Oleh: Bayu Arti Nugraheni, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Hiruk pikuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk Tahun Pajak 2018 baru saja berakhir. Seperti kebiasaan tahun-tahun sebelumnya, di hari-hari menjelang batas akhir penyampaian SPT Tahunan, antrian wajib pajak membeludak hampir di semua Kantor Pelayanan Pajak. Wajib pajak yang sudah mulai terbiasa dengan pelaporan online pun tidak kalah sibuknya, mereka memilih melaporkan SPT Tahunan juga di hari-hari menjelang tanggal 31 Maret untuk Wajib Pajak Orang Pribadi atau menjelang tanggal 30 April untuk Wajib Pajak Badan. Hingga terjadi gangguan pada sistem e-Filing Direktorat Jenderal Pajak dan terbitlah dua kali siaran pers dari Direktorat Jenderal Pajak yang memberikan pengecualian pengenaan sanksi administrasi bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan secara efiling sampai dengan tanggal 1 April 2019 dan Wajib Pajak Badan yang diberikan sampai dengan tanggal 2 Mei 2019.

Sebelum batas waktu pelaporan SPT Tahunan berakhir, saya sempat beberapa kali menghubungi  teman-teman maupun wajib pajak yang saya kenal sembari mengingatkan kewajiban pelaporan SPT Tahunan tersebut. Beberapa merespon dengan segera membuat laporan SPT Tahunan dan ada beberapa orang yang langsung merespon dengan pertanyaan,

            "Kalau terlambat sanksinya apa?"

Saya langsung menyebutkan nominal denda Rp100.000,- untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Rp1.000.000,- untuk Wajib Pajak Badan yang terlambat menyampaikan laporan SPT Tahunan.

            "Ya sudahlah, biar kena denda saja daripada harus membuat laporan SPT Tahunan."

Ah, belum berperang saja sudah mengaku kalah!

Denda yang saya sebutkan di atas, besaran angkanya sudah pasti, tapi nominal itu masih tetap bisa dipandang relatif. Bagi Wajib Pajak tertentu, denda itu dianggap cukup besar dan memotivasi mereka untuk segera melaporakan SPT Tahunan agar tidak terkena sanksi denda. Namun tetap saja ada Wajib Pajak yang menganggap besaran denda tersebut merupakan angka yang relatif kecil. Sehingga ada saja Wajib Pajak yang lebih memilih membayar denda saja daripada harus menyusun laporan SPT Tahunan.

Apakah dengan membayar denda tersebut lantas menghilangkan kewajiban untuk melaporakan SPT Tahunan? Dalam Undang-Undang Perpajakan, wajib pajak memiliki beberapa kewajiban yaitu:

  1. Kewajiban Mendaftarkan Diri untuk memperoleh NPWP
  2. Kewajiban melakukan pembayaran, pemotongan/pemungutan dan pelaporan pajak
  3. Kewajiban dalam hal diperiksa
  4. Kewajiban memberi data

Berkaitan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Pasal 3 ayat 3 menyebutkan:

Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:

  1. untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
  2. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
  3. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Jika melewati batas waktu sebagaimana tersebut di atas, terdapat sanksi administrasi berupa denda sebagaimana tersebut pada Pasal 7 Undang-Undang tersebut.

Pernah suatu ketika, anak saya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar lupa tidak mengerjakan PR (pekerjaan rumah). Keesokan harinya, saya melihat tulisan memo dari gurunya yang dituliskan di agenda, semacam laporan dari gurunya bahwa anak saya tidak mengerjakan PR-nya. Saya hanya tersenyum kecil, ya mungkin anak saya khilaf hingga dia lalai mengerjakan tugasnya.

            "Dihukum,Nak?"

Anak saya hanya tersenyum. Dan kesimpulan saya, pasti ada hukuman yang diberikan oleh gurunya. Entah dia harus menuliskan di agendanya tulisan 'saya tidak akan mengulanginya lagi' atau harus mengerjakan tugas lain yang lebih banyak dari teman-temannya yang tidak lalai mengerjakan PR. Apakah dengan begitu kewajiban anak saya untuk mengerjakan PR-nya yang sebelumnya lupa dikerjakan menjadi hilang? Tentu tidak. Anak saya tetap harus mengerjakan PR yang belum dia kerjakan tadi.

Tanpa bermaksud mempersamakan wajib pajak yang belum melaporkan SPT Tahunan dengan anak saya yang lupa mengerjakan PR. Saya hanya berusaha menggambarkan analogi sederhananya saja. Anak saya tetap harus mengerjakan PR-nya meskipun ia sudah menjalankan hukuman atas kelalaiannya mengerjakan PR tersebut. Wajib pajak juga tetap harus menyampaikan SPT Tahunan meskipun telah membayar sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian SPT Tahunannya.

Sanksi denda atas keterlambatan penyampaian SPT Tahunan diberikan karena wajib pajak terlambat menyampaikan SPT Tahunan, tidak berarti bahwa dengan diterimanya Surat Tagihan pajak (STP) denda administrasi tersebut maka kewajiban pelaporan SPT Tahunan menjadi ditiadakan. Kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan tersebut tetap harus dilaksanakan. Data-data yang disampaikan berkaitan dengan penghasilan wajib pajak tetap diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan baik yang berkaitan dengan wajib pajak sendiri maupun kaitannya dengan wajib pajak lain.

Apakah Anda belum menyampaikan SPT Tahunan 2018? Mari segera sampaikan SPT Tahunan Anda sebagai bukti bahwa Anda taat menjalankan kewajiban perpajakan dan untuk membantu Direktorat Jenderal Pajak untuk mencapai target penerimaan pajak.

Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali! Dan jauh lebih baik jika di tahun-tahun yang akan datang tidak terlambat sama sekali.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.