Peran Pajak Dukung Songsong dan Teket, Warisan Budaya yang Mendunia

Oleh: Lia Anggraeni, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Dalam kehidupan modern seperti saat ini, siapa yang tak pernah mendengar tentang Kerajaan Sriwijaya? Sejarah Indonesia menyebutkan nama Kerajaan Sriwijaya dalam berbagai literatur pembelajarannya. Kerajaan yang berpusat di wilayah Sumatera Selatan ini merupakan kerajaan maritim karena perekonomiannya bergantung pada kegiatan pelayaran dan perdagangan melalui laut.
Salah satu peninggalan sejarah dari Kerajaan Sriwijaya adalah kain songket. Menurut sebuah hikayat, songket berasal dari gabungan dua kata dalam Bahasa Sumatera Selatan yakni songsong dan teket, yang artinya tenun dan sulam. Hikayat lain pun mengatakan, songket berasal dari kata sungkit yang artinya menyungkit atau menyulam.
Dalam sejarahnya, kain songket merupakan simbol status sosial dan kemakmuran pemiliknya pada zaman Kerajaan Sriwijaya. Hanya kaum bangsawan dan kaum berada yang bisa memakai kain berbalut benang emas jantung yang berkadar 18 karat. Titel busana kebesaran menjadikan kain songket hanya dikeluarkan pada saat acara penting kaum bangsawan dan kaum berada pada saat itu.
Seiring berjalannya waktu, zaman hingga generasi pun berganti. Saat ini songket tidak hanya menjadi busana kaum bangsawan saja, tetapi juga semua golongan masyarakat. Bahan yang dipakai pun lebih beragam, seperti sutra, benang perak, katun, hingga serat kayu. Kemajuan fesyen menjadikan songket tak hanya busana saat acara adat saja, tetapi juga busana couture hingga ready to wear. Perluasan segmen produksi dan konsumsi ini membuat songket sangat diminati masyarakat dalam negeri hingga mancanegara. Pagelaran busana atau fashion show serta pameran-pameran dalam berbagai kegiatan yang digelar di luar negeri oleh anak bangsa pun menjadi salah satu faktor giatnya kegiatan ekspor saat ini.
Ekspor Kena Pajak?
Sriwijaya tumbuh di tengah ramainya pelayaran dan perdagangan yang melintasi pantai timur pulau sumatera yakni selat malaka, selat yang menghubungkan Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaya. Selat ini merupakan jalur perdagangan internasional terramai di dunia hingga saat ini. Dirunut dalam sejarahnya, kegiatan ekspor ini sudah dilakukan oleh Kerajaan Sriwijaya sejak dahulu kala. Lalu, bagaimana perlakuan perpajakan terhadap kegiatan ekspor saat ini?
Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN/PPnBM) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), menjelaskan terkait Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa BKP merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN/PPnBM. Sedangkan, JKP merupakan setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN/PPnBM.
Pasal 4 ayat (1) UU PPN/PPnBM jo. UU HPP menyebutkan bahwa objek PPN antara lain:
- Penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
- Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP/BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
- Ekspor BKP dan/atau JKP;
- Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan; dan
- Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
Selanjutnya, dalam Pasal 7 ayat (2) UU HPP disebutkan tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan ekspor JKP.
Berdasarkan peraturan tersebut, jika diambil contoh kain songket, maka kegiatan ekspor kain songket merupakan kegiatan ekspor BKP berwujud dan dikenai PPN dengan tarif 0%.
Tarif Nol Persen
Pengenaan tarif nol persen tidak berarti pembebasan dari pengenaan PPN. Atas penyerahan BKP dan/atau JKP tersebut tetap terutang PPN. Artinya, Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahannya tetap harus membuat Faktur Pajak dan melaporkannya pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.
Sebagai contoh, Pengusaha Kena Pajak A melakukan ekspor kain songket dengan Nilai Ekspor Rp20.000.000. Pajak pertambahan Nilai yang terutang = 0% x Rp20.000.000 = Rp0. Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp0 tersebut merupakan Pajak Keluaran. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan kain songket pada kegiatan ekspor tersebut dapat dikreditkan dan dapat dilakukan restitusi.
Berlakunya tarif nol persen ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing ekspor berbagai produk serta komoditas di Indonesia. Dunia fesyen selalu menjadi sektor yang terus bertumbuh di era pasar global dan dinilai dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Banyaknya peminat akan busana yang terbuat dari kain songket menjadikan peluang yang sedang digandrungi saat ini.
Hal ini tentunya tidak lepas dari karya-karya perancang busana, pengrajin lokal, serta karya-karya lainnya dari anak bangsa yang selalu berusaha memperkenalkan songket sebagai salah satu kain asli Indonesia ke mancanegara sehingga dapat bersaing di mata dunia. Begitulah kemasyhuran kain songket, selain menjadi warisan budaya yang mendunia, kain songket menjadi begitu berharga sebab berbagai kenangan pun turut ditenun bersamanya. Ia menjadi ikatan antar generasi yang dilaluinya. Ia menjadi pemantik memori akan kisah-kisah dari generasi sebelumnya.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 201 views