Oleh: Wisnu Saka Saputra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Beberapa tahun terakhir Harga Batu Bara Acuan (HBA) Indonesia mengalami lonjakan yang signifikan terutama di tahun 2021 dan 2022. Lonjakan harga tersebut bahkan sampai menyentuh di harga 308,20 dolar Amerika Serikat per ton. Kenaikan harga acuan batu bara Indonesia juga dibarengi dengan kenaikan harga batu bara dunia yang mencapai 385 dolar Amerika Serikat per ton.

Penyebab terjadinya lonjakan batu bara karena kebutuhan akan permintaan batu bara yang melebihi penawaran yang ada pada fase pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19. Selain itu, serangan Rusia ke Ukraina juga merupakan salah satu penyebab lonjakan harga komoditas sumber daya energi dunia termasuk batu bara di dalamnya.

Peningkatan itu disebut dengan windfall profit yaitu suatu kejadian yang tidak dipengaruhi oleh pelaku usaha, tetapi semata-mata dapat untung berlipat dari terkereknya harga komoditas. Pengusaha batu bara tidak melakukan hal yang membuat harga batu bara melonjak melainkan kejadian lain di luar kendali perusahaan tambang batu bara yang membuat harga batu bara terdongkrak.

Terdapat pendapat bahwa atas lonjakan pendapatan pengusaha batu bara yang tidak terduga diakibatkan oleh kondisi ekonomi dunia pemerintah dapat menerapkan windfall tax. Windfall tax merupakan bentuk pajak khusus yang dikenakan pada pendapatan yang tak terduga atau diluar perkiraan yang diperoleh oleh suatu industri atau perusahaan tertentu.

Penerapan pajak ini bertujuan untuk mengambil keuntungan yang berlebihan yang diperoleh dari perubahan harga komoditas atau situasi pasar yang menguntungkan secara tiba-tiba. Dengan mengenakan pajak pada keuntungan yang tak terduga ini, pemerintah bisa mendapatkan dana tambahan untuk berbagai keperluan pembangunan, infrastruktur, atau untuk program sosial.

Pengenaan Windfall Tax

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya Suparna, dkk (2023), yang berjudul Urgensi Penerapan Windfall Profit Tax atas Komoditas Batu Bara di Indonesia, momentum windfall profit tersebut tidak dapat ditangkap dan dimanfaatkan untuk menambah pundi-pundi penerimaan negara, mengingat regulasi terbaru atas pengenaan pungutan batu bara ternyata under-estimated. Lebih lanjut, terdapat risiko yang harus dimitigasi selain hilangnya momentum penerimaan negara, yaitu potensi moral hazard oleh oknum pengusaha batu bara yang hanya memikirkan keuntungan.

Dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut, serta dengan keadaan harga batu bara dunia yang masih berada dalam rentang 300-400 dolar Amerika Serikat per ton, pemerintah seharusnya dapat meraup windfall income melalui pemajakan progresif atas ekspor batu bara.

Pemajakan progresif atas ekspor ini dapat digunakan untuk menggantikan skema pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 ekspor yang berlaku saat ini. Selain mendapatkan penerimaan, pemajakan progresif atas windfall profit ini juga dapat menjadi instrumen pengendali atau automatic stabilizer dalam rangka menjamin ketersediaan komoditas batu bara yang diperlukan di dalam negeri.

Hasil dari analisis yang dilakukan oleh Wijaya Suparna, dkk (2023), menunjukkan bahwa penerapan windfall tax atas batu bara, khususnya atas ekspor batu bara dapat berperan sebagai instrumen sumber penerimaan negara sekaligus instrumen automatic stabilizer ketersediaan komoditas batu bara domestik.

Windfall tax batu bara sebagai instrumen sumber penerimaan negara artinya windfall tax ditujukan untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari momentum kenaikan harga komoditas batu bara yang terjadi di sepanjang tahun 2022 hingga awal 2023.

Automatic Stabilizer

Automatic stabilizer adalah alat ekonomi yang secara otomatis merespons perubahan-perubahan dalam perekonomian untuk mengurangi fluktuasi ekonomi yang tajam. Dalam hal ini, ketika terjadi kenaikan harga batu bara secara signifikan di pasar internasional, perusahaan tambang batu bara di dalam negeri akan mengalami peningkatan keuntungan yang substansial.

Fluktuasi harga batu bara dapat mempengaruhi produksi dan ketersediaan di pasar domestik. Ketika harga meningkat, produsen cenderung meningkatkan produksi, yang pada gilirannya dapat membantu memenuhi permintaan dalam negeri. Namun, fluktuasi yang terlalu besar dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam pasokan lokal.

Dengan menerapkan windfall tax pada keuntungan tak terduga yang diperoleh dari kenaikan harga batu bara, pemerintah dapat menciptakan insentif untuk menjaga harga tetap stabil. Pajak ini dapat bertindak sebagai penghalang untuk mengurangi dampak fluktuasi harga yang drastis, memberikan stabilitas pada produksi dan ketersediaan batu bara dalam negeri.

Perdebatan Penerapan

Implementasi windfall tax ini sering kali memicu perdebatan antara pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat. Beberapa kekhawatiran muncul dari pihak industri yang berpendapat bahwa penerapan pajak ini dapat mengurangi insentif untuk berinvestasi dalam industri tambang batu bara dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Namun, pendukung penerapan windfall tax berargumen bahwa ini adalah cara yang adil untuk membagi keuntungan yang diperoleh dari sumber daya alam yang merupakan milik bersama masyarakat. Mereka berpendapat bahwa keuntungan besar yang diperoleh oleh perusahaan tambang harus memberikan kontribusi yang lebih besar kepada negara dan masyarakat sekitarnya.

Dengan menerapkan windfall tax pada keuntungan batu bara yang berlebihan, pemerintah dapat memperoleh dana yang dapat dialokasikan untuk mendukung investasi dalam energi terbarukan atau teknologi ramah lingkungan lainnya. Hal ini dapat menjadi langkah awal bagi negara untuk diversifikasi sumber energi, mengurangi ketergantungan pada batu bara, dan meningkatkan keberlanjutan.

Penerapan windfall tax terhadap industri batu bara merupakan langkah yang memiliki pro dan kontra yang perlu dipertimbangkan dengan cermat. Meskipun dapat menjadi instrumen untuk mengurangi dampak lingkungan dan menghasilkan pendapatan tambahan bagi negara, kita perlu juga mempertimbangkan dampaknya terhadap daya saing industri dan ketersediaan energi secara umum.

Pembahasan yang mendalam dan konsultasi dengan berbagai pihak terkait diperlukan sebelum penerapan kebijakan semacam ini guna mencapai keseimbangan yang optimal antara lingkungan dan ekonomi. Keseimbangan antara kepentingan jangka pendek perusahaan dan kepentingan jangka panjang masyarakat dan lingkungan harus diperhatikan dengan cermat.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.