Majelis hakim Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menjatuhkan vonis terhadap S, tersangka tindak pidana perpajakan dengan hukuman penjara selama 2 tahun, serta total denda sebesar Rp647.156.844 (Rabu, 2/4). Vonis tersebut ditetapkan setelah S diduga melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c atau Pasal 39 ayat (1) huruf d atau Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
S merupakan direktur CV RPT yang usahanya bergerak di bidang pembuatan alat pengangkat dan pemindah (conveyor). Awalnya, S melalui CV RPT telah mengerjakan pesanan dari PT AIO, PT JAI, dan PT IJS berupa conveyor, tray mekanik, rak sub assy naik-turun, dan lain-lain. Atas pesanan tersebut, CV RPT telah menerbitkan faktur pajak dan telah dikreditkan oleh lawan transaksi tersebut. Artinya, atas transaksi dari berbagai pemesanan tersebut telah dilakukan pelunasan termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari pihak konsumen. Namun, S melalui CV RPT dengan sengaja tidak melakukan pembayaran atau penyetoran atas PPN yang telah dipungut. Selain itu, ia juga tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN atau tidak memasukkan faktur pajak yang telah diterbitkan pada SPT Masa PPN yang telah dilaporkan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Perbuatan S ini menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp241.793.483 untuk masa pajak Februari, Mei, dan Agustus tahun 2018, masa pajak Maret, April, dan Juni tahun 2019, masa pajak Februari, serta masa pajak Mei tahun 2020. Selain itu, S juga merugikan negara sebesar Rp81.784.984 untuk masa pajak Oktober tahun 2018 dan masa pajak September tahun 2020. Sehingga, total kerugian pada pendapatan negara yang dilakukan oleh S mencapai Rp323.578.422.
“Dengan adanya kegiatan penegakan hukum terhadap terdakwa S, hal ini diharapkan dapat menimbulkan deterrence effect (efek gentar) terhadap wajib pajak lainnya, untuk tidak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan,” ujar Agus Mulyono, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan (P2IP).
Pewarta: Anum Intan M |
Kontributor Foto: Faris Aulia R |
Editor: |
*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 33 views