Oleh: Anditya Dana Iswara, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pandemi virus corona atau Covid-19 memberikan dampak yang sangat besar terhadap bangsa Indonesia. Berbagai sektor terkena dampak dari kemunculan pandemi sejak awal 2020 ini. Salah satunya pada sektor perekonomian. Banyak perusahaan besar maupun kecil yang gulung tikar karena adanya pandemi ini. Tidak sedikit juga tenaga kerja yang harus terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena omzet perusahaan yang terus turun dan tidak menentu sehingga perusahaan tidak dapat memenuhi gaji tenaga kerjanya.

Jika situasi ini terus berlanjut akan sangat mengkhawatirkan bagi bangsa Indonesia. Dengan ekonomi yang semakin menurun, angka kemiskinan di Indonesia pun akan semakin bertambah. Walaupun hal ini bukanlah persoalan baru di Indonesia, Pemerintah berusaha keras agar angka kemiskinan yang ada di Indonesia dapat berkurang. Dari 269 juta penduduk yang ada di Indonesia, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per 2019 masih terdapat 24,79 juta penduduk yang masuk dalam kategori miskin. Dengan kemunculan pandemi Covid-19 ini, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun ini dapat bertambah dari beberapa tahun terakhir. Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pandemi Covid-19 akan berdampak pada jumlah kemiskinan di RI. Bahkan persentase kemiskinan pada tahun ini bisa kembali ke double digit seperti tahun 2011 lalu.

Pemerintah bekerja keras agar pandemi ini dapat cepat berakhir. Salah satunya dengan menambahkan belanja negara sekitar Rp125,4 triliun untuk penanganan Covid-19 dan progam pemulihan ekonomi negara (PEN) berdasarkan Perpres Nomor 72/2020. Tambahan anggaran tersebut digunakan untuk subsidi dan imbal jasa penjaminan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), perpanjangan bantuan sosial (Bansos) dan diskon listrik, tambahan dana insentif daerah (DID) untuk PEN, dan belanja penangan Covid-19 lainnya.

Tambahan anggaran tersebut bukanlah nominal yang kecil. lalu dari mana pemerintah dapat mendapatkan dana sebesar itu? Menurut Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa pendapatan negara adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, dan penerimaan hibah dari dalam maupun luar negeri. Penerimaan perpajakan sendiri menyumbang persentase pendapatan tertinggi yaitu sekitar 83% atau sebesar Rp1.404,5 triliun dari total target penerimaan negara 2020 yang sebesar Rp1.699,9 triliun menurut pagu APBN Perpres Nomor 72 tahun 2020.

Dari target penerimaan negara yang ada, capaian penerimaan negara hingga bulan Mei 2020 sebesar Rp664,3 triliun atau 39% dari pagu APBN 2020. Pendapatan negara dari perpajakan sendiri yang telah masuk hingga Mei 2020 sebesar Rp444,6 triliun  atau 32% dari pagu APBN 2020. Dari nominal di atas dapat kita sadari bahwa target penerimaan negara masih sangat jauh dari realisasinya. Terlebih lagi adanya pandemi Covid-19 yang membuat pengeluaran negara semakin melimpah.

Lalu apa yang dapat kita lakukan sebagai warga negara Indonesia untuk membantu pemerintah dalam mengakhiri pandemi Covid-19 ini? Sebagai warga negara Indonesia kita juga dapat berpatisipasi terhadap upaya pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 ini dengan cara melaksanakan kewajiban perpajakan kita. Kita perlu menyadari bahwa dengan melaksanakan kewajiban perpajakan merupakan salah satu kontribusi kita terhadap negeri ini. Karena sebagian besar anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk menangani pandemi Covid-19 berasal dari perpajakan. Uang pajak yang kita bayarkan akan digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19. Salah satunya dengan pembelian alat pelindung diri (APD) untuk petugas medis, pemenuhan fasilitas kesehatan, pembayaran gugus tugas,bantuan sosial, insentif perpajakan, dan masih banyak lagi.

Tanpa adanya kesadaran pajak dari masyarakatnya sendiri, pemerintah akan kesulitan dalam menangani pandemi Covid-19 ini. Oleh karena itu diperlukannya gotong-royong antara warga negara dengan pemerintah agar pandemi Covid-19 ini dapat cepat berakhir. Berbagai upaya juga dilakukan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak untuk dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan kewajiban perpajakannya. Salah satunya dengan melakukan sosialisasi secara rutin kepada masyarakat di seluruh penjuru Indonesia.

Selain itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak juga memberikan berbagai fasilitas perpajakan berupa insentif pajak dalam rangka mengurangi beban ekonomi wajib pajak akibat wabah Covid-19 yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020. Salah satu fasilitas pajak dengan adanya insentif pajak ini, Pajak Penghasilan (PPh) final yang harus dibayarkan UMKM yang terdampak pandemi Covid-19 akan ditanggung pemerintah (DTP).

Dengan kata lain para pengusaha yang menggunakan pajak UMKM berdasarkan PP 23 yang sebelumnya dikenakan PPh Final 0,5% per bulan, maka pada masa pajak April-September 2020 tidak perlu membayarkan pajaknya dengan beberapa syarat tertentu. Wajib pajak yang dapat menerima insentif untuk UMKM adalah wajib pajak yang memiliki omzet atau peredaran usaha tahun 2019 tidak melebihi Rp4.800.000.0000,- atau yang membayar pajaknya 0.5% setiap bulan.

Dalam masa pandemi Covid-19 ini, Direktorat Jenderal Pajak juga menyediakan berbagai layanan secara daring sehingga wajib pajak tidak perlu datang ke kantor pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Layanan perpajakan tersebut berupa layanan telepon kring pajak 1500200, portal www.pajak.go.id, media sosial, surat elektronik, e-Billing, e-Filing, dan sebagainya. Dengan adanya layanan daring ini diharapkan wajib pajak dapat lebih mudah dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dan tingkat kesadaran masyarakat Indonesia akan pajak dapat meningkat. Sehingga masyarakat dan pemerintah dapat bergotong-royong dalam mengakhiri pandemi Covid-19.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja