Nyepi, Membangun Konsep Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe

Oleh: I Gede Suryantara, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Salah satu peringatan keagamaan yang dirayakan oleh umat Hindu adalah Nyepi. Nyepi merupakan perayaan pergantian tahun Saka yang menjadi kalender perhitungan berbagai kegiatan atau perayaan umat Hindu di Indonesia. Penggunaan tahun Saka sudah ada sejak dulu, terdokumentasi dalam berbagai prasasti atau peninggalan kerajaan bercorak Hindu. Sebagai upaya menjaga nilai-nilai keagamaan, peringatan pergantian tahun Saka dilaksanakan dengan prosesi ritual tertentu.
Nyepi berasal dari kata “sepi” yang berarti sunyi atau senyap. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi yang identik dengan kemeriahan, tahun baru Saka dirayakan dalam keheningan. Perayaan Nyepi lebih dititikberatkan pada perenungan. Evaluasi terhadap apa yang sudah dilalui, membersihkan tidak hanya diri sendiri tapi juga alam yang sudah memberikan segalanya, dilanjutkan dengan menyiapkan untuk hari berikutnya.
Di Indonesia, Nyepi menjadi hari libur nasional. Penetapan hari raya Nyepi sebagai hari libur nasional tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 Tahun 1983. Keppres yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 19 Januari 1983 ini berisi penetapan Nyepi dan Waisak sebagai hari libur nasional.
Hakikat Nyepi
Hari raya Nyepi sudah dilaksanakan oleh umat Hindu di Indonesia sejak lama dan secara turun-temurun. Jejak catatan tentang Nyepi di antaranya terdapat pada lontar Seri Aji Kasanu dan lontar Sundarigama. Isi dalam lontar ini memberikan pedoman dalam beragama berupa sikap dan perilaku rajin sembahyang serta suka beramal untuk masyarakat luas dan wajib dijalankan agar bisa tertanam sejak dini.
Catatan dalam lontar Seri Aji Kasanu menyebutkan bahwa pada tilem sasih kesanga umat Hindu patut mengadakan upacara yaitu Caru yang disebut Tawur Agung. Setelah mengadakan upacara tersebut, dilanjutkan dengan perayaan Nyepi satu malam.
Selain itu, dalam lontar Sundarigama tertulis penggalan kalimat yaitu pada hari tilem sasih kesanga merupakan hari penyucian diri kepada Sang Pencipta, melalui pengambilan air kehidupan yang ada di tengah-tengah lautan, oleh karena itu patutlah manusia, umat Hindu melakukan persembahan melalui suatu upacara menurut kemampuan. Pada hari purwani tilem kesanga, agar melaksanakan upacara Bhuta Yadnya di perempatan jalan raya, besoknya waktu tilem, agar melaksanakan upacara Melasti ke laut menyucikan pratima, keesokan harinya melaksanakan Nyepi dengan tidak menyalakan api, tidak melakukan pekerjaan, dan tidak menghidupkan api di semua tempat (tidak bepergian dan bersenang-senang). Menahan diri saat Nyepi dikenal dengan Catur Brata Penyepian.
Rangkaian hari raya Nyepi diawali dengan upacara Melasti dan Tawur Agung. Upacara Melasti dilaksanakan dengan tujuan membersihkan dan menyucikan sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan keagamaan sebagai upaya memusatkan pikiran saat berhubungan dengan Sang Pencipta. Rangkaian upacara berikutnya adalah Tawur Agung. Makna dari kegiatan ini adalah mengharapkan keselamatan kepada semua mahkluk. Secara umum, makna yang tersirat dalam rangkaian kegiatan ini adalah menghilangkan ego dalam diri, tidak hanya memikirkan diri sendiri (mikrokosmos) namun hal yang lebih besar (makrokosmos).
Selanjutnya adalah Nyepi yang dirayakan dalam keheningan berlandaskan Catur Brata Penyepian. Pelaksanaan Catur Brata Penyepian mempunyai makna yang pertama, untuk menyucikan diri lahir dan batin. Kedua, untuk menjalankan pengorbanan dan bhakti melalui tapa brata. Ketiga, untuk melaksanakan amulat sarira (introspeksi diri) menilai kembali apa yang sudah dilalui, hal baik maupun hal buruk. Keempat, untuk melaksanakan program kerja selanjutnya dengan pertimbangan akal dan budi pekerti. Kelima, untuk mewujudkan diri sendiri dan lingkungan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dari tujuan tersebut maka diharapkan seseorang dapat meningkatkan kualitas hidup untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Sehari setelah Nyepi disebut Ngembak Geni dan dilanjutkan dengan acara Dharma Shanti, yaitu saling memaafkan sebagai tanda hubungan harmonis antarsesama.
Kewajiban Pajak
Pajak merupakan salah satu unsur penting penggerak pembangunan. Secara undang-undang, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Peran serta dan kesadaran warga negara sangat mempengaruhi penerimaan pajak.
Kesadaran pajak menunjukkan sikap mendahulukan kepentingan lebih besar daripada kepentingan sendiri. Kesadaran memenuhi kewajiban pajak diharapkan berjalan sebagai kerelaan yang akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang terbangun secara komunal akan memberikan dampak besar bagi keberlangsungan negara untuk memberantaskan kemiskinan dan mewujudkan kemakmuran. Dengan kata lain, memenuhi kewajiban perpajakan dilakukan sebagai kebiasaan yang tulus dan tanpa mengharapkan imbalan langsung namun memberikan dampak yang signifikan bagi pembangunan.
Melalui perayaan Nyepi, setiap warga negara, khususnya umat Hindu, perlu menerjemahkan nilai-nilai Nyepi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu wujud nyata adalah memenuhi kewajiban perpajakan. Sepi ing pamrih, rame ing gawe, memenuhi kewajiban pajak dengan tulus ikhlas yang berdampak bagi kemakmuran negara.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 64 views