Ramai Harga Emas, Jangan Lupa Kewajiban Pajaknya

Oleh: Nurdin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kebijakan tarif impor yang baru-baru ini ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengguncang ekonomi dunia. Hal ini terlihat dari indeks harga bursa saham di berbagai negara mengalami penurunan signifikan dan harga emas yang melonjak drastis. Dengan ketegangan geopolitik yang terus tereskalasi dan ancaman resesi akibat hambatan perdagangan dunia, emas sebagai aset pelindung nilai menjadi investasi yang banyak dicari.
Dalam beberapa hari belakangan ini, harga emas terus mencetak rekor tertinggi[1] dan diprediksi akan terus menanjak hingga menembus Rp2 juta per gram di tahun 2025.[2] Antusiasme masyarakat terlihat dari ramainya antrian pembelian logam mulia. Sebagai contoh, calon pembeli emas di butik Antam Pulogadung sudah membludak sejak pagi hari pada Kamis (10/4/2025) dan stoknya pun tidak lengkap atau habis.[3] Selain ramai pembelian emas, tingginya harga emas saat ini dimanfaatkan orang untuk menjual emas yang dimilikinya. Diberitakan pula terdapat seorang pelanggan yang menjual emas seberat 20 gram yang dia beli pada tahun 2008 seharga Rp5,5 juta rupiah pada harga jual Rp32 juta atau untung lima kali lipat. Bahkan pelanggan yang membeli emas pada tahun 2023 sudah mencatatkan keuntungan hingga 100% tahun ini.
Aspek Pajak Penghasilan Jual-Beli Emas
Pemerintah telah mengatur secara khusus ketentuan pajak penghasilan terkait jual beli emas terakhir melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2023 tentang Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atas Penjualan/Penyerahan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, serta Jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, dan/atau Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, yang Dilakukan oleh Pabrikan Emas Perhiasan, Pedagang Emas Perhiasan, dan/atau Pengusaha Emas Batangan (PMK 48/2023). Peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, mempermudah dan menyederhanakan proses pemajakan terkait emas.
Dalam ketentuan ini, pengusaha emas perhiasan dan/atau emas batangan diwajibkan melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 atas penjualan emas perhiasan dan/atau emas batangan. Pengusaha emas perhiasan tersebut mencakup pabrikan emas perhiasan dan pedagang emas perhiasan. Adapun tarif yang dikenakan adalah 0,25% dari harga jual emas perhiasan dan/atau emas batangan.
Pemungutan PPh Pasal 22 ini tidak dilakukan apabila penjualan emas perhiasan atau emas batangan kepada konsumen akhir, pembeli yang dikenai PPh Final usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) atau pembeli yang memiliki surat keterangan bebas (SKB) PPh Pasal 22. Yang dimaksud dengan konsumen akhir tersebut adalah pembeli yang mengonsumsi langsung barang atau jasa yang dibeli/diterima atau tidak menggunakan atau memanfaatkan barang atau jasa yang dibeli/diterima untuk kegiatan usaha. Dengan demikian, masyarakat yang membeli emas perhiasan untuk digunakan atau emas batangan untuk investasi tidak dikenai PPh Pasal 22 saat membeli. Contoh transaksi emas yang dipotong PPh Pasal 22 adalah penjualan emas dari pabrikan emas perhiasan kepada pedagang emas perhiasan atau antara pedagang emas perhiasan kepada pedagang emas perhiasan lain.
Pengusaha emas perhiasan dan/atau emas batangan yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 wajib membuat bukti pemungutan dan menyerahkannnya kepada pembeli, menyetorkan PPh Pasal 22 yang dipungut dan melaporkannya dalam SPT Masa Unifikasi. Kemudian bagi pembeli yang dipungut PPh Pasal 22, pajak yang dipungut dapat dikreditkan dalam SPT tahunan PPh karena PPh Pasal 22 atas penjualan emas bersifat tidak final.
Kewajiban Pelaporan Emas dan Keuntungan Penjualan Emas
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), salah satu fungsi surat pemberitahuan (SPT) adalah melaporkan harta dan kewajiban sehingga kepemilikan emas termasuk harta yang wajib dilaporkan dalam SPT. Hal ini juga sesuai dengan prinsip dalam pelaporan SPT yaitu benar, lengkap, dan jelas di mana wajib pajak melaporkan sendiri secara self-assessment hartanya sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dengan demikian wajib pajak diharapkan secara sadar melaporkan dengan benar jenis harta dan nilainya. Sebagai contoh, apabila pada akhir tahun 2024 wajib pajak memiliki emas seberat 100 gram senilai Rp150.000.000 dan merupakan pembelian tahun 2024 maka elemen jenis harta yaitu emas seberat 100 gram, tahun perolehan, dan nilai perolehan harus diisi dengan akurat pada daftar harta di SPT wajib pajak tersebut.
Kemudian, yang harus diperhatikan adalah keuntungan yang timbul dari penjualan emas merupakan objek pajak penghasilan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) jo. UU HPP. Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, termasuk dalam pengertian penghasilan adalah keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta. Keuntungan tersebut timbul karena wajib pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai perolehan. Selisih antara harga perolehan dengan harga jual tersebut merupakan keuntungan yang harus dilaporkan dalam SPT tahunan. Apabila kita menggunakan contoh pelanggan yang diberitakan yang memperoleh keuntungan hingga 5 kali lipat dari harga belinya maka keuntungan penjualan emas yang harus dilaporkan adalah Rp26,5 juta yang merupakan selisih antara harga jual sebesar Rp32 juta dengan harga perolehan sebesar Rp5,5 juta.
Berbeda dari gaji atau penghasilan lain yang dipotong oleh pemberi penghasilan pada saat memperoleh penghasilan, keuntungan dari penjualan emas ini harus dilaporkan sendiri pada saat melakukan pelaporan SPT tahunan. Sebagai contoh, Wajib Pajak yang melakukan penjualan emas pada tahun 2025 harus melaporkan seluruh keuntungan yang dilakukan dari penjualan emas sepanjang tahun 2025 pada saat membuat SPT Tahunan. Hal ini sesuai dengan asas dalam sistem perpajakan Indonesia yang menganut prinsip self-assessment dimana Wajib Pajak diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri. Dengan penggabungan keuntungan penjualan emas dengan penghasilan lain pada saat pembuatan SPT tahunan maka terdapat jeda antara waktu penjualan emas dan membayar pajak yang terutang (apabila terdapat pajak terutang setelah memperhitungkan penghasilan tidak kena pajak dan kredit pajak). Sebagai contoh, apabila wajib pajak menjual emasnya pada April 2025 dan memperoleh keuntungan Rp100 juta maka pajak atas keuntungan Rp100 juta tersebut akan dihitung pada saat membuat SPT tahunan PPh tahun pajak 2025 yang biasanya dilakukan antara Januari sampai dengan Maret 2026.
Kondisi ini menuntut wajib pajak untuk secara aktif mencatat perincian transaksi penjualan emas yang dilakukan sepanjang tahun dan mengalokasikan dana untuk pembayaran pajaknya pada saat poengisian SPT tahunan.
Kepatuhan dalam Pelaporan SPT
Self-assessment memberikan kewenangan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya tanpa menunggu ketetapan dari otoritas pajak. Di sisi lain, Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk memastikan bahwa laporan yang disampaikan wajib pajak sudah benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian, SPT yang disampaikan oleh wajib pajak pada pinsipnya sudah benar hingga terdapat data dan/atau informasi yang menyatakan sebaliknya.
Keputusan untuk melaporkan kepemilikan harta berupa emas perhiasan dan/atau emas batangan serta pelaporan keuntungan dari penjualannya menjadi tanggung jawab wajib pajak dengan tetap memperhatikan bahwa DJP berwenang untuk melakukan pengawasan.
[1] https://www.cnbcindonesia.com/research/20250413060657-128-625506/harga-emas-rekor-tembus-level-us--3200-ini-5-penyebabnya
[2] https://investor.id/market/394520/ahli-punyaramalan-baru-harga-emas
[3] https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7863283/banyak-banget-orang-yang-mau-beli-emas-antam
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 288 views