Oleh: Hadidhono Berli Hartono, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pada suatu saat penulis mendengar ceramah yang menceritakan anekdot tentang dua orang yang sedang berdoa. Ternyata doa mereka berbeda, yang bekerja sebagai petani berdoa meminta agar hujan selalu turun setiap hari. Di sebelahnya seorang penjual es berdoa agar terjadi panas terik, dan tidak turun hujan agar es dagangannya laku keras.

Anekdot di atas, menggambarkan bahwa ada sisi-sisi kehidupan yang ternyata bertolak belakang. Ada yang tersenyum karena mendapatkan kenikmatan, di saat yang bersamaan ternyata ada menangis karena kondisi tersebut.

Saat krisis ekonomi tahun 1998, ketika kurs Dollar naik, banyak pengusaha yang bahan bakunya menggunakan bahan impor menjerit karena biaya impor menjadi mahal. Begitu juga masyarakat yang kebutuhannya konsumsinya tergantung dengan impor. Di sisi lain ada pengusaha-pengusaha yang sedang bergembira karena ekspor mereka mendapat keuntungan yang sangat besar. Mereka menikmati dollar-dollar yang mereka terima.

Bagaimana dengan kondisi krisis ekonomi saat ini akibat pandemi Covid-19? Umumnya semua merasakan dampaknya. Bahkan bukan hanya swasta, negara pun harus pontang-panting merevisi anggaran untuk memenuhi kebutuhan. Beberapa program harus terhenti karena biaya yang dikeluarkan untuk menangani pandemi ini cukup besar. Belum lagi faktor turunnya penerimaan pajak karena berhentinya sebagian usaha.

Di sektor swasta, terutama perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan hiburan mengalami pukulan yang cukup telak. Masyarakat berusaha memenuhi kebutuhan primer dan sekundernya lebih dahulu. Kebutuhan tersier seperti wisata, jalan-jalan, karaoke, nonton bioskop, makan di luar, kosmetik, kendaraan baru, dan alat-alat elektronik berkurang drastis. Masyarakat memilih menyediakan cadangan untuk kebutuhan primer, selain itu  masyarakat juga memilih untuk berdiam di rumah.

Krisis ekonomi karena pandemi Covid-19 lebih berat daripada krisis tahun 1998. Krisis ini menimpa semua negara, bukan hanya negara-negara yang nilai mata uangnya turun terhadap dolar. Bukti bahwa produksi di semua negara mengalami penurunan adalah hampir semua kapal tanker minyak tidak bisa menurunkan muatannya. Penyimpanan minyak penuh, padahal sumur minyak harus terus berproduksi dan dipompa. Kalau sumur berhenti memompa maka dinding sumur akan runtuh. Ini yang membuat harga minyak dunia turun sampai mencapai titik 20-an dollar per barel.

Indikasi lainnya adalah harga saham yang turun dengan sangat cepat. Indeks harga saham di bursa-bursa saham dunia merosot tajam. Di sisi lain turunnya harga saham juga dibayang-bayangi dengan inflasi. Beberapa negara terpaksa harus mencetak uang untuk membiayai penanganan Covid-19.

Namun demikian, ternyata masih ada sektor-sektor usaha yang ternyata mendapat "durian runtuh" dengan adanya Covid-19. Ini yang membuat sebagian pengusaha segera mengalihkan bidang usahanya untuk dapat bertahan.

Bagi perusahaan yang memiliki karyawan yang banyak, serta telah mengeluarkan investasi yang besar untuk membeli inventaris harus tetap menjalankan usaha. Karena berhenti akan membuat mereka harus menanggung biaya bunga atas pinjaman biaya modal, serta gaji atau pesangon para karyawan.

Contoh pengalihan usaha adalah yang dilakukan oleh perusahaan Garuda Indonesia. Oleh karena penumpang turun drastis, namun di sisi lain pembelian secara daring semakin marak karena masyarakat memilih tinggal di rumah, maka Garuda Indonesia memacu bisnis kargo untuk mengangkut barang. Garuda Indonesia juga berusaha menyewakan pesawat-pesawatnya. Adanya pandemi membuat beberapa negara memerlukan pesawat untuk evakuasi warga serta pengiriman bahan-bahan farmasi. Peluang ini diambil oleh Garuda Indonesia untuk menyewakan pesawat.

Perusahaan yang memproduksi kosmetik, Martha Tilaar Group juga memilih untuk beralih fungsi dan fokus untuk memproduksi barang-barang yang dibutuhkan untuk menghadapi Covid-19. Produk yang dihasilkan oleh Martha Tilaar Group antara lain hand sanitizer atau cairan antiseptik.

Lippo Group yang memiliki mal dan hotel juga terkena dampak Covid-19 karena turunnya pengunjung mal dan rendahnya tingkat hunian hotel. Beruntung Lippo sudah berpengalaman mengelola Rumah Sakit Siloam, sehingga Lippo berusaha mengalihkan Lippo Plaza menjadi rumah sakit. Untuk hotel, Lippo menawarkan jasa karantina bagi orang-orang yang harus menjalani masa karantina sebelum berkumpul dengan keluarganya.

Beberapa perusahaan yang bergerak di bidang fashion, yang selama ini memproduksi pakaian untuk mode sekarang memproduksi alat pelindung diri (APD) seperti baju hazmat atau masker. Sebagian disebabkan untuk dapat bertahan, namun ada juga yang melakukannya karena amal kemanusiaan. Begitu juga dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak di biang tekstil.

Contoh-contoh di atas adalah contoh yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang besar. Bagaimana dengan perusahaan-perusahaan menengah dan UKM? Tentu perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut secara wilayah. Karena bisa jadi ada usaha pengalihan bisnis yang tidak terdeteksi yang membuka peluang untuk menghindari membayar pajak. Perusahaan yang mengalihkan bidang usahanya bisa jadi tidak melaporkan usahanya yang baru dan tetap berlindung dengan kondisi wabah sehingga terhindar dari membayar pajak.

Sebelum terjadinya wabah Covid-19, sebenarnya usaha untuk menyamarkan core bisnis dengan bisnis sampingan sudah sering terjadi. Banyak wajib pajak yang mendaftarkan usahanya dengan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang bukan merupakan bisnis intinya. Misalnya perusahaan yang bergerak di bidang sewa alat berat namun mendaftarkan diri bergerak di bidang rumah makan. Tentu saja ini bisa mengecoh pemeriksa pajak. Oleh karena KLU-nya adalah rumah makan, maka pemeriksa akan hilang kewaspadaannya dan cukup puas ketika diberikan pembukuan yang berkaitan dengan rumah makan.

Perubahan bidang usaha ini tentu harus menjadi perhatian agar penerimaan negara tetap dapat diamankan. Selain itu asas keadilan harus tetap dirasakan oleh masyarakat. Bagi perusahaan yang memang bertahan hidup saja susah di masa wabah, tentu tidak dapat disamakan dengan perusahaan yang sebenarnya mengambil keuntungan dari wabah ini namun tidak melaporkan usahanya.

*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.