Oleh: Ahmad Dahlan, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pagi menjelang siang itu, cuaca amat cerah. Matahari sudah hampir terik. Puluhan pelajar berseragam putih abu-abu berkumpul di lapangan. Di tangan masing-masing tergenggam tali dengan balon udara di ujungnya. Adalah bagian penutup dalam kegiatan Pajak Bertutur yang diselenggarakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi.

Pajak bertutur adalah kegiatan yang dilakukan oleh pegawai Diretorat Penderal Pajak untuk menanamkan kesadaran pajak kepada insan pendidikan, baik itu peserta didik, guru, maupun dosen di masing-masing sekolah atau universitas. Kegiatan ini sudah dimulai sejak 2017, dengan melibatkan 2.000 sekolah dan 27.000 siswa, mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Pajak bertutur merupakan bagian dari program Inklusi Kesadaran Pajak, yakni pogram kerjasama antara DJP dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pada 2019 ini, pajak bertutur diselenggarakan serentak oleh seluruh unit vertikal di DJP  pada 22 November 2019. Sementara oleh Kantor Pusat DJP diselenggrakan pada 25 November 2019. Tema kali ini adalah “Guru, Baktimu Tiada Tara”, karena bertepatan dengan Hari Guru yang jatuh pada setiap 25 November. KPP Minyak dan Gas Bumi sebagai salah satu unit vertikal di DJP menyelenggarakan pajak bertutur di SMA Muhammadiyah 5 Jakarta, yang berlokasi di daerah Tebet Jakarta Selatan.

Kegiatan dimulai pada pukul 08.00 WIB di aula sekolah, diikuti oleh sekira enam puluh siswa. Acara yang dipandu oleh pegawai generasi milenial ini berlangsung meriah. Seluruh peserta tampak antusias menyimak materi yang disampaikan. Materi memang dibuat dan disampaikan dengan cara seringan mungkin. Pun diselingi berbagai pemberian hadiah bagi siswa yang berhasil menjawab pertanyaan yang dilontarkan pemateri.

Di bagian akhir kegiatan, para siswa diperintahkan menulis harapan atau impian masing-masing di kertas sticky notes yang dibagikan oleh panitia. Mereka semangat menuliskan harapan dan impiannya di kertas berwarna orange dan salem itu, kemudian ditunjukkan kepada panitia.

"Aku ingin pendidikan dan kesadaran pajak ditingkatkan, korupsi dihilangkan, dan karakter bangsa yang berkualitas," adalah salah satu harapan yang ditulis oleh seorang siswa.

Banyak juga di antara siswa yang menuliskan harapannya ingin kuliah di PTN ternama di negeri ini, di samping ada juga yang ingin kuliah di luar negeri. Ada yang ingin menjadi psikolog internasional yang berguna bagi nusa dan bangsa Indonesia. Ada yang ingin menjadi youtuber, bahkan ada yang ingin menjadi seperti Najwa Sihab. Beberapa siswa menuliskan keinginannya pergi ke Mekkah (ibadah Umrah) dan membahagiakan kedua orang tua.

Tak jarang dari mereka yang menginginkan menjadi pebisnis atau pengusaha yang sukses. Ada yang ingin menjadi programmer serta atlet profesional. Ada juga yang karena sebagai pengguna alat transportasi, menginginkan transportasi Indonesia semakin maju.

Itulah harapan dan impian anak-anak bangsa. Untuk mewujudkan itu semua, diperlukan sarana dan prasarana. Karenanya negara harus hadir dalam bentuk pembiayaan. Adalah pembiayaan untuk menyiapkan guru yang berkualitas, menyediakan gedung dan sarana pendidikan, membangun infrastruktur, dan menciptakan lapangan kerja, serta menjaga keadaan bangsa agar tetap aman dan kondusif.

Sumber pembiayaan suatu negara pada umumnya berasal dari hutang dan penerimaan dalam negeri. Pembiayaan yang bersumber dari hutang sebenarnya hanya memindahkan beban dan risiko saat ini kepada anak cucu kita pada masa yang akan datang, karena hutang tersebut harus dibayar ditambah dengan bunga. Maka agar tak membebani anak cucu kita dan tidak menimbulkan risiko bunga, sumber pembiayaan negara semaksimal mungkin harus berasal dari penerimaan dalam negeri.

Ada dua sumber utama penerimaan dalam negeri, yakni dari sumber daya alam dan dari pajak. Sayangnya, sumber daya alam pada saatnya nanti akan habis, dan tidak dapat diperbaharui. Puluhan tahun yang lalu, minyak dan gas bumi merupakan sumber utama penerimaan dalam negeri kita. Dari tahun ke tahun, penerimaan negara yang bersumber dari migas semakin menurun. Bahkan menurut perkiraan beberapa pengamat, cadangan minyak kita akan habis pada 2027. Maka selanjutnya, pajaklah sebagai sumber utama penerimaan dalam negeri.

Sejak 2000, penerimaan dalam negeri yang bersumber dari pajak mulai mendominasi. Itu sebabnya di tahun tersebut, postur APBN kita mengalami perubahan, yang semula klasifikasi penerimaan dalam negeri terdiri dari Penerimaan Migas dan Penerimaan Bukan Migas, menjadi Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Kontribusi penerimaan perpajakan dalam APBN setiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Berikut disajikan kontribusi dimaksud dalam angka nominal dan persentase terhadap total penerimaan dalam negeri selama lima tahun terakhir, berurutan dari tahun 2015 ke 2019: Rp1.380,00 T (76,94%), Rp1.546,70 T (84,96%), Rp1.498,90 T (85,71%), Rp1.618,10 T (85,46%), dan Rp1.786,40 (82,52%) (sumber data: Kementerian Keuangan Republik Indonesia).

Begitu besarnya peran pajak dalam mewujudkan harapan besar anak-anak bangsa. Diperlukan kesadaran seluruh unsur bangsa akan hal ini. Termasuk kesadaran masyarakat sejak dini. Inilah yang tengah dilakukan DJP, termasuk KPP Migas, yakni menanamkan kesadaran pada para siswa yang kini sedang menggenggam harapannya.

Mereka kemudian menuju lapangan terbuka. Lalu berbaris membentuk formasi tulisan "PATUR 2019". Kepada mereka dibagikan balon udara. Satu anak satu. Ditempelkannya sitcky notes yang bertuliskan harapan dan impian itu pada balon masing-masing. Setelah mendapat instruksi, balon-balon itu dilepaskan.

Balon-balon yang berisi harapan besar anak-anak bangsa itu mengudara. Melewati atap-atap gedung sekolah. Melampaui tiang bendera. Melintasi pucuk-pucuk pohon. Terus melambung tinggi. Tanpa ada yang menghalangi. Menuju bumantara. (*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.