IKN dan Insentif Perpajakannya
Oleh: Dadang Basuni, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Laju pembangunan infrastruktur dalam satu dekade terakhir mengalami lonjakan yang cukup signifikan. Berbagai proyek besar diluncurkan untuk memperkuat konektivitas dan mendukung transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Tidak hanya fokus di Pulau Jawa, pembangunan infrastruktur juga mulai menyasar ke wilayah-wilayah yang sebelumnya kurang tersentuh. Salah satu contoh pembangunan infrastruktur paling sensasional adalah mega proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang digadang-gadang menjadi tonggak menuju Indonesia baru.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 (UU IKN), pemindahan ibu kota menjadi kepastian implementasi kebijakan pemerintah. Dikutip dari laman www.ikn.go.id, proyek IKN didirikan di atas lahan seluas 252.660 hektar yang terbagi dalam zona pemerintahan utama, kawasan inti IKN, dan zona pengembangan. Apabila proyek ini berjalan sesuai rencana, proyek ini diprediksikan mampu menyerap tenaga kerja pada tahun 2045 sebanyak 4.811.000 orang dengan tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai US$180 miliar.
Tentu tidak mudah dalam merealisasikan pembangunan berskala besar seperti IKN ini. Diperlukan dukungan dari semua pihak, terutama dalam penyediaan dana. Menurut Sri Mulyani (2022), pendanaan pembangunan proyek ibu kota ini akan berasal dari tiga sumber, yaitu APBN, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan pendanaan dari swasta (Nurhidayati dan Ilham, 2022). Keikutsertaan investor dalam pembangunan menjadi keuntungan yang diharapkan karena akan mengurangi beban keuangan negara. Oleh sebab itu, kepiawaian pemerintah dalam menarik minat investor akan menjadi tolok ukur keberhasilan dalam pendanaan pembangunan proyek IKN.
IKN sebagai Kota Masa Depan
Pembangunan IKN tidak sekadar bertujuan untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Lebih jauh dari itu, pemindahan ibu kota diharapkan dapat menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru yang berorientasikan masa depan. Rencana pembangunan IKN juga didasarkan pada pengurangan risiko perubahan iklim dan bencana. Prinsip dasar pengembangan kawasan di IKN memadukan tiga konsep pembangunan perkotaan, yaitu IKN sebagai kota hutan (forest city), kota spons (sponge city), dan kota cerdas (smart city).
Perlu disadari bahwa tidak semua kota mengikuti model konseptual tersebut dan persebarannya tidak selalu merata ke segala arah. Hal ini disebabkan oleh adanya variasi lingkungan fisik pada setiap wilayah yang dapat menjadi kendala ataupun pemicu perkembangan kota. Keberadaan jalur transportasi, pusat kegiatan ekonomi, peraturan zoning, spekulasi lahan, adalah beberapa contoh unsur-unsur yang menyebabkan terjadinya penyimpangan model tersebut di lapangan (Musiyam, 1994).
Namun demikian, selain mempertimbangkan konsep pengembangan terpadu yang berkesinambungan, pembangunan kawasan IKN diyakini sudah memperhitungkan keterkaitan dan konektivitas dengan daerah sekitar sebagai daerah mitra. Keterkaitan dan konektivitas tersebut tidak hanya dari penyediaan infrastruktur, tetapi juga menyangkut hubungan dan kerja sama sosial antarpenduduk serta hubungan kerja sama ekonomi yang saling mendukung dan menguatkan. Keberhasilan proyek pembangunan IKN tetap harus disikapi secara optimis agar pendanaan pembangunan yang telah dikeluarkan tidak menjadi sia-sia.
Insentif Perpajakan
Kembali berbicara mengenai upaya pemerintah dalam menarik minat investor untuk menopang pendanaan proyek IKN, dari sudut pandang investor, risiko investasi di IKN cukup tinggi. Proyek pembangunan IKN sebagai kota baru membutuhkan penyediaan infrastruktur yang masif. Karakteristik proyek infrastruktur ialah memiliki risiko jangka panjang. Salah satunya berasal dari kinerja proyek yang belum tentu sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Di sisi lain, investor juga mengharapkan realisasi keuntungan yang sesuai dengan kalkulasi awal proyek (Silalahi, 2019 dalam Hanik, 2022).
Salah satu jurus yang digunakan pemerintah dalam menarik minat investor adalah dengan menawarkan paket insetif perpajakan, termasuk kepabeanan. Upaya ini telah diwujudkan pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam Rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara (PP 17/2022).
PP 17/2022 tersebut mengatur bahwa insentif perpajakan yang dapat diberikan antara lain: (1) pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak yang melakukan penanaman modal baru pada industri pionir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan/atau (2) pembebasan bea masuk dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap impor barang tertentu untuk kepentingan umum oleh pemerintah.
Selanjutnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2024 (PP 12/2023). PP 12/2023 tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan perizinan usaha serta fasilitas penanaman modal bagi pengusaha di IKN. Sebagai penjabaran dari PP 12/2023, penerbitan PP tersebut kemudian dilanjutkan dengan penerbitan Peratiuran Menteri Keuangan Nomor 28 Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara (PMK 28/2024).
Apabila diringkas, setidaknya terdapat tujuh jenis insentif perpajakan yang diberikan sesuai PMK 28/2024. Insentif-insentif tersebut meliputi: 1) tax holiday dengan jangka waktu hingga 30 tahun bagi perusahaan yang menanamkan modalnya di IKN, termasuk badan usaha yang melakukan kegiatan usaha sektor keuangan di pusat keuangan (financial center); 2) pengurangan penghasilan bruto (super tax deduction) hingga 350% dari biaya yang dikeluarkan, bagi perusahaan yang melakukan kegiatan praktik kerja, magang dan/atau pembelajaran, penelitian dan pengembangan tertentu, serta perusahaan yang memberikan sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba; 3) Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) dan bersifat final bagi pegawai/karyawan yang bekerja di IKN; 4) tarif pajak 0% dan bersifat final bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); 5) pengurangan PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di IKN; 6) PPN tidak dipungut termasuk pengecualian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) apabila terdapat perolehan barang yang tergolong mewah; dan 7) pembebasan bea masuk impor dan pajak-pajak lainnya dalam rangka impor barang-barang untuk keperluan pembangunan IKN.
Kebijakan pemerintah dalam memberikan insentif perpajakan kepada investor merupakan sebuah langkah positif untuk menarik investasi. Namun demikian, pemerintah juga harus memperhatikan masalah infrastruktur, kualitas birokrasi, serta kondisi makroekonomi agar kegiatan pembangunan dapat berjalan sesuai rencana serta memberikan keuntungan bagi seluruh pemangku kepentingan.
Ingat pepatah yang menyatakan “di mana ada gula, di situ ada semut”. Mungkin pepatah ini cocok disematkan dalam proses pembangunan IKN dengan segala insentif yang dijanjikan sambil berharap agar investor banyak yang tertarik untuk menyertakan modalnya dalam pembangunan. Jangan sampai ketika “gula”-nya habis, para investor menarik diri dalam keikutsertaannya dalam investasi. Bisa juga sebaliknya, ketika pembangunan kawasan IKN terus menerus diberikan “gula” dalam jangka panjang, negara akan terdampak dengan kehilangan potensi penerimaan (potential loss) dari sektor pajak.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 66 views