Mindset Wajib Pajak yang Baik
Oleh: Mukhamad Wisnu Nagoro, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Indonesia tengah mengalami kemajuan pembangunan infrastruktur nasional. Tak kurang dari 245 proyek dan 2 Proyek Startegis Nasional sedang dikebut di era Presiden Jokowi ini. Tentunya pembangunan dalam skala besar seperti ini membutuhkan dukungan yang kuat kepada pemerintah dari rakyatnya. Selain memberikan dukungan materi dalam bentuk membayar pajak yang tentunya menyokong lebih dari 80% porsi APBN, sudah sewajarnya kita sebagai wajib pajak juga memberikan dukungan moral. Dukungan moral dalam artian luas dan bisa dalam berbagai hal, salah satunya adalah pola berpikir atau mindset kita terhadap pajak yang menopang pembangunan itu sendiri.
Mindset sendiri merupakan kata serapan dari bahasa asing yang lebih ramah di telinga kita ketimbang terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang berarti pola pikir. Secara harfiah mindset menurut Wiktionary bisa berarti sebuah cara berpikir, sikap atau pendapat, terutama yang kebiasaan. Artinya mindset adalah sebuah cara pandang terhadap suatu masalah yang mempengaruhi kebiasaan kita dalam melakukan sesuatu. Mindset menjadi penting ketika wajib pajak membayar pajak dengan dipengaruhi oleh mindset mereka. Ada wajib pajak dengan mindset membayar pajak karena merasa takut akan dikejar-kejar oleh petugas, ada yang benar-benar ikhlas karena kesadarannya sendiri dan ada pula yang membayar pajak karena ikut-ikutan saja tanpa tahu maksud dan tujuannya.
Lalu apa pengaruhnya mindset wajib pajak terhadap pajak yang mereka bayarkan terhadap pembangunan Indonesia? Jelas, hal ini berpengaruh terhadap keberlangsungan pembayaran itu sendiri dan efek berkesinambungan kepada wajib pajak lain. Wajib pajak yang membayar pajak dengan ikhlas akan cenderung stabil dan berkelanjutan karena mereka akan cenderung sadar bahwa pajak adalah suatu kebutuhan dan bukan lagi sekedar kewajiban yang selalu menuntut. Berbeda ketika mindset wajib pajak cenderung terpaksa atau sekadar masa bodoh dan membayar pajak karena takut akan sanksi atau merasa tidak ada gunanya membayar pajak karena bagi mereka pajak itu tidak penting, masih ada sumber daya alam. Tentunya pembayaran pajak mereka cenderung tidak akan berkelanjutan ketika hal-hal yang mereka takutkan itu sudah ada atau tidak efektif.
Apalagi ketika mereka kemudian melihat maraknya korupsi di Indonesia yang makin memperparah mindset mereka. Alih-alih menjadi sadar malah mereka akan menyuarakan kekecewaan dalam bentuk keengganan membayar yang mana bisa saja mempengaruhi wajib pajak lain. Dan ujungnya adalah sikap antipati terhadap pembangunan nasional itu sendiri dan tentunya ini bukanlah hal yang kita harapkan mengingat kita sedang berusaha membangun infrastruktur secara besar-besaran.
Melihat hal ini, perlu dilakukan suatu perubahan mindset bagi wajib pajak ke arah yang lebih baik dan berusaha menanamkan mindset bahwa membayar pajak adalah suatu kebutuhan sedini mungkin, terutama bagi generasi calon wajib pajak. Ditjen Pajak sendiri sudah memulai langkah itu dengan mencanangkan program Inklusi Kesadaran Pajak yang akhir-akhir ini gencar dilaksanakan di berbagai perguruan tinggi. Ada juga program Pajak Bertutur yang pernah Ditjen Pajak laksanakan serentak se-Indonesia dan berhasil memecahkan rekor MURI. Sedangkan bagi wajib pajak yang sudah terlanjur ber-mindset buruk upaya yang tepat adalah dengan memberikan pemahaman pelan-pelan namun berkelanjutan tentang apa itu pentingnya pajak oleh kita semua, bukan saja oleh Ditjen Pajak. Seperti pemahaman bahwa pajak yang kita bayarkan pasti akan membuahkan hasil dalam menyokong pembangunan nasional. Entah nanti dalam bentuk jadi jalan raya, jalan tol, atau infrastruktur lain yang menjadi prioritas pembangunan nasional.
Diharapkan dengan adanya langkah-langkah tersebut bisa membentuk mindset wajib pajak yang positif terhadap pajak itu sendiri sehingga terhadap pembangunan nasional pun akan sama positifnya. Dan ke depannya, wajib pajak diharapkan memiliki mindset ikhlas membayar pajak karena kebutuhan sehingga tidak ada lagi suara-suara di media massa kalau pajak kita hanya untuk dikorupsi. Dengan begitu lengkaplah sudah dukungan kita sebagai masyarakat terhadap pembangunan nasional. Seimbang antara dukungan materi dan moral yang kita berikan kepada negara. Karena sesungguhnya Pajak kita adalah untuk kita juga.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.
- 1022 views