Catatan Redaksi: Rubrik Feature atau Karangan Khas merupakan jenis konten yang disediakan untuk liputan berita atau peristiwa ihwal tugas dan fungsi layanan administrasi perpajakan, dengan menitikberatkan tema human interest, yang dikemas dengan gaya bahasa yang lebih ringan, renyah, dan luwes, yang berbeda dari gaya bahasa berita lempang (straight news). Feature dapat berupa kisah yang inspiratif, menyentuh hati, lucu, dan menggelitik.

Sebagai bentuk apresiasi terhadap para pegawai Direktorat Jenderal Pajak peserta lomba esai integritas dalam rangka peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2023 di lingkungan Kementerian Keuangan, kami telah menyeleksi sejumlah esai yang layak dimuat di situs pajak.go.id. Secara berkala, kami akan menayangkan tulisan terpilih dimaksud, di rubrik Feature. Kami mengedit seperlunya tanpa mengubah substansi naskah asli. Dengan berbagai pertimbangan, nama penulis, tokoh, dan tempat kejadian tidak kami cantumkan. Semoga bermanfaat.

---

Sebagai seorang Asisten Penyuluh Pajak, saban hari saya berinteraksi langsung dengan masyarakat. Baik dengan mereka yang datang langsung ke kantor untuk berkonsultasi, maupun kami yang datang ke berbagai tempat dan media untuk melakukan penyuluhan. Saya sangat menikmati tugas yang sudah saya emban dua setengah tahun terakhir ini. Memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai kewajiban perpajakannya adalah bagian yang paling saya banggakan. Sampai suatu saat semua itu berubah.

Awal tahun 2023 merupakan bulan-bulan berat bagi instansi tempat saya bekerja, Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Berbagai media massa terus memberitakan kami dari siang hingga malam. Media sosial juga tak berhenti memperbincangkan. Sayangnya, semua bukan berita baik. Salah satu anak dari pegawai DJP menjadi pelaku penganiayaan. Kasus pun merembet ke mana-mana. Harta keluarga pegawai tersebut dikuliti sampai akhirnya si pegawai berinisial RAT inipun mengundurkan diri dari DJP dan ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Ah, tidak akan berpengaruh ke pekerjaan saya yang nun jauh ini,” pikir saya pada awalnya.

Hingga kejadian demi kejadian terjadi dan pikiran itu berubah.

Ini kisah saya, seorang pegawai pajak biasa, dalam menghadapi badai yang kala itu sedang menghantam instansi saya. Bagaimana saya menyadari bahwa tidakan korupsi bagaikan nila setitik dalam susu sebelanga, noda kecil yang merusak segalanya.

Kepercayaan yang Hilang

Siang itu loket Helpdesk KPP tidak terlalu ramai, hanya tampak beberapa wajib pajak berkonsultasi. Saya sendiri sedang melayani seorang bapak paruh baya, yang mengkonsultasikan aplikasi pajaknya yang sedang galat. Awalnya kami asyik membicarakan aplikasi e-faktur tersebut sampai akhirnya pembicaraan terhenti karena saya sedang memperbaiki aplikasi di laptopnya. Bapak itu pun membuka obrolan topik lain.

“Jadi gimana itu, Mbak, ternyata selama ini uang pajak saya digunakan untuk beli Rubicon ya?”

"Deg!"

Nada suaranya tidak mampu menyembunyikan amarah. Dagu terangkat, mata memicing dan mulut menyunggingkan senyum seringai. Seolah selama ini ia ditipu, dikhianati pihak yang ia percayai. Memang saat itu instansi saya sedang ramai dengan pemberitaan buruk mengenai kasus RAT.

“Rakyat susah-susah mencari uang banting tulang ternyata untuk membiayai hedonisme pejabat pajak. Udah kayak preman aja, rakyatnya ditagih terus!” katanya dengan nada yang semakin tinggi.

Menghadapi kemarahan wajib pajak seperti ini bukan kali pertama saya alami. Biasanya saya selalu berusaha mendengarkan dan tidak membantah agar suasana tenang terlebih dahulu, baru kemudian memberikan pengertian. Namun saat itu, saya diam bukan karena ingin memberi pengertian. Dalam hati, saya merasakan kemarahan bapak tersebut. Sebab saya juga marah. Seorang pegawai negeri tidak seharusnya memamerkan kemewahan. Apalagi terindikasi menyalahgunakan jabatan yang diamanatkan padanya. Pada akhirnya saya hanya menanggapi dengan diam dan senyum samar, yang saya anggap lebih baik daripada pembelaan yang hanya omong kosong.

“Rasanya saya sudah tidak percaya dengan instansi yang seharusnya menjaga uang pajak, tapi malah mencurinya ini,” ujar bapak tersebut sebelum meninggalkan loket helpdesk.

Kerugian Bagi Semua

Kejadian di loket Helpdesk siang itu bukanlah satu-satunya. Beberapa wajib pajak lain yang saya temui pun dengan terang-terangan membahas kasus RAT, baik dengan nada bercanda maupun menyindir. Berbagai media massa juga masih santer membahas perkembangan kasus ini. Merasa kewalahan, saya pun menarik jarak dari pemberitaan buruk yang kelewat kencang, mengurangi bersosial media dan menonton berita.

Hingga akhirnya saya harus mengisi siaran langsung di salah satu radio. Kegiatan ini sudah lama direncanakan. Kami sengaja mengambil momen sebelum jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan, berharap animo tinggi dari masyarakat.

Siaran berbentuk talkshow, masyarakat boleh bertanya langsung melalui saluran telepon maupun pesan singkat. Sejumlah pertanyaan masuk tentang SPT Tahunan, sampai akhirnya ada satu pertanyaan menarik.

“Bisakah kita memboikot pajak?”

Saya terdiam sejenak. Saya sadar betul, kesalahan satu kata saja bisa dipelintir dan menyebabkan kekacauan lebih besar. “Selama masih banyak masyarakat membutuhkan rumah sakit, pendidikan dasar, jalan raya dan subsidi BBM, tolong, jangan boikot pajak. Jangan karena kesalahan satu orang, masyarakat kita justru merugi,” ucap saya menanggapi pertanyaan tersebut.

Beberapa hari ini saat saya menutup mata dari kegaduhan sosial media yang terus membahas instansi saya, ternyata telah ramai ajakan untuk tidak membayar pajak. Mulai dari tagar (hashtag), hingga demonstrasi ke jalan. Seakan masyarakat lupa bahwa untuk membiayai negara ini, masih didominasi oleh penerimaan pajak. Dirjen pajak, bahkan Menteri Keuangan pun turun tangan memberi klarifikasi dan meminta maaf pada masyarakat.

Saya tidak pernah menyangka satu orang yang melakukan fraud dapat berdampak besar sekali. Korupsi yang menguntungkan satu pribadi, tetapi satu instansi terkena sanksi. Bahkan yang hampir terjadi—rugi satu negeri.

Komunikasi Antikorupsi

“Sebelumnya, saya mohon maaf kalau pertanyaan saya cukup panjang dan keluar dari topik pembahasan kita,” kata seorang laki-laki muda yang diberikan kesempatan terakhir untuk bertanya.

Acara hari itu memang cukup melelahkan. Peserta tak henti melontarkan pertanyaan. Dengan format acara berbentuk panel, para narasumber dari instansi terkait membahas mengenai aspek perpajakan atas transaksi pengalihan tanah dan/atau bangunan.

“Seperti yang kita ketahui, belakangan ini banyak terungkap kasus kecurangan-kecurangan di kantor pajak. Kenapa masih bisa terjadi hal seperti itu? Apa tindakan nyata yang dilakukan kantor pajak untuk menghindari hal tersebut?” lanjut si penanya. Saat itu sudah masuk pertengahan tahun 2023. Saya merasa, pemberitaan negatif tentang DJP dan Kementerian Keuangan sudah cukup mereda.

“Sejak awal, instansi kami berkomitmen untuk menjunjung tinggi integritas,” jawab saya. “Kami memiliki Tim Kepatuhan Internal, baik di KPP maupun kantor pusat. Kami juga memiliki saluran pengaduan dimana masyarakat dapat melaporkan apabila mengalami atau melihat kecurangan yang terjadi.”

Saya menyisir pandangan pada para peserta sambil melanjutkan memberikan penjelasan mengenai saluran pengaduan yang merupakan hak mereka. Di ujung penjelasan saya, si penanya mengangguk, tanda jawaban saya telah cukup.

Di momen itulah saya sadar, kebijakan antikorupsi ternyata tak hanya untuk kami laksanakan secara internal. Namun juga harus terus disosialisasikan kepada masyarakat demi menumbuhkan kembali kepercayaan. Meski bagaikan membersihkan noda pada kain putih, susah dan perlu perjuangan.

---

“Saya menyatakan esai ini merupakan hasil pengalaman atau pemikiran dan pemaparan asli saya sendiri, dengan kontribusi, referensi, atau ide dari sumber lain dinyatakan secara implisit maupun eksplisit pada tubuh dan/atau lampiran esai. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia didiskualifikasi dari perlombaan ini.”

 

Pewarta:-
Kontributor Foto:-
Editor: Arif Miftahur Rozaq

*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.