Momentum Bangkit bersama Pajak

Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
75 tahun yang lalu, di hari keempat belas bulan Juli, kata “pajak” pertama kali mengemuka dalam suatu forum Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang sedang melakukan sidang panitia kecil terkait perancangan Undang-Undang Dasar (UUD). Sidang yang digelar tanggal 10 – 17 Juli 1945 itu sendiri memiliki tiga agenda pembahasan, yaitu rapat panitia perancang UUD, rapat kelompok kerja (bunkakai) keuangan dan ekonomi, serta rapat bunkakai pembelaan. Adalah dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, salah satu pendiri organisasi Budi Utomo, yang kala itu menjabat sebagai Ketua BPUPKI, yang menyebutkan kata “pajak” dalam suatu sidang panitia kecil BPUPKI. Dalam sidang tersebut, pria kelahiran Yogyakarta, 21 April 1879 ini mengungkapkan salah satu usulannya bahwa pemungutan pajak harus diatur dengan hukum.
Kata “pajak” kemudian muncul dalam rancangan kedua UUD, tepatnya pada Bab VII Hal Keuangan, Pasal 23 Butir kedua, yang disampaikan pada tanggal 14 Juli 1945. Pasal tersebut berbunyi: “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang”. Tulisan itu sendiri dapat dilihat pada lampiran arsip Rancangan UUD 1945 dengan coretan perbaikan. Kemudian, pembahasan terkait pajak terus berlangsung, dan pada akhirnya dimasukkan sebagai sumber utama penerimaan negara dalam pembahasan khusus pada tanggal 16 Juli 1945.
Latar belakang sejarah di atas menjadi cikal bakal lahirnya Hari Pajak yang diperingati setiap tanggal 14 Juli setiap tahunnya. Tahun ini sendiri adalah tahun ketiga diperingatinya Hari Pajak. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017 tentang Penetapan Hari Pajak menjadi dasar penetapan tanggal 14 Juli 1945 sebagai Hari Pajak. Peringatan Hari Pajak pertama kemudian dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 2018.
Tantangan penerimaan pajak di masa pandemi
Jika diselisik lebih mendalam, pembahasan terkait pajak sangat erat kaitannya dengan proses pembentukan negara Indonesia. Tidak mengherankan jika sampai sekarang, pembangunan negara tercinta ini sangat bergantung dengan penerimaan negara dari pajak. Penerimaan perpajakan menopang lebih dari 80 persen pendapatan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam postur APBN 2020, sekitar 83 persen pendapatan negara bersumber dari penerimaan perpajakan. Oleh karena itu, tidak salah jika dikatakan bahwa pembangunan di negeri ini sangat bergantung pada partisipasi warga negara dalam melaksanakan kewajiban pajak. Dan pada akhirnya, kesadaran pajak menjadi hal yang sangat diharapkan untuk dimiliki oleh setiap warga Negara. Hal ini yang menjadi tantangan besar bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Tantangan untuk membudayakan kesadaran pajak ini mendapatkan ujian yang sangat berat pada tahun 2020 ini. Hal ini tidak lain dan tidak bukan dikarenakan oleh kondisi pandemi virus Corona (Covid-19) yang memberi dampak negatif terhadap kondisi ekonomi semua negara, termasuk Indonesia. Melambatnya ekonomi pastinya juga akan berdampak pada penerimaan perpajakan yang diprediksikan akan mengalami kontraksi.
Realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir semester pertama tahun 2020 tercatat senilai Rp531,7 triliun atau mengalami kontraksi 12 persen dibandingkan penerimaan pajak pada periode yang sama tahun lalu. Realisasi ini masih mencapai 44,4 persen dari target APBN 2020 berdasarkan angka penyesuaian di Peraturan Presiden (Perpres) No. 72 Tahun 2020 sebesar Rp1.198,8 triliun. Kontraksi tersebut lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi 10,8 persen pada akhir bulan Mei 2020. Hal ini terjadi terjadi dikarenakan pembatasan ekonomi di tengah pandemi serta pemberlakuan beberapa insentif pajak yang sudah mulai berjalan. Jika digabungkan dengan penerimaan bea cukai hingga akhir semester pertama 2020, realisasi penerimaan perpajakan tercatat senilai Rp624,9 triliun (44,5 persen dari target Rp1.404,5 triliun) mengalami kontraksi 9,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kondisi APBN semester pertama tahun 2020 pun mengalami defisit sebesar Rp257,8 triliun atau mencapai 1,57 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka defisit ini diprediksikan akan semakin besar pada semester kedua tahun 2020 karena Pemerintah masih membutuhkan anggaran belanja untuk penanganan dampak Covid-19 di bidang kesehatan, melindungi masyarakat terdampak, dan pemulihan ekonomi. Bebarapa anggaran belanja mengalami pertumbuhan pada semester pertama tahun 2020 ini. Belanja modal mengalami pertumbuhan 8,7 persen, sementara belanja bantuan sosial (bansos) tumbuh 41 persen.
Bangkit bersama pajak dengan semangat gotong royong
Kembali, penerimaan negara menjadi harapan untuk dapat membiayai kebutuhan anggaran belanja. Dan penerimaan pajak sebagai komponen terbesar dari penerimaan negara pun menjadi tumpuan. Ini menjadi tantangan bagi DJP khususnya, walaupun tanggung jawab seharusnya tidak hanya ada di pundak DJP. Masyarakat, wajib pajak secara pribadi maupun kelompok, asosiasi, pihak swasta, lembaga negara, dan institusi lain memiliki tanggung jawab serupa untuk dapat melaksanakan kewajiban terkait perpajakan serta menyebarluaskan informasi tentang pentingnya penerimaan pajak, khususnya di masa pandemi ini.
Kondisi tatanan normal baru sebenarnya membuka peluang untuk menguatnya kembali perekonomian di Indonesia. Namun, kenyataan bahwa kondisi pandemi Covid-19 yang masih mewabah, bahkan penderita terus bertambah dari hari ke hari cukup menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat untuk menjalankan kegiatan secara normal. Momentum hari pajak diharapkan dapat menjadi penyemangat bagi para insan perpajakan di Indonesia untuk bekerja giat dan sepenuh hati dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan wajib pajak dalam rangka menumbuhkan kesadaran pajak di tengah-tengah masyarakat.
Hari Pajak tahun ini yang mengusung tema “Bangkit Bersama Pajak dengan Semangat Gotong Royong” diharapkan dapat menjadi momentum kita, seluruh bangsa Indonesia, untuk bangkit berjuang melawan Covid-19 untuk kemajuan negeri tercinta. Semangat gotong royong yang sangat dirasakan di masa pandemi ini, di mana masyarakat saling membantu sesama, memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang membutuhkan, semoga juga dapat diwujudkan dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakan.
Mari kita awali dengan menumbuhkan kesadaran pajak di tengah-tengah masyarakat. Kesadaran bahwa pemenuhan kewajiban perpajakan bukan hanya agar wajib pajak terbebas dari sanksi administrasi perpajakan. Namun, hal itu merupakan wujud kecintaan seorang anak bangsa, seorang warga negara kepada tanah kelahirannya, tanah airnya. Semua dilakukan untuk keberlangsungan ibu pertiwi. Tumbuhnya kesadaran pajak lambat laun akan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak. Pada akhirnya penerimaan negara dari perpajakan dapat tercapai dengan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Mari bangkit bersama pajak dengan semangat gotong royong.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 555 views