Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memperkuat fondasi perpajakan digital dengan menggabungkan teknologi mutakhir dan kolaborasi lintas sektor.
Dalam kuliah umum yang digelar bersama Universitas Gajayana Malang dan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Timur III, Vincentius Sukamto, memaparkan strategi menghadapi tantangan pemajakan di era digital, mulai dari regulasi perdagangan elektronik hingga pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) di Kota Malang (Kamis, 24/6).
Vincent menjelaskan bahwa regulasi seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/2020 yang diperbarui menjadi PMK 60/2022, telah menjadi pijakan penting dalam mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pemanfaatan barang dan jasa digital dari luar negeri, termasuk langganan Netflix, Spotify, hingga transaksi kripto.
“Regulasi ini memberikan kepastian hukum sekaligus menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha digital dan konvensional,” ujar Vincent.
Namun, lanjutnya, regulasi saja tidak cukup. DJP kini mengembangkan Coretax DJP, sistem pajak digital terintegrasi yang akan menggunakan teknologi, seperti AI dan geotagging untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi administrasi pajak. Selain itu, fitur geotagging yang wajib diisi saat registrasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) juga akan memperkaya kualitas basis data wajib pajak.
“Coretax akan mempermudah akses informasi dan memperkuat knowledge management DJP. AI akan membantu menghimpun dan menganalisis data untuk mendukung ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan,” tambahnya.
Meski teknologi perpajakan berkembang pesat, kesenjangan digital masih menjadi tantangan. Data INDEF tahun 2023 menunjukkan bahwa indeks literasi digital Indonesia baru mencapai 62%, lebih rendah dibanding rata-rata ASEAN yang sudah menembus 70%. Survei SNLIK OJK 2024 juga mencatat bahwa literasi keuangan masyarakat masih di angka 65%, dengan inklusi keuangan 75%.
Vincent menekankan bahwa menjawab tantangan ini butuh edukasi dan kolaborasi masif. DJP sendiri telah meluncurkan berbagai program edukasi, termasuk Business Development Services (BDS) yang mendukung UMKM naik kelas secara digital dan memahami perpajakan secara praktis.
"Dalam menyelesaikan tantangan ini, DJP perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak, seperti mahasiswa, tax center, konsultan pajak, dan pihak lainnya. Semua harus turun tangan, karena ini menjadi tantang bersama, bukan tantangan DJP sepihak, dan edukasi adalah fondasi dari kepatuhan,” ujarnya.
Selain itu, Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, dalam sesi yang sama menyebutkan bahwa peran konsultan pajak ke depan tidak lagi hanya sebagai penasihat. Menurut Vaudy, transformasi digital menuntut profesi konsultan untuk beradaptasi dengan cepat, seiring meningkatnya transparansi data, perubahan lanskap global, dan pengawasan lintas negara.
“Kami mendorong lahirnya profesi baru: Taxologist, yaitu konsultan pajak yang menguasai teknologi dan mampu memimpin inovasi digital perpajakan. Taxologist adalah jawaban atas tantangan era baru,” pungkasnya.
Pewarta: Anum |
Kontributor Foto: Rizqi Puji |
Editor: |
*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 17 views