Oleh: Zidni Hudan Said Purnomo, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Mulai 12 Februari 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara resmi kembali membuka penggunaan aplikasi e-Faktur Desktop bagi seluruh Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk penerbitan faktur pajak. Hal ini didasarkan pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/2025 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Tertentu. KEP-54/PJ/2025 memberikan keleluasaan bagi PKP untuk memilih metode penerbitan faktur pajak yang paling sesuai dengan kebutuhan. 

Keputusan ini diambil sebagai bagian dari upaya DJP dalam meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan serta memberikan fleksibilitas bagi PKP dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan kebutuhan bisnis yang semakin beragam, DJP memahami pentingnya memberikan berbagai pilihan saluran penerbitan faktur pajak yang dapat diakses oleh PKP sesuai dengan kondisi operasional masing-masing perusahaan. Oleh karena itu, selain e-Faktur Desktop, DJP juga menyediakan dua alternatif lainnya, yaitu melalui sistem Coretax DJP serta melalui e-Faktur Host-to-Host yang disediakan oleh Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) yang telah ditunjuk oleh DJP dan terintegrasi dengan sistem perpajakan yang lebih luas.

Meskipun akses terhadap e-Faktur Desktop kini kembali dibuka untuk seluruh PKP, terdapat beberapa pengecualian tertentu di mana faktur pajak tetap harus diterbitkan melalui saluran Coretax DJP atau e-Faktur Host-to-Host. Salah satu contohnya adalah untuk faktur pajak dengan kode transaksi khusus, seperti kode 06 yang digunakan untuk penyerahan Barang Kena Pajak kepada pemegang paspor luar negeri, serta kode 07 yang digunakan untuk transaksi yang memperoleh fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah. Selain itu, PKP yang memilih untuk melakukan pemusatan tempat PPN terutang di cabang perusahaan juga diwajibkan untuk menggunakan Coretax DJP dalam penerbitan faktur pajak. Hal yang sama berlaku bagi PKP yang baru dikukuhkan setelah 1 Januari 2025, di mana penerbitan faktur pajaknya harus dilakukan melalui sistem Coretax atau melalui e-Faktur Host-to-Host.

Walaupun e-Faktur Desktop dapat kembali digunakan untuk membuat dan mengganti faktur pajak, ada beberapa aspek lain yang tetap harus dilakukan melalui sistem Coretax DJP. Contohnya adalah dalam hal pengelolaan retur dan pembatalan faktur pajak, serta dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Dengan kata lain, PKP yang menggunakan e-Faktur Desktop masih tetap harus mengoperasikan sistem Coretax DJP untuk memastikan bahwa semua transaksi perpajakan tercatat dengan benar dalam sistem administrasi perpajakan nasional.

Untuk memastikan kelancaran dalam penerbitan faktur pajak menggunakan e-Faktur Desktop, DJP juga mengingatkan PKP untuk tetap mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, termasuk dalam hal pengajuan permohonan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP). Permohonan NSFP tetap dilakukan melalui e-Nofa yang dapat diakses melalui laman resmi DJP di https://efaktur.pajak.go.id. Selain itu, sinkronisasi data faktur juga perlu dilakukan secara berkala, mengingat faktur pajak yang dibuat melalui e-Faktur Desktop akan masuk ke dalam sistem Coretax DJP dalam jangka waktu maksimal dua hari setelah diterbitkan.

Bagi PKP yang sebelumnya terbiasa menggunakan e-Faktur Client Desktop sebelum diberlakukannya pembatasan, keputusan ini tentu disambut dengan baik. Banyak perusahaan, terutama yang telah memiliki sistem administrasi internal yang terintegrasi dengan e-Faktur Desktop, merasa lebih nyaman menggunakan aplikasi ini dibandingkan dengan metode lain yang tersedia. Salah satu keunggulan utama dari e-Faktur Desktop adalah kemudahan dalam mengelola data secara offline sebelum melakukan unggahan ke server DJP, sehingga risiko gangguan jaringan atau kendala teknis lainnya dapat diminimalkan.

Namun, di sisi lain, PKP tetap perlu memperhatikan beberapa ketentuan yang berlaku terkait penggunaan kembali e-Faktur Desktop ini. Mengingat sistem perpajakan terus mengalami pembaruan, penting bagi PKP untuk selalu memperbarui aplikasi ke versi terbaru yang dirilis oleh DJP. Dengan begitu, Wajib Pajak dapat memastikan bahwa sistem yang digunakan tetap kompatibel dengan kebijakan dan regulasi yang berlaku. Selain itu, meskipun e-Faktur Desktop kini dapat digunakan kembali, PKP tetap harus memastikan bahwa semua data yang diproses melalui aplikasi ini telah sesuai dengan ketentuan yang ada agar tidak menimbulkan masalah dalam proses validasi oleh DJP.

Dengan kembali dibukanya akses e-Faktur Desktop bagi seluruh PKP, DJP berharap agar proses administrasi perpajakan menjadi lebih fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan wajib pajak. Oleh karena itu, bagi PKP yang ingin kembali menggunakan e-Faktur Desktop, penting untuk memahami kebijakan terbaru yang telah ditetapkan serta mengikuti prosedur yang sesuai agar dapat memanfaatkan sistem ini dengan optimal tanpa mengalami kendala di kemudian hari.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.