electronic Filling Identification Number (EFIN).
Kedua Layanan ini sebenarnya merupakan jenis layanan yang paling banyak diminta oleh wajib pajak yang berkunjung ke KP2KP. WP diminta menyampaikan permohonan dan mendapatkan layanan secara daring, padahal banyak WP itu belum paham dengan teknologi daring. Untuk WP ini, KP2KP membantu WP untuk mendapatkan layanan dengan men-daring-kan permohonan mereka. Kegiatan men-daring-kan permohonan ini perlu disaksikan oleh WP sebagai bentuk persetujuan atas bentuk bantuan yang diberikan serta isian data pada permohonan. Bantuan ini sebagai bentuk dari prinsip memberikan pelayanan terbaik kepada WP sehingga WP merasa puas dengan pelayanan KP2KP.
Kegiatan penyuluhan tatap muka dengan pengumpulan massa juga ditiadakan dalam upaya menghentikan penyebaran virus Covid-19. Bentuk Penyuluhan tatap muka diarahkan untuk diganti dengan penyuluhan daring dan pelatihan jarak jauh. KP2KP memanfaatkan media aplikasi daring yang sudah umum digunakan seperti Facebook, Youtube, dan WhastApp. Aplikasi popular ini dianggap banyak penggunanya sehingga WP diharapkan lebih mudah untuk mengikuti kegiatan tersebut tanpa harus beradaptasi dengan aplikasi dan metode daring yang baru. Minimnya jumlah peserta menjadi tantangan utama yang dihadapi KP2KP selain isu tingkat pemahaman WP itu sendiri. Beberapa kegiatan yang sudah direncanakan dan dipublikasikan tidak dapat dilaksanakan karena tidak ada peserta. Materi yang disampaikan melalui metode daring dibuat sederhana agar mudah dipahami sebab WP mengikuti kegiatan melalui layar gawai mereka yang terbatas secara visual. Metode ini juga tidak dapat diterapkan untuk materi pelaporan, dan pembayaran yang lebih teknis sebab memerlukan bimbingan yang lebih intensif.
KP2KP juga melaksanakan kegiatan penunjang internal secara daring. Istilah “rapat zoom” menjadi hal yang biasa digunakan untuk menjelaskan kegiatan rapat yang dilaksanakan dengan metode daring atau teleconference. Zoom adalah nama aplikasi penunjang yang belakangan ini banyak digunakan karena fiturnya yang sederhana sehingga mudah digunakan. Rapat pembinaan di internal KP2KP juga dilaksanakan secara daring mengingat tidak semua pegawai bekerja dari kantor. Kuis menggunakan platform daring (seperti Quizizz.com dan kahoot.it) menjadi pilihan sebagai sarana edukasi atau sekedar mencairkan suasana di rapat daring. KP2KP Pulang Pisau menyelenggarakan kuis mingguan dengan materi terkait ketentuan perpajakan sebagai sarana pembelajaran dan sharing knowledge antar pegawai. Hadiah sederhana mampu membuat kuis menjadi semakin meriah dan ditunggu pelaksanaannya.
KP2KP Pulang Pisau berupaya untuk beradaptasi dengan budaya daring dengan segala tantangan dan kebaikannya. Tingkat “melek teknologi” masyarakat di daerah menjadi tantangan yang paling dirasakan efeknya di samping jangkauan layanan internet yang juga tidak merata. Bisa dimaklumi sebab akses jalan dan listrik pun belum merata apalagi layanan internet. KP2KP selalu mengutamakan terselesaikannya setiap permohonan layanan yang diinginkan WP ketika mereka mengunjungi KP2KP sebab tidak jarang mereka harus menempuh perjalanan yang jauh untuk menjangkau layanan perpajakan. Penyuluhan teknis masih dilaksanakan secara tatap muka dengan sedikit peserta karena kesulitan dalam penyampaian materi dan kurangnya pemahaman peserta apabila dilaksanakan secara daring. Di sisi lain, rapat daring membuat pelaksanaan koordinasi dan monitoring menjadi sangat sederhana, cepat dan fleksibel. Pegawai tidak perlu melakukan perjalanan dinas untuk menghadiri rapat dan pelatihan tertentu. Ini berarti penghematan dan anggaran dapat dialokasikan untuk hal lain seperti penanggulangan dan pencegahan pandemi Covid-19. Hal utama yang diharapkan adalah pencegahan
Tantangan dalam pembudayaan daring di lingkungan kerja DJP adalah sebuah fakta yang dihadapi, namun ancaman Covid-19 masih sangat menghantui segala aspek kehidupan. Budaya daring ini salah satu upaya dalam rangka memutus rantai penyebaran virus Covid-19. Semoga pengobatan terbaik segera ditemukan dan pandemi ini segera berlalu. Bisa jadi pembiasaan ini tidak mudah, namun jika tidak dilaksanakan, sebongkah batu tidak akan menjadi sebuah candi.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja
- 206 views