Patuh Pajak dengan Adaptasi Kebiasaan Baru

Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pemerintah telah mengganti istilah new normal (“normal baru”) dengan “adaptasi kebiasaan baru”. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Kompleks Istana Kepresidengan, Jakarta (Senin, 13/7). Sebelumnya, dalam acara Peluncuran Buku “Menghadang Corona: Advokasi Publik di Masa Pandemi" karya Saleh Daulay, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan bahwa istilah normal baru merupakan diksi yang salah, dan sebaiknya diganti dengan kebiasaan baru. Alasannya, istilah normal baru masih belum cukup dipahami masyarakat. Masyarakat lebih mengedepankan kata normal dibandingkan kata baru.
Pemilihan diksi, walaupun mungkin terkesan sederhana bagi sebagian orang, boleh jadi cukup penting dalam memberi pengaruh pada interpretasi masyarakat secara umum terhadap kebijakan yang diberlakukan pemerintah. Ini mungkin yang menjadi alasan pemerintah provinsi Jawa Barat untuk terlebih dahulu berdiskusi dengan ahli bahasa dan survei ke masyarakat sebelum menentukan diksi yang tepat untuk kondisi sekarang ini, sehingga provinsi Jawa Barat sudah lebih dulu menggunakan istilah adaptasi kebiasaan baru.
Adaptasi kebiasaan baru wajib pajak
Penerapan adaptasi kebiasaan baru sepertinya juga cukup penting dilakukan oleh wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Jika sebelumnya, wajib pajak lebih leluasa untuk datang ke kantor pelayanan pajak ketika ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) atau memerlukan pelayanan lain terkait perpajakan. Hal ini tidak bisa dilakukan lagi dengan leluasa di masa pandemi ini. Bukan saja kekhawatiran terhadap wabah Covid-19 yang menjadi alasan ketidakleluasaan wajib pajak, namun juga pembatasan yang diterapkan oleh kantor pelayanan pajak terkait jenis layanan yang dapat diberikan secara tatap muka. Jenis layanan yang dapat dilakukan secara daring masih dikecualikan dari pelayanan yang dapat diberikan secara tatap muka.
Artinya, masyarakat dan/atau wajib pajak yang ingin mendapatkan layanan perpajakan bukan saja diharuskan untuk mematuhi protokol kesehatan seperti cuci tangan dengan sabun, menggunakan masker, dan menjaga jarak sebagai bagian dari adaptasi kebiasaan baru. Namun, masyarakat dan/atau wajib pajak juga harus beradaptasi dengan kebiasaan baru untuk lebih mengenal aplikasi daring yang telah disiapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memberikan layanan secara lebih mudah dan cepat kepada wajib pajak.
Masyarakat yang ingin mendaftar menjadi wajib pajak baru harus beradaptasi untuk lebih mengenal aplikasi e-Registration (ereg). Layanan daring yang telah disiapkan oleh DJP untuk permohonan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ini dapat diakses melalui situs web pajak.go.id. Adaptasi kebiasaan baru terkait pendaftaran wajib pajak ini seharusnya tidak sulit untuk dilakukan, kecuali untuk mereka yang belum terbiasa menggunakan aplikasi berbasis internet. Aplikasi ereg sendiri dibuat dengan tujuan agar wajib pajak dapat mengajukan permohonan pendaftaran NPWP dengan lebih mudah dan cepat, tidak perlu repot harus datang ke kantor pelayanan pajak. Adaptasi kebiasaan baru ini pun diharapkan tidak mengurangi animo masyarakat yang ingin mendaftar sebagai wajib pajak baru. Justru dengan “memaksakan” penggunaan aplikasi ereg untuk pendaftaran NPWP ini, diharapkan agar wajib pajak dapat merasakan manfaat dari penggunaan aplikasi yang sebelumnya mungkin tidak dirasakan manfaatnya karena wajib pajak tidak pernah mencoba untuk menggunakan aplikasi ini.
Wajib pajak yang ingin melaporkan SPT secara daring melalui e-Filing dapat beradaptasi dengan kebiasaan baru untuk mencoba melaporkan sendiri SPT secara e-Filing. Jika sebelumnya wajib pajak selalu meminta bantuan kepada petugas pajak di kantor pelayanan pajak dalam pelaporan SPT secara e-Filing karena belum percaya diri untuk melaporkan sendiri SPT, sekarang adalah momen yang tepat untuk mengenal dan beradaptasi dengan aplikasi e-Filing. Sebagaimana aplikasi ereg, aplikasi e-Filing yang juga dapat diakses melalui situs web pajak.go.id ini didesain sedemikian rupa guna memberikan kemudahan bagi wajib pajak untuk melaporkan SPT. Keberadaan aplikasi ini sejatinya bertujuan agar wajib pajak tidak perlu lagi datang ke kantor pelayanan pajak dan susah-susah mengantri untuk dapat melaporkan SPT. Berdasarkan pengalaman setiap tahunnya, antrean wajib pajak yang mengular di kantor pelayanan pajak menjadi pemandangan yang biasa terjadi saat musim pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), khususnya di akhir bulan Maret setiap tahunnya. Pelaporan SPT secara e-Filing diharapkan menjadi jalan keluar dari permasalahan tahunan yang dihadapi kantor pelayanan pajak. Melalui adaptasi dengan kebiasaan baru untuk melaporkan sendiri SPT secara e-Filing, tujuan awal dari digunakannya aplikasi e-Filing ini dapat terwujud. Wajib pajak tetap dapat patuh melaksanakan kewajiban pelaporan SPT tanpa harus mendatangi kantor pelayanan pajak.
Wajib pajak yang yang ingin melakukan pembayaran pajak dapat beradaptasi dengan kebiasaan baru untuk mencoba membuat kode pembayaran sendiri dengan memanfaatkan aplikasi e-Billing. Saat ini bahkan DJP telah menyiapkan pemenuhan layanan perpajakan daring dengan single login. Artinya, dengan sekali login dengan akses wajib pajak di situs web pajak.go.id, wajib pajak dapat menggunakan layanan pembayaran pajak, pelaporan pajak, profil wajib pajak, dan layanan administrasi (rumah konfirmasi dokumen, Surat Keterangan Fiskal (SKF), Surat Keterangan Domisili (SKD) bagi Subjek Pajak Dalam Negeri, Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP), dan permohonan lain).
Wajib pajak juga dapat beradaptasi dengan kebiasaan baru untuk mengenal saluran komunikasi lain yang dimiliki DJP. Wajib pajak dapat melakukan permohonan aktivasi EFIN melalui surat elektronik (surel) kantor pelayanan pajak. Untuk wajib pajak yang lupa EFIN dapat menghubungi telepon atau surel kantor pelayanan pajak, live chat pada situs web pajak.go.id, Kring Pajak (1500200), dan Twitter @kring_pajak. Nomor telepon pelayanan di kantor pelayanan pajak dapat dengan mudah diperoleh dari media sosial masing-masing kantor pelayanan pajak.
Adaptasi dengan kebiasaan baru dapat dilakukan wajib pajak untuk tetap patuh melaksanakan kewajiban perpajakan dengan mudah dan cepat tanpa harus mendatangi kantor pelayanan pajak. Wajib pajak dapat dengan nyaman dan tepat waktu melakukan kewajiban perpajakan di masa pandemi ini tanpa dihantui kekhawatiran terjangkit wabah Covid-19. Akhirnya, kesehatan adalah yang utama. Tetap patuhi protokol kesehatan, menjaga jarak, dan melakukan adaptasi untuk membiasakan diri selalu menjaga kesehatan. Dan satu hal yang tidak kalah penting, mari beradaptasi dengan kebiasaan baru untuk tetap patuh pada kewajiban perpajakan, karena pajak kuat, Indonesia maju.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 455 views