Pajak Karbon, Solusi Pendanaan APBN yang Berkelanjutan?
Oleh: (M.S.Wahyu Muzakki), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Indonesia menjadi salah satu yurisdiksi yang resmi megadopsi kebijakan pajak karbon melalui penetapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan atas emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer. Emisi gas rumah kaca ini dihasilkan oleh berbagai aktivitas bisnis dan kegiatan sehari-hari manusia.
Meskipun demikian, penerapan pajak karbon tidak serta-merta diterapkan setelah beleid tersebut disahkan. Pemerintah Republik Indonesia menunda penerapan pajak karbon dari yang awalnya ditargetkan pada tanggal 1 April 2022 menjadi tahun 2025 dengan pertimbangan kondisi ekonomi, kesiapan para pelaku usaha, kelembagaan dan tata kelola, serta sistem pelaporan, pemantauan, dan verifikasi terkait emisi gas rumah kaca.
Menyongsong tahun 2025 di bawah pemerintahan baru, sudah sejauh manakah kesiapan Indonesia dalam mengimplementasikan kebijakan pajak karbon ini? Apakah pajak karbon ke depannya dapat dijadikan sebagai solusi atas pendaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berkelanjutan?
Kesiapan
Secara umum, sektor pengenaan pajak karbon ini diprioritaskan untuk diterapkan pertama kali pada sektor energi subsektor pembangkit listrik. Namun, tidak menutup kemungkinan di masa mendatang akan diperluas pengenaan objek pajak karbon saat sektor usaha dan tata kelola pemajakannya sudah dianggap siap.
Adapun sektor-sektor lain yang menjadi sasaran penerapan pajak karbon, yakni sektor limbah, kehutanan, proses industri dan penggunaan produk (IPPU), serta agrikultur. Setiap sektor ini diampu oleh kementerian/lembaga negara yang berbeda-beda seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Hingga saat ini, hanya sebagian sektor tersebut yang telah memiliki regulasi pendukung mengenai kebijakan pemajakan karbon. Subsektor pembangkit listrik yang saat ini diampu oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen-ESDM) menjadi salah satu subsektor yang paling siap. Pasalnya, Kemen-ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon serta telah memiliki sistem pelaporan, pemantauan, dan verifikasi yang telah berjalan bagi para pelaku usaha sektor pembangkit listrik.
Penerbitan regulasi teknis menjadi suatu tantangan tersendiri karena pemajakan karbon diampu oleh berbagai kementerian/lembaga. Selain itu, pemajakan karbon memiliki karakteristik yang berbeda dengan pemajakan objek lain. Sebelum pajak dapat dikenakan, harus terdapat suatu mekanisme pengukuran dan pelaporan yang tepat dan akurat untuk menentukan nilai gas rumah kaca karena besaran tersebut tidak dapat diukur secara kasat mata.
Nilai Transaksi Bursa Karbon
Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) telah diluncurkan oleh Bursa Efek Indonesia pada tanggal 26 September 2023. Sejak diluncurkan sampai dengan akhir tahun 2024, IDX Carbon telah mencatat nominal transaksi perdagangan senilai Rp50 triliun dengan volume perdagangan sebesar 908 ribu ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Apabila dirata-ratakan, nilai CO2e per kilogram saat ini adalah sebesar Rp55.000/kg.
Bursa karbon menjadi salah satu fondasi yang penting dari sistem pemajakan karbon ke depannya karena tarif pemajakan karbon di Indonesia bersifat floating atau mengikuti harga di pasar karbon. Tarif pajak karbon Indonesia ditetapkan paling rendah senilai Rp30 per kilogram CO2e dan akan diatur lebih tinggi atau sama dengan harga yang berlaku di pasar karbon. Dengan adanya permintaan yang makin tinggi ke depannya saat pasar karbon sudah diramaikan oleh para pelaku usaha mandatori, harga surat berharga karbon juga akan naik serta tarif pajak karbon juga akan terkerek naik.
Belajar dari Singapura
Singapura menjadi negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang secara resmi mengadopsi kebijakan pajak karbon pada tahun 1 Januari 2019. Tarif pada awal masa berlakunya sampai dengan tahun 2023 ditetapkan senilai S$5 per kilogram CO2e. Pemerintah Singapura menerapkan kenaikan tarif secara gradual, di mana mulai tahun 2024 tarif per kilogram CO2e ditetapkan S$25 dan naik kembali ke S$45 mulai tahun 2026. Singapura berhasil mengumpulkan penerimaan sebesar S$215 juta pada tahun 2023. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat signifikan pada tahun 2024 seiring dengan kenaikan signifikan tarif pada tahun 2024.
Solusi Pendanaan Tambahan APBN?
Di tengah kebutuhan pendanaan program kerja pemerintahan baru serta perlunya memperlebar ruang fiskal yang dimiliki Indonesia, pendapatan pajak karbon dapat menjadi salah satu solusi yang bisa dipertimbangkan untuk menambah ruang fiskal Indonesia. Terlebih lagi, kebijakan pajak karbon ini sudah memperoleh legitimasi hukum yang kuat berupa UU HPP. Implementasi kebijakan pajak karbon yang segera akan memberikan tambahan pendapatan yang amat dibutuhkan untuk APBN kita. Studi yang dilakukan oleh Pratama, dkk. (2022) menyebutkan bahwa potensi pendapatan pajak karbon di Indonesia tahun 2025 dapat diperkirakan sebesar Rp23 triliun hanya dari sektor energi saja.
Bagi pemerintah, penerapan pajak karbon tidak akan menimbulkan gejolak yang sangat besar dibandingkan dengan penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai, misalnya. Sebagai dampaknya, ongkos sosial yang ditanggung oleh pemerintah tidak akan terlalu berat. Meskipun demikian, perlu diukur pula dampak yang akan timbul atas pengenaan pajak karbon ini, seperti misalnya kenaikan harga energi yang akan ditanggung oleh konsumen akhir.
Terlepas dari itu, sejatinya, pemajakan karbon bukan semata-mata untuk mengumpulkan penerimaan negara. Lebih daripada itu, pemajakan karbon diharapkan dapat menjadi suatu instrumen untuk mengubah perilaku masyarakat agar mengurangi emisi gas rumah kaca dan juga menjadi instrumen peralihan ke teknologi yang lebih hijau.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 113 views